Tuntut Upah Naik 10 Persen, Buruh Ancam Mogok Nasional
- Ribuan buruh di Jakarta menggelar aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah hingga 10%, Kamis, 24 Oktober 2024. Dalam aksi tersebut, buruh juga menuntut pencabutan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Nasional
JAKARTA - Ribuan buruh di Jakarta menggelar aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah hingga 10%, Kamis, 24 Oktober 2024. Dalam aksi tersebut, buruh juga menuntut pencabutan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Pantauan TrenAsia.com di lokasi, sekitar pukul 10.40 massa aksi sudah melakukan aksi long march di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan, ke arah Balai Kota Jakarta, gedung Kementerian BUMN, dan sempat berhenti di depan Kantor Kementerian ESDM.
Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, aksi hari ini diikuti kurang lebih 2.000 buruh dari Jabodetabek, Banten dan Jawa Barat. Buruh membawa dua tuntutan utama.
Pertama meminta adanya kenaikan upah minimum tahun 2025 minimal 8 hingga 10%. Kedua, cabut UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.
- Tambal APBN, Misi Menyedot Dana Rp309 T dari Pengemplang Pajak Digeber
- Menilik Pola Kerja Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan
- Saham UNVR Dihajar Pasar Usai Kinerja Kuartal III-2024 Melempem
"Bila dua tuntutan ini tidak didengar pemerintahan yang baru, bisa dipastikan aksi lanjutan yang saya sebut 25-31 Oktober di seluruh wilayah Indonesia bermuara pada Mogok Nasional. Mogok Nasional akan diikuti oleh 5 juta buruh di 15.000 pabrik dan perusahaan," ujarnya saat ditemui di Patung Kuda Jakarta Pusat pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Iqbal menyebut latarbelakang tuntutan kenaikan upah berdasarkan pada 5 tahun terkahir di mana upah buruh tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Pada dua tahun terakhir, buruh hanya mendapatkan kenaikan upah sebesar 1,58%, yang bahkan lebih rendah dari inflasi 2,8 persen. Ini artinya buruh mengalami kerugian hingga 1,3% setiap bulan.
Selain itu buruh tak setuju dengan syarat kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentu nya 0,1-0,3 dengan batas bawah dan batas atas. Kata Iqbal, buruh harus terus menombok untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau dengan kata lain upah tidak cukup untuk menghidupi kebutuhan yang ada.
Bahkan kata Iqbal fenomena 'makan tabungan' atau mantap benar-benar terjadi pada buruh. Sekadar informasi, kondisi ekonomi yang tak menentu dan peningkatan biaya hidup menyebabkan fenomena “makan tabungan” atau dissavings di masyarakat kelas menengah.
Dissaving adalah sebuah kondisi saat individu membelanjakan uang melebihi pendapatan sehingga terpaksa menggunakan tabungannya. Survei konsumen Bank Indonesia pada Desember 2023 menunjukkan tingkat tabungan kelompok pengeluaran Rp2,1 - 3 juta per bulan merosot menjadi 14,6% dari pendapatan.
Padahal, pada November 2023, kelompok masyarakat ini masih bisa menyisih kan 15,7% dari pendapatan. Tidak hanya menuntut kenaikan upah, aksi ini juga menuntut pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja, khususnya pada klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.
Menurut Iqbal, Omnibus Law sangat merugikan buruh dan petani karena memberikan keleluasaan kepada pengusaha untuk memberlakukan kebijakan yang merugikan tenaga kerja, termasuk fleksibilitas kerja yang berlebihan dan minimnya perlindungan kesejahteraan.