Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo (kanan) saat meninjau lokasi bencana banjir bandang di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa, 6 April 2021.
Nasional

Turun 33,5 Persen, Indonesia Catat 3.092 Kejadian Bencana Selama 2021

  • BNPB mencatat setidaknya 3.092 bencana alam terjadi sepanjang tahun 2021 di Tanah Air. Jumlah ini turun 33,5% dibandingkan tahun 2020 sebanyak 4.649 kejadian.
Nasional
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya 3.092 bencana alam terjadi sepanjang tahun 2021 di Tanah Air. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 33,5% dibandingkan tahun 2020 sebanyak 4.649 kejadian.

Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan mengatakan rangkaian bencana selama 2021 masih didominasi kejadian hidrometeorologi basah, seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor. Bencana alam makin diperparah oleh adanya fenomena La Nina.

Bencana terbesar adalah siklon tropis yang kembali melanda Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada April 2021 setelah terakhir kali terjadi pada 1973 di Pulau Flores.

Dia menegaskan literasi kebencanaan harus sampai kepada masyarakat agar sebisa mungkin melakukan mitigasi sebelum bencana terjadi.

"Tidak cukup berhenti kepada pemerintah daerah saja. Masyarakat di wilayah rawan bencana juga harus mengetahui potensi bahaya di sekitar, seperti di NTT," katanya dalam konferensi pers Kaleidoskop Bencana Tahun 2021 di Jakarta, Jumat, 31 Desember 2021.

Dia merinci, bencana yang paling sering terjadi yaitu banjir dengan 1.298 kejadian, disusul cuaca ekstrem 804, tanah longsor 632, kebakaran hutan dan lahan 265, gelombang pasang dan abrasi 45, gempa bumi 32, kekeringan 15 dan erupsi gunung api 1 kali.

Dari sejumlah bencana tersebut, tercatat warga menderita dan mengungsi 8.426.609 jiwa, luka-luka 14.116, meninggal dunia 665 dan hilang 95, sedangkan dampak kerusakan tercatat rumah sebanyak 142.179 unit, fasilitas umum 3.704, kantor 509 dan jembatan 438.

"Rincian kerusakan rumah yaitu rumah rusak berat 19.163 unit, rusak sedang 25.369 dan rusak ringan 97.647 unit," terang Lilik.

Korban Meninggal Meningkat

Meski jumlah bencana menurun, kata Lilik, BNPB mencatat korban meninggal pada tahun ini sebanyak 665 jiwa, atau naik 76,9%.

Kenaikan tidak hanya pada jumlah korban jiwa tetapi juga korban luka-luka, warga terdampak dan mengungsi serta rumah rusak.

Lilik menandaskan pembelajaran dari rangkaian kejadian bencana yang terus terjadi penting untuk dijadikan acuan bagi rencana kesiapsiagaan yang lebih baik ke depan.

Pembelajaran berikutnya mengenai upaya mitigasi risiko gempa dengan penguatan bangunan dan kesiapsiagaan masyarakat.

"Ini tidak hanya pada pembangunan rumah yang baru tetapi juga penguatan tempat tinggal warga yang sudah ada dan berada di kawasan rawan gempa bumi. Penguatan struktur bangunan atau retrofitting menjadi salah satu pilihan, tentunya harus dengan biaya murah dan bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat," katanya.

Lilik menambahkan perlu adanya mitigasi kultural dimana masyarakat diajak mengetahui langkah-langkah apabila gempa bumi terjadi, misalnya cara evakuasi, titik kumpul hingga simulasi atau latihan kesiapsiagaan.

Lilik menilai, kejadian bencana pada 2021 ini tidak terlepas dari faktor alih fungsi peruntukan lahan. Menurut Lilik, permasalahn tata ruang, khususnya yang berbasis mitigasi risiko ini sesuatu yang mudah diucapkan tetapi pada tahapan implementasi masih menjadi tantangan, khususnya penekanan pada konteks penanggulangan bencana.

Oleh karenanya, ia meminta peran dari masyarakat dalam kontrol sosial di lapangan. Di samping itu, catatan mengenai pemulihan daya dukung lingkungan juga harus dilakukan secara optimal. Kejadian hidrometeorologi basah pada tahun ini diperparah oleh menurunnya daya dukung lingkungan. 

Perubahan lanskap secara masif terlihat yang pada gilirannya menyebabkan degradasi lingkungan pada sisi hulu dan sepanjang aliran sungai. BNPB melihat perlu adanya upaya mempertahankan Kawasan lingkungan dan ekosistem yang sangat penting dalam mengurangi potensi banjir, khususnya pada DAS panjang yang perbedaan elevasi rendah.

"Restorasi ekosistem ini menjadi jawaban untuk solusi jangka panjang," papar Lilik.

BNPB, kata dia, melihat kembali peringatan dini kegunungapian yang perlu dikoordinasikan dan disempurnakan dengan lebih terintegrasi, khususnya untuk perintah evakuasi di saat kontinjensi dan darurat.

"Penyesuaian level aktivitas gunung api yang tidak hanya berpatokan pada aktivitas erupsi tetapi juga aktivitas vulkanik lain, seperti awan panas guguran yang mengancam keselamatan masyarakat," ungkapnya.