<p>Turnitin. Dok: Turnitin.</p>
Gaya Hidup

Turnitin Luncurkan Solusi Teknologi Bantu Pendidik Lawan Hoaks

  • JAKARTA – Turnitin merilis paket Source Credibility online untuk mendukung guru dalam mengedukasi siswa terhadap berita palsu. Paket ini berisi rencana pelajaran, video, kegiatan, dan panduan penilaian yang mendorong siswa menemukan sumber yang lebih kredibel. Selain itu, alat seperti NewsGuard dapat membantu siswa memeriksa informasi dengan pandangan yang lebih kritis serta mengidentifikasi sumber terlegitimasi. “Pendidik […]

Gaya Hidup
Gloria Natalia Dolorosa

Gloria Natalia Dolorosa

Author

JAKARTA – Turnitin merilis paket Source Credibility online untuk mendukung guru dalam mengedukasi siswa terhadap berita palsu.

Paket ini berisi rencana pelajaran, video, kegiatan, dan panduan penilaian yang mendorong siswa menemukan sumber yang lebih kredibel.

Selain itu, alat seperti NewsGuard dapat membantu siswa memeriksa informasi dengan pandangan yang lebih kritis serta mengidentifikasi sumber terlegitimasi.

“Pendidik benar-benar memiliki peran penting dalam memastikan bahwa generasi mendatang, sebagai bagian dari warga negara dunia, dilengkapi kemampuan memilah informasi dan pemberitaan palsu dan asli,” kata Yovita Marlina, Senior Manager Customer Growth kawasan Asia Tenggara Turnitin, dalam siaran pers, Jumat, 27 November 2020.

Saat internet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan penggunaan perangkat digital tumbuh pesat, masyarakat mudah terpapar limpahan informasi yang tersebar di dunia maya.

Dunia baru yang dinamis ini membutuhkan pengguna online yang lebih cerdas untuk mendukung pemahaman yang lebih baik dalam mengkomunikasikan ide dan informasi.

Yovita mengatakan literasi digital merupakan jawaban atas tantangan di era ini. Sebab, literasi digital membantu masyarakat untuk memahami teknologi sehingga mereka dapat menggunakannya dengan aman dan efektif.

Kemampuan untuk menemukan, mengolah, serta membuat informasi secara daring agar bermanfaat merupakan bagian dari literasi digital.

Sangat penting bagi siswa untuk mempelajari hal ini sejak dini, terutama karena semakin berkembangnya pembelajaran berbasis daring.

“Namun, ketika informasi tersedia secara gratis, ada tantangan yang lebih besar untuk segera diatasi yaitu penyebaran informasi yang salah,” kata Yovita.

Hoaks Menyebar

Pertengahan Juni 2020, Kepolisian RI mengidentifikasi lebih dari 130.000 berita palsu (hoaks) terkait pandemi selama 3 bulan terakhir, meskipun terdapat banyak statistik, informasi medis, dan studi ilmiah.

Hoaks semacam itu dapat menimbulkan ketidakpercayaan pada pemerintah.

Yovita menuturkan seiring dengan pesatnya digitalisasi di Indonesia, sangatlah penting bagi bangsa ini untuk meningkatkan literasi digital dan membatasi sebaran informasi yang salah.

“Selama pandemi COVID-19, penyebaran informasi palsu telah menyebabkan kebingungan pada masyarakat. Aplikasi komunikasi seperti WhatsApp dan Telegram dibanjiri dengan berita palsu dan konspirasi tentang penyebaran virus,” ujarnya.

Karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa siswa dibekali kemampuan berpikir kritis dalam mengevaluasi kredibilitas sumber dan membuat penilaian tentang informasi yang disajikan kepada mereka.

“Terlalu besar konsekuensi yang dihadapi jika generasi muda tidak memiliki kemampuan ini, kata Yovita.

Berita palsu atau hoaks menyebar di media sosial dengan sangat pesat dan seringkali disertai dengan ‘bukti’, meskipun itu dibuat-buat.

Sifat sensasionalnya menimbulkan respons emosional, yang mendorong orang untuk tidak memvalidasi informasi tersebut.

Munculnya internet dan media sosial telah mengubah kemudahan interaksi dan mengubah orang dari sekadar konsumen konten menjadi produsen dan distributor.

Yovita mengatakan bahwa meski masyarakat paham bahayanya menyebarkan berita palsu, banyak orang melakukannya secara tidak sengaja.

Penelitian GeoPoll dan Universitas Notre Dame tentang penyebaran informasi yang salah di Indonesia menemukan, di antara pengguna media sosial, sekitar 70% mengaku berbagi berita tanpa membaca artikel secara lengkap terlebih dahulu. Hanya 3%-4% sengaja membagikan berita yang mereka tahu palsu.

Saat ini di Indonesia ada satuan tugas untuk menangani berita palsu. Pengguna platform komunikasi Telegram dan LINE dapat mengirim teks ke chatbot anti-hoax untuk memverifikasi keaslian berita.

Literasi digital sangat dibutuhkan agar berhasil dalam ekonomi global dan mencegah penyebaran berita palsu.

Maka itu, pendidik harus memberdayakan siswa untuk memahami konsekuensi yang sesungguhnya dari penyebaran berita palsu, terutama di tengah pandemi.

Dimulai dengan mengajarkan siswa betapa pentingnya memverifikasi sumber informasi yang dikutip dalam tugas sekolah mereka.

“Masyarakat harus belajar untuk lebih waspada terhadap berita palsu dan meluangkan waktu untuk memeriksa sumber referensi sebelum membagikannya,” ujarnya.