fab.jpg
Tekno

Ukraina Akui Tak Bisa Melawan Senjata Rusia Ini

  •  KYIV-Selain serangan rudal seperti yang terjadi selama beberapa hari terakhir, penggunaan bom udara-ke-permukaan jarak jauh Rusia menjadi tantangan bagi U

Tekno

Amirudin Zuhri

KYIV-Selain serangan rudal seperti yang terjadi selama beberapa hari terakhir, penggunaan bom udara-ke-permukaan jarak jauh Rusia menjadi tantangan bagi Ukraina yang semakin meningkat.

Bom luncur berpemandu biasanya lebih murah dan lebih mudah diproduksi daripada rudal bertenaga. Dalam konteks Ukraina, mereka akan mengizinkan jet taktis Rusia  melepaskan senjata di luar jantung payung pertahanan udara musuh. Ini  memungkinkan serangan lintas batas tanpa risiko ekstrim kehilangan pesawat peluncur.

Juru bicara Angkatan Udara Ukraina Kolonel Yuri Ignat pada Selasa 3 Mei 2023 mengatakan setiap hari sekitar 20 bom ini terbang ke area garis depan. Bom  dapat terbang sekitar 70 kilometer  dan mereka dapat menargetkan fasilitas infrastruktur kritis.

Ihnat mengakui pertahanan udara mereka  tidak efisien melawan bom itu sendiri. “Cara yang paling baik adalah dengan mencoba menjatuhkan pembawa amunisi yang biasanya adlaah Su-34 sebelum melepaskan senjatanya,” katanya.

Untuk melakukan itu, Ignat mengatakan Ukraina membutuhkan sistem pertahanan udara yang lebih mumpuni daripada rangkaian sistem era Soviet seperti S-300 yang dimilikinya saat ini. Kabar baiknya, kata Ignat, mereka sekarang  memiliki beberapa peralatan Barat yang memungkinkan untuk menargetkan pesawat musuh pada jarak 150 kilometer. Pernyataan ini mengacu pada dua sistem pertahanan udara Patriot  yang disumbangkan oleh Amerika dan upaya bersama Jerman serta Belanda. 

Dengan lebih banyak Patriot, Ukraina dapat menjauhkan pesawat Rusia dari perbatasan atau menembak jatuh mereka. Tetapi Ignah mengakui hanya memiliki dua batalyon Patriot jelas tidak cukup. Itulah yang membuat mereka menunggu keputusan tentang F-16 buatan Amerika. Pesawat ini diyakini bisa menjalankan perannya dalam pertahanan udara.

Bom dipandu Rusia telah menjadi masalah sehingga otoritas Orihiv di  Zaporizhzhia mengklaim tidak ada lagi anak-anak di sana sebagai akibat  pengeboman  terus-menerus oleh senjata-senjata itu. Wakil Walikota Orinhiv Svitlana Mandrych  mengatakan  ini adalah bom yang sangat besar. Beratnya berat 500 kilogram dan  1.500 kilogram  serta  kekuatan penghancur yang sangat besar.  Menurut Mandrych hampir 80% rumah dan sektor swasta telah dihancurkan atau rusak akibat senjata tersebut.

Grom

Grom

Baik Ignat maupun Mandrych tidak menyebutkan jenis bom dipandu yang digunakan  Rusia. Tetapi kemungkinan besar adalah rudal Grom. Bukti visual pertama penggunaan senjata ini muncul pada bulan Maret.

Grom adalah senjata udara ke permukaan dengan sepasang sayap pop-out. Ini  memberikan kemampuan stand-off yang lebih lama. Senjata ini memiliki jangkauan yang dilaporkan sekitar 90 hingga 100 km. Tergantung pada sumbernya. Ada dua versi. Yang pertama adalah Grom-E1  dipersenjatai dengan hulu ledak fragmentasi eksplosif tinggi yang beratnya hanya di bawah 300 kg.  Yang kedua adalah Grom-E2 yang kabarnya didasarkan pada badan bom KAB-500D.

Pada Januari 2023 juga muncul gambar yang muncul dari apa yang tampak seperti FAB-500M-62 dengan kit terpasang yang menampilkan sayap pop-out. Senjata dimuat ke jet tempur Fullback Rusia. Meski tidak jelas jenis modifikasinya, tetapi kit sayap masih memungkinkan bom untuk menyerang target lebih jauh.

Bom-bom ini telah dibandingkan dengan keluarga Joint Direct Attack Munition (JDAM) Amerika. Senjata yang juga dikirim ke Ukraina. JDAM standar menggunakan kombinasi sistem navigasi inersia  dan panduan GPS. Bergantung pada ketinggian pelepasan, JDAM-Extended Range kelas 225 kg dengan kit sayap dapat mencapai target hingga 65 km jauhnya.

Jadi meskipun baik Ignat maupun Mandrych tidak menentukan jenis bom dipandu yang digunakan Rusia, jika pernyataan mereka benar-benar akurat, tampaknya Moskow telah mencapai beberapa tingkat kemampuan bom luncur dalam skala besar.