donald trump.jpg
Dunia

Trump Ancam Perang Ekonomi dengan BRICS, Indonesia Harus Main Cantik

  • Luhut menekankan pentingnya pendekatan yang cerdas dan strategis dalam menghadapi kebijakan Donald Trump. Ia menyebut bahwa Trump adalah sosok yang pragmatis dan cenderung bereaksi keras terhadap kebijakan yang dianggap mengganggu kepentingannya.

Dunia

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Presiden terpilih Amerika Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif impor hingga 100% terhadap negara-negara anggota BRICS  jika menciptakan mata uang baru sebagai alternatif dolar AS. 

Hal ini menjadi sinyal ancaman serius. Tidak hanya bagi anggota BRICS tetapi juga negara-negara lain yang bergantung pada perdagangan internasional, termasuk Indonesia.

Proteksionisme Trump, yang mengedepankan agenda “America First,” diperkirakan dapat memperkuat dolar AS dan melemahkan nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan tersebut. Terutama terkait potensi perlambatan ekonomi global dan inflasi yang lebih tinggi.

Luhut menekankan pentingnya pendekatan yang cerdas dan strategis dalam menghadapi kebijakan Donald Trump. Ia menyebut bahwa Trump adalah sosok yang pragmatis dan cenderung bereaksi keras terhadap kebijakan yang dianggap mengganggu kepentingannya. 

“Ini kan banyak dampak politik dari setiap kebijakan yang kita buat, karena Presiden Trump itu, saya paham mengenai dia, orang yang pragmatis,” ungkap Luhut, di Jakarta, dikutip Senin, 2 Desember 2024.

Oleh karena itu, Indonesia perlu "bermain cantik" dalam menjaga hubungan bilateral dengan AS. Selain itu, rencana Trump untuk membentuk Department of Government Efficiency (DOGE) juga menjadi perhatian. 

Departemen ini, yang disebut akan dipimpin oleh Elon Musk digunakan untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan dan memangkas anggaran hingga US$2 triliun atau sekitar Rp31,8 triliun (kurs Rp15.900). Langkah ini dinilai dapat membawa perubahan signifikan dalam cara pemerintahan AS beroperasi, sekaligus mencerminkan pendekatan Trump yang fokus pada efisiensi dan optimalisasi anggaran.

“Saya lihat menteri efisiensinya dia, si Elon Musk yang saya kenal baik juga, itu pasti mereka akan melakukan itu, dan dia akan cut budget dia (AS). Artinya apa? Akan banyak efisiensi,” tambah Luhut.

BRICS dan Mata Uang Alternatif Dolar AS

BRICS, yang kini terdiri dari 11 negara setelah perluasan pada 2024, tengah mempertimbangkan penciptaan mata uang bersama untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Meski tujuan ini ambisius, realisasinya dianggap sulit mengingat perbedaan geopolitik dan ekonomi antaranggota.

Trump melihat langkah ini sebagai ancaman langsung terhadap dominasi dolar AS di pasar global. Selain itu, ia juga mengancam memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% untuk impor dari China, serta 25% untuk barang dari Meksiko dan Kanada. Kebijakan ini dapat memicu perang dagang baru, merugikan negara-negara Asia yang sangat bergantung pada ekspor ke AS, termasuk Indonesia.

Efek Berantai ke Indonesia

Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, memperingatkan bahwa kebijakan proteksionisme Trump dapat memperpanjang ketegangan perdagangan global. Perang dagang yang semakin intensif antara AS dan China dapat menekan ekspor Indonesia, khususnya komoditas seperti kelapa sawit, karet, dan batu bara, yang menjadi tulang punggung perdagangan Indonesia dengan kedua negara tersebut.

"Pertama proteksionisme, ada probability akan dilakukannya lagi, kemudian trade war yang semakin keras dibandingkan dengan periode Joe Biden," terang Andry.

Selain itu, transisi energi global juga berpotensi melambat di bawah pemerintahan Trump. Dengan melemahnya dukungan terhadap kebijakan perubahan iklim, upaya Indonesia untuk mempercepat transisi energi berbasis terbarukan bisa terdampak, menambah tantangan baru dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan.

Meski situasi ini menghadirkan tantangan besar, Luhut mengingatkan pentingnya strategi yang bijak dalam menghadapi kebijakan Trump. Ia menyarankan pendekatan pragmatis yang mengutamakan kepentingan nasional, termasuk memperkuat pasar domestik dan diversifikasi mitra dagang untuk mengurangi ketergantungan pada AS.

Dengan potensi perlambatan ekonomi global, Indonesia perlu mempercepat digitalisasi ekonomi dan pengembangan sektor-sektor strategis untuk memastikan daya saing tetap terjaga di tengah dinamika geopolitik internasional. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari kebijakan proteksionisme AS dan menciptakan peluang baru di era ketidakpastian.