RUPST PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang salah satunya menunjuk Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh sebagai Komisaris BRI, 13 Maret 2023.
Nasional

Trust Issue di Balik Pengangkatan Irjen Kemenkeu jadi Komisaris BRI

  • Keputusan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) menunjuk Irjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Awan Nurmawan Nuh, menjadi sorotan.
Nasional
Chrisna Chanis Cara

Chrisna Chanis Cara

Author

JAKARTA—Keputusan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) menunjuk Irjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Awan Nurmawan Nuh, menjadi Komisaris BRI dalam RUPST kemarin menjadi sorotan. Kebijakan itu dinilai tidak sensitif terhadap publik yang tengah geram dengan maraknya rangkap jabatan di tubuh Kemenkeu.

Pola rangkap jabatan yang terus langgeng di tengah gencarnya kritik bisa semakin memunculkan trust issue alias krisis kepercayaan pada Kemenkeu maupun BUMN. Hal itu disampaikan pemerhati sosial ekonomi, Agustinus Edy Kristianto (AEK), saat berbincang dengan TrenAsia, Kamis 16 Maret 2023. 

AEK mengatakan trust issue bisa kian mengemuka dengan penunjukan Awan sebagai komisaris baru BRI. Dirinya heran kebijakan rangkap jabatan di Kemenkeu terus berlanjut di tengah deretan masalah di tubuh kementerian itu belakangan. 

Apalagi publik kini tengah getol meneriakkan setop rangkap jabatan karena berpotensi melanggar regulasi dan mengganggu kinerja. “Persoalan pokoknya adalah trust itu. Kasus Rafael Alun hingga yang sekarang (Awan jadi Komisaris BRI) semakin mendegradasi kepercayaan masyarakat terhadap Kemenkeu. Pemulihannya akan sulit dan butuh waktu lama,” ujar mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu. 

AEK mengatakan Irjen Kemenkeu mestinya dievaluasi bersama pejabat Kemenkeu lain menyusul kasus Rafael Alun, alih-alih diangkat sebagai komisaris bank pelat merah. Sebagai informasi, harta kekayaan Irjen Awan Nurmawan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 2021 tercatat sebesar Rp16,3 miliar. Pada LHKPN per 2017, kekayaan Awan sebesar Rp10,9 miliar. Artinya pertambahan kekayaan Awan Nurmawan sekitar Rp1,35 miliar per tahun.

Pundi-pundi kekayaan Awan diperkirakan bakal bertambah signifikan setelah menjabat Komisaris BRI.  AEK menerangkan, tantiem yang bakal diterima Awan di BRI sekitar Rp13 miliar mengacu angka di laporan keuangan tahun 2021-2022. Jumlah itu, imbuhnya, bisa bertambah tergantung laba yang dicapai perusahaan. AEK memperkirakan gaji Awan sebagai komisaris sekitar Rp703 juta/bulan atau Rp8,4 miliar per tahun merujuk laporan keuangan 2022. 

Minim Empati

Penghasilan itu jauh lebih besar dari gaji pokok beserta tunjangan kinerjanya sebagai eselon I yakni Rp90 juta-Rp100 juta/bulan alias sekitar Rp1,2 miliar/tahun. Menurut AEK, fakta tersebut menunjukkan minimnya keadilan, empati dan sensitivitas terhadap penderitaan rakyat. “Kita bicara tentang negara yang dilahirkan dengan susah payah. Seharusnya tidak untuk memperkaya pejabat dan keluarganya semata dengan rangkap jabatan seperti itu. Jika terus berlanjut, hal ini bisa mendegradasi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Jokowi,” ujar mantan jurnalis media nasional itu. 

Sebelumnya, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) telah mengkritik fenomena rangkap jabatan di Kemenkeu. Mereka menghitung ada 39 pejabat Kemenkeu,  sebagian besar berasal dari eselon 1 dan II, yang merangkap menjadi komisaris atau wakil komisaris di BUMN. Fenomena tersebut dinilai melanggar regulasi serta berpotensi berdampak pada kinerja yang bersangkutan. 

Seknas Fitra menegaskan Kemenkeu memiliki peran vital dalam pengelolaan keuangan negara. Dengan merangkap jabatan di lembaga lain, kinerja pejabat itu pun layak dipertanyakan.  Selain masalah kinerja, rangkap jabatan dianggap telah melanggar aturan. Fitra menegaskan UUD 1945 jelas mengatur supaya negara memberikan pelayanan publik kpada warga dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya. Selain itu, UU No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tegas mengatur larangan rangkap jabatan pada pelaksana pelayanan publik, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN).

Hal itu tercantum pada Pasal 17 huruf a UU yang menyebut adanya larangan untuk rangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN dan badan usaha milik daerah. “Persoalan rangkap jabatan sejatinya telah melanggar regulasi sehingga kebijakan rangkap jabatan ini patut untuk dievaluasi kembali,” ujar Seknas Fitra.