<p>Rangkaian Kereta Api jarak jauh melintas di area Depo Cipinang, Jakarta Timur, Selasa, 22 Juni 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Truk ODOL Sebabkan Kerugian Logistik Rp43 Triliun, Sistem Perkeretaapian Jadi Solusi

  • Pemanfaatan layanan perkeretaapian di Indonesia bisa menjadi solusi masalah logistik yang tidak efisien di Indonesia.
Nasional
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Pemanfaatan layanan perkeretaapian di Indonesia bisa menjadi solusi masalah logistik yang tidak efisien di Indonesia.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan penggunaan angkutan darat di jalan raya seperti truk bisa membuat biaya logistik membengkak.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat kerugian akibat kelebihan muatan truk over dimenssion and overload (ODOL) mencapai Rp43 triliun pada 2017.

“Optimalisasi angkutan barang menggunakan jalan rel masih dapat dilakukan andai ada kesetaraan kebijakan dengan angkutan jalan raya. Selain itu, dapat menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Daerah (APBN/APBD) untuk perawatan kerusakan jalan akibat truk  ODOL,” kata Djoko dalam keterangan resmi, dikutip Minggu 10 Oktober 2021.

Djoko memaparkan jaringan rel masih terbatas di Pulau Sumatra dan Jawa. Sementara di Pulau Sulawesi masih sedang proses pengerjaan. 

Panjang jaringan jalan rel yang beroperasi saat ini 5.927 kilometer (km), terdiri 1.796 km di Pulau Sumatra dan 4.131 km di Pulau Jawa. Sedangkan jaringan jalan rel yang tidak beroperasi sepanjang 2.700 km (46%), di Pulau Sumatra 298 km dan di Pulau Jawa 2.402 km. 

Data dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian (2021), di Pulau Sulawesi sudah terbangun jaringan jalan rel lebih kurang 49,28 km. Proyek KA Makassar – Parepare bagian dari jaringan KA di Sulawesi yang dibangun sepanjang 142 km. 

“Proyek ini dibangun dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) menghubungkan Pabrik Semen Tonasa ke Pelabuhan Garongkong," ujarnya.

Sementar, jumlah penumpang yang diangkut lebih kurang 453.486.720 orang (2019), 199.255.108 orang (2020) dan sampai semester I-2021 sebanyak 88.831.808 orang. Selain itu, ada 47.624.000 ton barang yang diangkut tahun 2019, sebesar 45.475.961 ton tahun 2020 dan 23.282.000 ton sampai semester I-021. 

Di Pulau Jawa terdapat 21 terminal angkutan barang untuk peti kemas, semen dan BBM yang tersebar di 8 kota, yakni di Jakarta, Cikarang, Semarang, Surabaya, Bandung, Cilacap, Banyuwangi dan Merak.

Saat ini ada 6 operator sarana perkeretaapian  (PT KAI, PT KCI, PT Railink, PT KCIC, PT MRT Jakarta dan PT Jakarta Propertindo) dan 4 operator prasarana perkeretaapian (PT KAI, PT KCIC, PT MRT Jakarta dan PT Jakarta Propertindo).

Optimalisasi Angkutan Logistik

Djoko mengungkapkan, pembangunan jalan rel di jaman Hindia Belanda bermula untuk angkutan barang, seperti di Pulau Sumatra mengangkut hasil tambang batu bara dan hasil perkebunan. Sedangkan di Pulau Jawa mengangkut hasil hutan jati, perkebunan, dan industri gula. 

Kapasitas lintas kereta di Pulau Jawa ditingkatkan dengan membangun jalan rel ganda (double track) dengan target selesai 2024. Rel ganda menambah kapasitas lintas, terutama untuk optimalisasi angkutan barang.

Ditargetkan Kementerian Perhubungan pada Januari 2023, Indonesia sudah bebas truk ODOL. 

“Namun hal itu nampaknya tidak mudah dilakukan jika tidak menyertakan peran moda KA untuk mengangkut sebagian angkutan logistik selama ini diangkut truk melalui jalan raya,” tambah Djoko.

Menurutnya, harus ada kesetaraan kebijakan angkutan logistik di jalan raya dan jalan rel. Pengenaan PPN 10% dan track access charge (TAC) perlu dihilangkan sementara waktu, supaya ada peralihan angkut barang dari jalan raya sebagian ke jalan rel, terutama untuk jarak jauh.

Membangun Kereta Api Perkotaan, lanjut Djoko, harus cermat dan ada kejelasan dari Pemerintah Daerah dalam bentuk keikutsertaannya (tidak terulang kasus LRT Sumatera Selatan). 

“Sebaiknya, angkutan umum berbasis jalannya dibenahi dahulu, setelah masyarakatnya menjadi terbiasa menggunakan transportasi umum, barulah kemudian dibangun angkutan umum berbasis jalan rel.”