Uang Dibakar, E-Commerce Mini Hingga Kakap RI Gulung Tikar
Layaknya berada di hutan rimba, para pemain e-commerce dalam dan luar negeri dipaksa bertahan di tengah sengitnya persaingan pasar Indonesia.
Industri
JAKARTA – Meski didukung oleh orang-orang paling kaya alias konglomerat Indonesia, korporasi raksasa, hingga perusahaan kelas dunia, nyatanya puluhan e-commerce harus tumbang dan gulung tikar per September 2020.
Perkembangan e-commerce di Tanah Air memberikan pengaruh kuat terhadap sektor ekonomi dalam negeri. Bagaimana tidak, bisnis daring ini didominasi oleh pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), yang menjadi sektor penyumbang terbesar bagi perekonomian negara.
Cikal bakal e-commerce di Indonesia muncul pada tahun 1999 melalui situs forum komunitas bernama Kaskus. Didirikan oleh seorang pemuda bernama Andrew Darwis, dalam perjalannya Kaskus turut menyediakan fitur forum jual beli (FJB).
Mulai saat itu, secara perlahan platform jual beli online mulai bermunculan. Salah satu pionirnya, adalah Bhinneka.com. Perusahaan ini menjadi salah satu perusahaan marketplace tertua di Indonesia.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Pada era 2000-an, kemunculan platform-platform serupa tak dapat lagi dibendung. Mulai dari e-commerce asli Indonesia hingga nama-nama impor turut meramaikan transaksi ekonomi digital di negeri ini.
Layaknya berada di hutan rimba, para pemain e-commerce dalam dan luar negeri dipaksa bertahan di tengah sengitnya persaingan pasar Indonesia. Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak berhasil menorehkan namanya di jajaran utama platform jual beli online dalam negeri.
Pada saat yang sama, banyak e-commerce yang harus berguguran dan harus gulung tikar akibat kalah pamor. Bahkan pil pahit ini harus ditelan oleh perusahaan e-commerce yang cukup ternama, mulai dari Rakuten hingga yang baru-baru ini resmi ditutup, yakni Blanja.com.
Nah, kali ini TrenAsia.com akan merangkum perusahaan-perusahaan e-commerce yang pernah eksis di Tanah Air namun harus tumbang yang bersumber dari riset iPrice dan dari berbagai sumber terbaru lain. Penasaran? Yuk kita simak ulasannya!
MULTIPLY
Pada tahun 2003, Multiply memperkenalkan diri sebagai jejaring media sosial. Pada periode 2008-2010 platform ini sempat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Dengan aktivitas pengguna yang mulai banyak pada saat itu, perusahaan ini mencoba mengaplikasikan strategi bisnis e-commerce dalam situsnya.
Hal ini turut di dorong oleh semangat sang investor utama, Naspers untuk mengembangkan industri e-commerce di Indonesia. Tak menunggu waktu lama, pada tahun 2011 Multiply Commerce pun diluncurkan.
Untuk menunjukkan komitmen pada pengembangan e-commerce Tanah Air, Multiply bahkan memindahkan kantornya dari Florida ke Jakarta. Sayangnya, perubahan strategi bisnis ini justru tidak membawa keuntungan bagi Multiply.
Diduga, Multiply tidak mampu merespons permasalahan yang muncul di kalangan penggunanya dalam transisi model bisnis jejaring sosial ke e-commerce. Hingga kemudian Naspers menghentikan keseluruhan investasi di Multiply dan beralih ke Tokobagus. Singkat cerita, perusahaan ini harus menutup operasionalnya pada 2013.
TOKOBAGUS
Platfom marketplace satu ini dirilis sekitar tahun 2009 dengan bisnis model consumer-to-consumer (C2C). Mengusung konsep iklan baris, memungkin para penggunya mengunggah postingan jualan ataupun pencarian barang.
Mantan investor Multiply, Naspers menyuntikkan dana segar kepada Tokobagus dan menjadikannya sebagai investor utama. Di waktu yang sama, Naspers memiliki situs jual beli di bertaraf global, yakni OLX.
Tahun 2013 menjadi momen keemasan Tokobagus. Bahkan, perusahaan ini pernah dinobatkan sebagai salah satu dari lima situs iklan baris terbesar di dunia.
Karena pencapaian gemilang ini pula, Tokobagus akhirnya diakusisi sepenuhnya oleh Naspers dan berganti nama menjadi OLX Indonesia pada bulan Maret tahun 2014. Namun kepopuleran OLX di Indonesia tidak seperti ketika bernama Tokobagus. Situs ini kalah saing dengan platform e-commerce lokal yang muncul belakangan, seperti Bukalapak, Tokopedia, ataupun Blibli.
RAKUTEN
Raksasa e-commerce asal Jepang ini ikut terpincut pasar ekonomi digital Indonesia. Dengan menggandeng MNC Group milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo, akhirnya Rakuten resmi beroperasi di Indonesia pada tahun 2011.
