Trump Mau Hukum Negara yang Tinggalkan Dolar, Bagaimana Nasib Indonesia?
- “Anda meninggalkan dolar dan anda tidak berbisnis dengan Amerika Serikat, kami akan mengenakan tarif 100 persen pada barang barang anda” tegas Trump dengan nada keras di Wisconsin
Makroekonomi
JAKARTA - Dominasi dolar sebagai mata uang global semakin mengalami pelemahan seiring dengan perubahan lanskap ekonomi dunia. Di masa lalu, dolar AS menjadi simbol kekuatan ekonomi dan politik Amerika Serikat, terutama setelah Perang Dunia II dan puncak Perang Dingin. Kala itu dominasi dolar mencerminkan keunggulan Amerika dibandingkan Uni Soviet.
Dolar tidak hanya menjadi alat transaksi utama di pasar internasional, tetapi juga menjadi cadangan devisa bagi banyak negara. Posisi ini memberi Amerika Serikat pengaruh besar dalam mengendalikan ekonomi global dan kebijakan moneter dunia.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, dominasi dolar mulai menghadapi tantangan serius. Munculnya kekuatan ekonomi baru seperti China, India, dan beberapa negara di kawasan Asia serta inisiatif seperti dedolarisasi dan kerja sama mata uang regional mulai menggeser dominasi ini.
Selain itu, ketidakstabilan ekonomi domestik AS, seperti inflasi tinggi dan utang Amerika yang semakin besar, turut mempercepat proses pelemahan pengaruh dolar.
Devisa Banyak Negara Mulai Tinggalkan Dolar
Melemahnya posisi dolar sebagai mata uang global telah menjadi fenomena lumrah dalam beberapa tahun terakhir. Data Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan saat ini, dolar masih mencakup sekitar 59% dari cadangan devisa global.
Namun, munculnya mata uang lain seperti euro di Uni Eropa dan pengaruh gerakan ekonomi baru seperti BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) mulai mengancam dominasi dolar.
BRICS, diketahui telah membahas rencana lebih lanjut untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS, kini BRICS dipandang sebagai salah satu kekuatan ekonomi yang dapat mengubah lanskap global. Di tengah perubahan ini, banyak negara mulai mempertimbangkan diversifikasi mata uang dalam perdagangan internasional.
- Edukasi Paylater Masih Minim di Masyarakat, Bom Utang Jadi Ancaman
- Anjlok Rp7.000 per Gram, Simak Daftar Harga Emas Hari Ini
- Panduan Lengkap Klaim Asuransi Mobil Lecet agar Disetujui dengan Lancar
Indonesia Mulai Tinggalkan Dolar
Di Indonesia, pemerintah juga mulai memikirkan langkah untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar. Mengandalkan dolar terlalu lama dianggap dapat merugikan perekonomian negara dan memperkuat dominasi Amerika Serikat di panggung global. Beberapa negara lain di Asia dan Amerika Latin juga mulai mengikuti langkah serupa untuk memperkuat kedaulatan ekonomi mereka.
Pada akhir Agustus 2024, pemerintah Indonesia dan Korea Selatan mencapai kesepakatan penting terkait implementasi kerangka kerja Local Currency Transaction (LCT), sebuah inisiatif antara Bank Indonesia (BI), Bank of Korea (BOK), dan Kementerian Keuangan Korea Selatan.
Tujuan utama dari kebijakan ini untuk memperkuat kerja sama ekonomi bilateral antara kedua negara serta mengurangi ketergantungan pada penggunaan mata uang asing dalam transaksi perdagangan.
Melalui kerangka LCT, kedua negara berkomitmen untuk mendorong penggunaan mata uang lokal, yaitu Rupiah dan Won, dalam berbagai transaksi ekonomi dan perdagangan yang terjadi antara Indonesia dan Korea Selatan.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi untuk meningkatkan stabilitas keuangan, mengurangi risiko ketergantungan pada mata uang global, dan memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam perdagangan bilateral.
Kebijakan ini juga diharapkan dapat memperkuat hubungan perdagangan kedua negara dengan mendorong efisiensi dalam sistem pembayaran dan memperkuat kerjasama ekonomi jangka panjang.
Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan telah sepakat untuk mulai mengimplementasikan kebijakan ini pada 30 September 2024, yang akan memungkinkan perusahaan di kedua negara untuk melakukan transaksi langsung menggunakan Rupiah dan Won tanpa perlu bergantung pada dolar AS atau mata uang asing lainnya
"Implementasi kerangka LCT antara Indonesia dan Korea Selatan ini merupakan capaian penting dalam kerja sama keuangan bilateral kedua negara,” papar Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono di Jakarta, Jumat, Jumat, 30 Agustus 2024 yang lalu.
- Edukasi Paylater Masih Minim di Masyarakat, Bom Utang Jadi Ancaman
- Anjlok Rp7.000 per Gram, Simak Daftar Harga Emas Hari Ini
- Panduan Lengkap Klaim Asuransi Mobil Lecet agar Disetujui dengan Lancar
Murka Donald Trump
Mantan Presiden AS Donald Trump mulai khawarir dengan fenomena melemahnya dominasi dolar AS di dunia. Dalam rapat umum kampanye di Wisconsin, Trump berjanji akan menghukum negara-negara yang meninggalkan dolar AS sebagai mata uang utama perdagangan internasional, jika terpilih kembali sebagai presiden pada tahun 2024.
Donald Trump berjanji akan menerapkan Ancaman tarif sebesar 100% bagi negara-negara yang berdagang dengan mata uang selain dolar. Pernyataan Trump ini muncul setelah ia berdiskusi dengan tim penasihatnya mengenai dampak ekonomi ketika banyak negara mulai meninggalkan dolar dalam perdagangan global.
“Anda meninggalkan dolar dan anda tidak berbisnis dengan Amerika Serikat, kami akan mengenakan tarif 100 persen pada barang barang anda,” tegas Trump dengan nada keras di Wisconsin, Amerika Serikat, 8 September 2024.
Trumpmenekankan bahwa dolar masih menjadi mata uang cadangan dunia yang penting, meskipun pengaruhnya semakin berkurang. Reaksi keras Trump terhadap tren ini menunjukkan kekhawatirannya terhadap posisi Amerika Serikat di panggung ekonomi global.
Baginya, meninggalkan dolar sama saja dengan melemahkan legasi AS sebagai kekuatan utama dunia. Namun, banyak pihak menilai bahwa perubahan ini adalah bagian dari dinamika ekonomi global yang terus berkembang, dan upaya Trump untuk memberlakukan tarif 100% bisa berujung pada ketegangan baru di antara negara-negara yang terlibat.