CSTO2.jpg
Dunia

Ukraina Serang Rusia, ke Mana CSTO?

  • Pasal 4 CSTO mirip dengan Pasal 5 NATO. Bahwa jika salah satu Negara anggota menjadi sasaran agresi, maka hal tersebut akan dianggap oleh Negara peserta sebagai agresi terhadap semua Negara pihak yang menjadi bagian dari perjanjian ini.

Dunia

Amirudin Zuhri

JAKARTA- Dua minggu telah berlalu sejak Ukraina menginvasi wilayah Kursk di Rusia. Tetapi masih belum ada reaksi sama sekali Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif atau CSTO. Bahkan muncul pertanyaan apakah organisasi ini mampu menerapkan langkah-langkah respons militer jika kewajiban itu datang.

NATO punya Pasal 5 yang menyebutkan serangan terhadap satu anggota akan dianggap sebagai serangan terhadap seluruh aliansi.  CSTO di sisi lain memiliki Pasal 4 dari  Perjanjian Keamanan Kolektif yang ditandatangani pada 15 Mei 1992. Perjanjian yang kemudian diubah dengan protokol yang ditandatangani pada  10 Desember 2010.

Pasal 4 CSTO mirip dengan Pasal 5 NATO. Bahwa jika salah satu Negara anggota menjadi sasaran agresi, maka hal tersebut akan dianggap oleh Negara peserta sebagai agresi terhadap semua Negara pihak yang menjadi bagian dari perjanjian ini.

Saat ini Rusia jelas telah mengalami agresi. Serangan ke Kursk jelas merupakan serangan bersenjata yang mengancam keamanan, stabilitas, integritas teritorial, dan kedaulatan. Hal-hal yang disebutkan dalam Pasal 4. Tetapi kenapa CSTO tidak bereaksi?

CSTO sendiri  beanggotakan enam negara. Mereka adalah Armenia, Belarusia Kazakhstan, Kyrgyzstan, Rusia, dan Tajikistan. Azerbaijan dan  Georgia sempat menjdai anggota tetapi kemudian keluar.

Hal yang perlu dipahami jika terjadi agresi terhadap salah satu negara CSTO, maka untuk bisa mendapatkan bantuan negara yang diserang harus mengajukan permintaan.  Batu setelah itu negara lain akan segera memberikan bantuan yang diperlukan. Ini termasuk bantuan militer. Termasuk memberikan dukungan dengan sarana yang mereka miliki untuk melaksanakan hak atas pertahanan kolektif. 

Dengan demikian, penyediaan bantuan militer yang diperlukan dikaitkan dengan permintaan resmi dari negara CSTO yang menjadi sasaran agresi. Dalam kasus Kursk tentu saja harus ada permintaan dari Moskow. 

Sejauh ini Rusia tidak atau belum mengajukan permintaan seperti itu. Tentu ada alasan kenapa Rusia tidak melakukan. Bisa jadi karena Rusia masih merasa mampu mengatasi serangan itu sendiri. Atau tidak mau menempatkan sekutunya dalam posisi yang sulit. Tetapi juga bisa karena masalah harga diri. Moskow dianggap sebagai induk semang dari CSTO yang melindungi negara lain.  Meminta bantuan hanya akan menunjukkan Rusia terbukti lemah. Atau Moskow juga menyadari permintaan yang diajukan tetap saja tidak akan memberi banyak manfaat.

Harus diakui CSTO benar-benar tidak ada suaranya. Tidak hanya sejak Rusia memulai invasi pada Februari 2022, bahkan saat Ukraina menyerang Kursk, tidak ada tanggapan sama sekali. 

Saat ini, organisasi tersebut diketuai oleh Kazakhstan.  Sebagai ketua negara ini sebenarnya dapat saja memulai penyelenggaraan sesi luar biasa Dewan Keamanan Kolektif (CSC). Kemudian mengadopsi dokumen yang setidaknya mengecam tindakan rezim Kiev. Bahkan hal itu tidak ada sama sekali. Anggota CSTO cenderung tidak peduli bahkan meninggalkan Rusia sendirian. 

Konflik Armenia

Semua memang tidak sesederhana yang dibayangkan. Ambil contoh masalah Armenia yang telah menyebabkan aktivitas CSTO yang hampir terbatas.

Awal tahun ini, negara tersebut mengumumkan pembekuan partisipasi dalam blok militer-politik. Mereka menolak untuk membayar kewajiban, dan mengajukan pertanyaan tentang langkah logis berikutnya  yakni penarikan diri dari CSTO.

Setelah serangan Kursk, komentator pro-pemerintah di ibu kota Armenia mulai menunjukkan dengan sarkasme yang tidak terselubung. Yakni republik Transkaukasia tersebut tidak dapat membantu Moskow dengan cara apa pun. Bahkan dengan penilaian politik atas petualangan Kiev. 