Total investasi awal kedua belah pihak adalah sekitar Rp60 miliar. Rakuten memegang 51% saham, sedangkan MNC Group mengempit 49% saham.
Aktivitas Rakuten di industri e-commerce lokal hanya sanggup bertahan selama 5 tahun. Hal ini disebabkan adanya pecah kongsi antara Rakuten dengan perusahaan yang memiliki bisnis inti media tersebut.
Akhirnya, Rakuten menarik diri dari pasar lokal Indonesia karena adanya pergeseran model bisnis yang tidak sesuai dengan konsep awal. Perusahaan e-commerce itu ingin lebih fokus pada model bisnis C2C.
PLASA.COM
Plasa.com merupakan situs belanja yang muncul atas kerja sama PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom dengan perusahaan e-commerce global eBay pada tahun 2010. Awalnya Plasa.com merupakan situs layanan webmail.
Dengan kerja sama ini, produk yang dijual di Plasa.com dapat muncul di situs eBay untuk kemudian bisa dikenal lebih luas oleh konsumen global. Pada tahun 2014, Plasa.com bertransformasi menjadi Blanja.com setelah eBay membeli 49% saham.
VALADOO
Valadoo adalah situs e-commerce khusus perjalanan wisata yang didirikan pada tahun 2010. Ketika perusahaan ini muncul, industri e-commerce khusus travel masih sepi pemain. Dua tahun berlalu, Valadoo berhasil mendapat pendanaan tahap awal dari perusahaan serupa asal Singapura yang bernama Wego.
Dalam perjalanannya, Valadoo tidak mampu membuat arah bisnis yang jelas. Oleh sebab itu, perusahaan ini memutuskan meleburkan diri dengan Burufly yang juga mendapat pendanaan dari Wego. Pada April tahun 2015, Valadoo menyatakan menutup seluruh layanannya karena perbedaan kultur dan model bisnis.
SCALLOPE
Berdiri pada tahun 2012, Scallope memperkenalkan diri sebagai situs e-commerce yang menyediakan beragam produk fesyen. Pemodal utama Scallope datang dari Suitmedia Group yang pada masa itu juga mendanai Bukalapak dan Hijup.
Namun, Scallope kalah saing dengan perusahaan market place lain yang juga fokus di bidang fesyen. Terlebih, Suitmedia Group melihat posisi Hijup lebih potensial dibandingkan Scallope. Akhirnya Suitmedia Group memutuskan untuk menutup Scallope pada tahun 2016.
PARAPLOU
Paraplou adalah situs e-commerce khusus fashion yang didirikan pada tahun 2011. Perusahaan ini sempat mendapat investasi pada putaran pendanaan awalnya dari sebuah perusahaan modal ventura asal Singapura, yakni Majuven.
Pada Oktober 2015, perusahaan resmi mengumumkan penutupan operasionalnya. Bangkrutnya perusahaan akibat konidisi keuangan yang tidak menentu serta kesulitan mendapatkan pendanaan baru. Ditambah, pada saat itu pasar belum terbentuk dengan baik.
CIPIKA
Perusahaan e-commerce kali ini di inisiasi oleh perusahaan layanan komunikasi, PT Indosat Tbk (ISAT) pada tahun 2014. Menganut model bisnis B2C (business to consumer), Cipika menawarkan sejumlah produk elektronik dan makanan.
Indosat Ooredo resmi menutup layanan Cipika pada Juni tahun 2017. Penyebabnya, kala itu perkembangan model B2C dianggap lambat.
LOLALOLA
Dirilis pada tahun 2015 sebagai situs e-commerce, Lolalola menyasar produk pakaian dalam khusus perempuan. Pendanaan Lolalola didapat dari Ardent Ventures yang berasal dari Thailand.
Perusahaan ini gagal bertahan karena memiliki pangsa pasar yang terlalu spesifik. Hal ini mengharuskan Lolalola gulung tikar pada Januari 2017.
KLEORA
Pada awal kemunculannya, Kleora hadir menawarkan kebutuhan produk khusus wanita. Perusahaan ini sempat mendapatkan pendanaan dari Rebright Partner dan beberapa angle investor.
Namun, Kleora tidak sanggup memberikan kesan agar di lirik pasar wanita kala itu. Akhirnya, pada Oktober 2015 lalu, perusahaan disulap menjadi e-commerce khusus jual beli barang bekas.
BEAUTYTREATS
Perusahaan e-commerce ini fokus pada penjualan produk kecantikan yang diluncurkan sejak tahun 2013. Baru seumur jagung, perusahaan harus menutup operasionalnya pada Maret 2015.
LAMIDO
Pada tahun 2013, perusahaan ini didirikan oleh perusahaan inkubator populer, Rocket Internet dengan model bisnis customer to customer (C2C). Lamido melakukan distribusi barang dagangan penggunanya melalu jejaring media sosial seperti Facebook dan Instagram. Rocket Internet sendiri merupakan investor utama Lazada. Salah satu pemilik saham tidak langsung Rocket Internet adalah konglomerat Anthoni Salim.
