Ilustrasi: Tambang nikel PT Aneka Tambang Tbk (Antam) / Pertambangan nikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) / Dok. Antam
Nasional & Dunia

Uni Eropa Kini Usik Nikel Setelah Sawit RI, Mendag Lutfi Siap Tarung di WTO

  • Setelah memblokade ekspor sawit Indonesia, Uni Eropa (UE) kini menggugat Undang-Undang terkait mineral dan batu bara (minerba) yang menyangkut nikel. UE mengklaim, UU tersebut menghambat kompetisi dalam industri besi dan baja.

Nasional & Dunia
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Setelah memblokade ekspor sawit Indonesia, Uni Eropa (UE) kini menggugat Undang-Undang terkait mineral dan batu bara (minerba) yang menyangkut nikel. UE mengklaim, UU tersebut menghambat kompetisi dalam industri besi dan baja.

Sengketa ini merebak setelah Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi menerima informasi dari kantor Atase Perdagangan di Jenewa, Swiss bahwa UE akan melayangkan gugatan.

“Kami menyesalkan langkah UE yang meminta pembentukan panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 14 Januari 2021 untuk menyelesaikan kasus tersebut. Tapi kami siap,” kata Lutfi dalam konferensi pers virtual, Jumat, 15 Januari 2021.

UE sebelumnya mengajukan permintaan konsultasi pada 22 November 2019 sebagai respons diterapkannya larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia mulai 1 Januari 2020.

UE menilai kebijakan Indonesia tersebut melanggar sejumlah ketentuan WTO dan berdampak negatif pada daya saing industri baja di Uni Eropa.

Permintaan pertemuan konsultasi Uni Eropa disetujui Indonesia pada 29 November 2019 dan pertemuan telah dilaksanakan pada 30 dan 31 Januari 2020.

Namun menurut Lutfi, UE tak punya cukup alasan untuk menganggap regulasi dari pemerintah Indonesia menyulitkan kompetisi pasar. Sebab, data Kementerian Perdagangan mencatat nikel yang diimpor oleh UE sangat kecil.

“Akan tetapi, UE menganggap ini mengganggu produktivitas industri mereka karena berdampak kepada 30.000 pekerja langsung dan 200.000 pekerja tidak langsung,” tegasnya.

Muhammad Lutfi dengan Donald Trump dan Luhut Pajaitan / Dok. Kemenko Maritim
Gugatan Minyak Sawit

Selain menanggapi upaya gugatan UE untuk kasus nikel, Lutfi juga memaparkan upaya litigasi pemerintah di WTO terkait hambatan perdagangan produk biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).

Pemerintah Indonesia meyakini, UE yang mengadopsi kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) ini, telah menggunakan berbagai alasan.

Termasuk isu lingkungan untuk menghambat kepentingan Indonesia dalam memajukan sektor sawit nasional, meskipun telah mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan di dalam pengelolaannya.

“UE telah menggunakan parameter yang tidak ilmiah dalam upayanya menghapuskan minyak sawit sebagai input produksi biodiesel,” kata Mendag.

Ini mengabaikan fakta bahwa minyak sawit lebih ekonomis, produktif, lebih sedikit memakan lahan, dan membantu peningkatan ekonomi masyarakat dibandingkan minyak nabati manapun.

Cara itu, lanjut Lutfi, digunakan UE untuk memajukan industri minyak nabatinya yang kurang produktif dan tidak lebih efisien sebagai input produksi biodiesel.

“Pemerintah akan terus mengawal dan memastikan bahwa langkah yang telah dilakukan UE telah melanggar prinsip-prinsip di WTO,” ujarnya. (SKO)