Petunjuk kuat tentang keadaan yang diketahui terlihat jelas. Seperti yang diketahui selama pertemuan puncak CSTO dan pertemuan CSC di Yerevan pada  23 November 2022,  Armenia meminta sekutu mengeluarkan kecaman politik atas tindakan agresif Azerbaijan. Perdana Menteri Nikol Pashinyan  yang memimpin pertemuan puncak saat itu berusaha keras untuk mendapat dukungan politik tersebut. Tetapi upayanya sia-sia . Akhirnya dia menolak untuk menandatangani dua dokumen pertemuan Dewan Keamanan.

Sejak bulan terakhir musim gugur 2022, kepala pemerintahan Armenia menyimpan dendam  kuat terhadap rekan-rekannya di CSTO. Dan  ini menjadi titik awal pembekuan partisipasi Yerevan dalam organisasi. Kemudian Pashinyan berulang kali secara terbuka menekankan posisi bahwa Armenia bukanlah sekutu Rusia di Ukraina.

Masalahnya tidak datang dari Armenia saja. Sejumlah anggota CSTO lainnya juga tidak bersemangat untuk menyatakan posisi yang jelas dan tidak ambigu. Ambil contoh Kazakhstan. Pada 14 Agustus 2024 Kementerian luar negerinya mengeluarkan pernyataan terkait Kursk. Pernyatannya merujuk pada prinsip internasional tentang integritas territorial. Dann menyerukan penyelesaian semua konflik antarnegara secara eksklusif dengan cara damai. Terutama  dengan penggunaan alat politik dan diplomatik secara ekstensif.

Pernyataan itu menyebutkan Kazakhstan menekankan perlunya semua negara mematuhi Piagam PBB yang dengan jelas mengabadikan prinsip integritas teritorial negara. Sama sekali tidak ada pernyataan mengecam Ukraina yang menyerang sekutunya. Pernyataannya normatif. Mengangkat isu terkait penghormatan integritas territorial, juga bisa menunjuk ke Rusia. Karena Moskow adalah pihak pertama yang melalukan agresi ke tetangganya.

Belarusia Hati-Hati

Bahkan Belarusia juga bersikap sangat hati-hati. Meski mereka adalah sekutu utama Rusia. Presiden Belarusia Alexander Lukhasenko yang biasanya sangat keras kini bersikap moderat. Dia hanya menyerukan kepada Rusia dan Ukraina untuk duduk bersama, berbicara dan menghentikan perang. Lukhasenko menimpakan semua masalah ini kepada NATO yang disebut mengadu domba antara Rusia, Ukraina dan Belarusia.

Tanpa bukti yang jelas Lukhasenko juga mengatakan Ukraina telah mengerahkan pasukannya ke perbatasan dengan Belarusia. Bahkan jumlahnya mencapai 120.000 orang. Sebuah angka fantastis yang hampir tidak masuk akal. Di saat Ukraina kekurangan sumber daya, ada kekuatan sebesar itu yang dikerahkan ke daerah yang relatif aman.

Sebenarnya ujung pernyataan Lukashenko jelas. Dia ingin mengatakan kepada Rusia bahwa Belarusia juga sedang sibuk dengan urusan keamanan di dalam negeri. Untuk mengimbangi gerakan Ukraina yang dia klaim, Belarusia harus mengerahkan sepertiga kekuatan militernya di perbatasan.

Bagaimanapun api panas terus disemburkan Amernia.  Kritikus  CSTO di negara ini mempertanyakan mengapa mereka membutuhkan organisasi yang tidak kompeten seperti itu. Dan bahkan sudah waktunya untuk membubarkan.  Mereka juga meyakini Armenia yang mengambil langkah pertama membekukan hubungan dengan CSTO sebagai cikal bakal pembubarannya. 

Tentu saja penilaian semacam itu jauh dari objektif. Dan  didasarkan pada kebencian Armenia  terhadap sekutu organisasi tersebut. Perang 44 hari di Karabakh yang membuat mereka akhirnya kalah benar memunculkan emosi besar di Armenia. Seperti yang terlihat baru-baru ini ketika Nikol Pashinyan benar-benar memutuskan hubungan dengan Belarusia. Dia menolak untuk berurusan dengan Presiden Alexander Lukashenko .

Armenia juga terus membuat Rusia marah.  Termasuk secara mencolok mengunjungi Bucha Ukraina. Moskow protes keras dan menganggap kunjungan ini sebagai langkah yang tidak bersahabat. 

Harus diakui CSTO pada akhirnya jauh dari sebuah organisasi keamanan kolektif yang diharapkan menyaingi NATO. Dan sepertinya Rusia menyadari mengandalkan mereka juga tidak ada gunanya. Bahkan mungkin hanya akan memunculkan malu dan sakit hati.