Jenis produk yang umum ada di Lamido meliputi kategori elektronik dan fashion. Namun Lamido gagal bersaing dengan nama besar Tokopedia dan Bukalapak yang memiliki model bisnis serupa. Ditambah, Rocket Internet melihat bisnis Lamido serupa dengan Lazada yang dinilai lebih populer. Akhirnya perusahaan ini dilebur dengan Lazada pada Maret 2015 lalu.
BERNIAGA.COM
Berniaga.com didirkan pada tahun 2009 dengan dukungan pendanaan dari 701 Search Pte Ltd. Mengusung konsep iklan baris, perusahaan fokus menerapkan bisnis C2C. Namun, pada awal 2014, Berniaga.com diakuisisi oleh OLX Indonesia dan mengharuskannya hilang dari peredaran pasar e-commerce dalam negeri.
SEDAPUR
Berdiri pada tahun 2011, Sedapur memperkenalkan diri sebagai platform marketplace yang berfokus pada produk-produk kuliner. Perusahaan sempat mendapatkan siraman dana sebesar Rp200 juta melalui Nokia Enterpreneurship.
Karena memiliki dana yang minim, perusahaan harus merelakan adanya penghentian operasional pada Agustus 2013. Ditambah, terdapat kesalahan strategi bisnis yang dijalankan, sehingga membuat para investor enggan melirik Sedapur.
MATAHARIMALL.COM
MatahariMall.com resmi beroperasi pada tahun 2015 sebagai anak perusahaan konglomerasi Lippo Group milik konglomerat Mochtar Riady. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan ini mendapatkan kucuran dana sebesar US$500 juta setara Rp7 triliun.
MatahariMall.com adalah e-commerce yang menjalankan sistem belanja O2O (online-to-offline dan offline-to-online). Sehingga, memungkinkan para pelanggannya untuk membayar, mengambil, atau mengembalikan produk di ratusan cabang PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) di seluruh Indonesia.
Berbeda dengan platform lainnya, e-commerce satu ini memang lebih dahulu dikenal sebagai salah satu Department Store terbesar di dalam negeri. Namun pada November tahun 2018, MatahariMall.com meleburkan diri ke dalam unit bisnis daring utama Matahari Departement Store, yakni Matahari.com.
QLAPA
Qlapa adalah platform marketplace yang fokus pada produk kerajinan tangan. Berdiri pada tahun 2015, perusahaan ini diketahui sempat mendapatkan investasi Seri A dari perusahaan bernama Aavishkaar asal Negeri Bollywood India.
Namun pada awal Maret tahun 2019, Qlapa mengumumkan penghentian operasionalnya secara menyeluruh. Perusahaan ini berhenti beroperasi karena alasan bisnis yang dinilai tidak menguntungkan dan berkelanjutan.
STOQO
Stoqo merupakan perusahaan startup e-commerce yang didirikan pada tahun 2017. Perusahaan satu ini berfokus pada penjualan produk sembako dengan bisnis model B2B dengan memasok bahan-bahan pangan segar ke outlet makanan atau restoran.
Perusahaan ini telah telah mempekerjakan sekitar 250 orang. Selama berdiri, perusahaan mendapatkan suntikan modal dari Mitra Accel, Alpha JWC Ventures, Monk’s Hill Ventures dan Insignia Ventures Partners.
Pada tahun 2019, tercatat bisnis Stoqo bertumbuh sebanyak tujuh kali dengan melayani puluhan ribu outlet makanan di Jabodetabek. Namun, akibat adanya pandemi COVID-19, perusahaan harus menutup kegiatan operasinya pada bulan Mei 2020. Pendapatan Stoqo diduga turun drastis hingga tidak mampu membayar karyawan.
BLANJA.COM
E-commerce terakhir yang harus menutup kegiatan operasionalnya adalah Blanja.com. Perusahaan ini merupakan hasil transformasi dari Plasa.com pada tahun 2014 lalu. Seperti yang telah diulas sebelumnya, Blanja.com merupakan hasil kerja sama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Telkom dengan situs eBay yang juga sudah menutup operasinya.
Namun pada September 2020, Blanja.com mengikuti jejak e-commerce terdahulunya yang harus gulung tikar. Melalui keterangan resmi dari pihak Telkom diungkapkan bahwa kontribusi bahwa kontribusi Blanja.com terhadap pendapatan perseroan relatif kecil dan tidak material.
Masa pagebluk yang menyerang perekonomian RI turut memperparah keuangan perusahaan. Alasan lainnya adalah karena Telkom memiliki stategi baru dalam mengembangkan bisnis e-commerce. Perusahaan pelat merah ini mengaku akan beralih ke sektor e-commerce dengan model bisnis B2B (business to business). Segmen ini diklaim sudah lama digarap oleh Telkom untuk melayani nasabah-nasabah bisnis dan enterprise.
Siapa lagi yang bakal jadi korban ketatnya persaingan bisnis e-commerce? (SKO)