<p>Ilustrasi perusahaan rintisan alias stratup Indonesia yang menyandang gelar unicorn dan decacorn pada 2020. / Foto: Mime.asia</p>
Industri

Bongkar Investor Kakap di Balik Startup Unicorn dan Decacorn Indonesia 2020

  • Di dalam negeri, setidaknya ada 1 perusahaan startup yang berstatus decacorn, diikuti dengan 5 lainnya yang menyandang predikat unicorn.

Industri
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Satu dekade terakhir, perusahaan rintisan atau dikenal dengan startup mulai berjamur, termasuk di Indonesia. Bisnis baru ini memang tumbuh dengan pesat di Tanah Air dengan menawarkan sejumlah keunggulan daripada bisnis konvensional yang tentunya mengedepankan inovasi dalam teknologi digital.

Tidak sedikit pemain startup dalam negeri yang telah sukses membangun bisnisnya. Kesuksesan perusahaan rintisan ini tidak lepas dari inovasinya dalam memberikan solusi atas permasalahan di masyarakat yang selama ini tidak teratasi.

Terdapat sejumlah startup Indonesia yang berkembang pesat dengan nilai valuasi fantastis. Biasanya, ketika sebuah perusahaan startup mulai meraih berbagai prestasi dan nilai valuasinya meningkat, akan ada beberapa level prestasi juga yang turut diraih.

Capaian itu dilihat dari seberapa besar nilai valuasi saham perusahaan. Setidaknya ada tiga level prestasi yang biasa disematkan, yaitu unicorn, decacorn, dan hectocorn.

Perusahaan startup bergelar unicorn adalah perusahaan yang nilai valuasi sahamnya sudah mencapai US$1 miliar atau setara dengan Rp14,7 triliun (kurs Rp14.700 per dolar Amerika Serikat).

Startup Decacorn mempunyai valuasi 10 kali lipat dari unicorn, yaitu sebesar US$10 miliar atau setara Rp147 triliun. Terakhir, prestasi paling tinggi yang pernah disematkan kepada perusahaan startup adalah hectocorn, dengan valuasi US$100 miliar atau sekitar Rp1,47 kuadriliun.

Di dalam negeri, setidaknya ada satu perusahaan startup yang berstatus decacorn, diikuti dengan lima perusahaan rintisan lainnya yang menyandang predikat unicorn. Tidak mudah untuk mencapai level ini, bahkan untuk perusahaa startup di dunia.

Bangga rasanya jika karya anak bangsa dapat bersaing di kancah internasional. Lantas apa saja perusahaan-perusahaan rintisan kelas kakap tersebut? Lalu siapa saja investor yang berada di belakang mereka? Simak ulasan berikut!

Co-CEO Gojek Indonesia Kevin Aluwi. / Dok. Gojek

Gojek

PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Gojek Indonesia didirkan pada tahun 2010 oleh Nadiem Anwar Makarim beserta dua rekannya, Kevin Aluwi dan Michaelangelo Moran. Tujuh tahun berselang, Gojek berhasil mengumpulkan dana lebih dari US$1 miliar dan menjadikannya startup Indonesia pertama yang menyabet gelar unicorn.

Pada tahun 2019, Gojek naik kelas menjadi decacorn setelah meraup dana hampir US$3 miliar hanya pada pendanaan seri F. Artinya, saat ini nilai valuasi perusahaan ditaksir lebih dari US$10 miliar setara Rp147 triliun.

Sejak berdiri, Gojek agak tertutup mengenai daftar nama-nama investor. Barulah pada tahun 2015, Gojek mengumumkan pihaknya mendapatkan suntikan dana pertama dari beberapa venture capital company, antara lain NSI Ventures, Sequoia Capital dan DST Global.

Dengan performa yang baik, Gojek terus memikat para investor untuk menambah pundi-pundi perusahaan. PT Astra International Tbk. (ASII) pun diketahui turut mendanai decacorn super app ini dengan nilai US$136 juta atau sekitar Rp2 triliun. Pendanaan itu adalah investasi terbesar sepanjang sejarah raksasa otomotif Grup Astra di dunia digital. 

Penyedia teknologi pembayaran asal Paman Sam, Visa juga disebut-sebut memberikan dana segarnya kepada Gojek. Hal itu sekaligus menambah jajaran investor utama Gojek  dalam pendanaan Seri F Gojek setelah Mitsubishi, Google, JD.com, dan Tencent.

Selain itu, perusahaan milik orang terkaya di dunia, Amazon diduga sempat bernegosiasi untuk terlibat dalam putaran pendanaan itu. Namun sampai saat ini berita tersebut belum terkonfirmasi.

Ditinggal Nadiem Makarim sebagai pendiri sekaligus CEO-nya yang ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Gojek tidak kehilangan investornya. Facebook dan PayPal tidak mau kalah dalam hal mendanai perusahaan layanan ride hailing ini.

Selain nama-nama diatas, masih ada beberapa investor yang terdaftar menjadi investor Gojek. Mereka adalah Unilever Swiss Holding, PT Pusaka Citra Djokosoetono (Group Blue Bird), SMDV II SG Pte Ltd, PT Mandiri Capital Indonesia, dan  Pegasus Tech Ventures.

Ilustrasi Tokopedia. / Dok. Tokopedia

Tokopedia

Sempat diremehkan oleh orang sekitar, Founder sekaligus CEO Tokopedia William Tanuwijaya sukses menjadikan perusahaan rintisannya seperti sekarang. Berdiri pada tahun 2009, saat ini Tokopedia menjadi platform e-commerce terbesar yang lahir di Indonesia dengan rata-rata kunjungan sebanyak 86 juta kali per bulannya.

Di awal perjalananya, Tokopedia mendapatkan investasi pertamanya dari tempat William bekerja yaitu PT Indonusa Dwitama. Perusahaan tersebut memberikan investasi sebesar Rp2,4 miliar.

Setelah memulai operasionalnya, Tokopedia kembali mendapatkan suntikan dana dari sebuah perusahaan modal ventura asal Singapura, East Ventures. Dana segar diberikan pada saat Tokopedia membuka putaran pendanaan seri A.

Pada pendanaan seri B, venture capital company lainnya menyusul East Ventures yang terlebih dulu mendukung Tokopedia. Nama CyberAgent Venture diketahui turut mendanai e-commerce yang identik dengan warna hijau ini dengan nilai lebih dari Rp10 miliar.

Tahun 2012, melalui pendanaan seri C, Tokped berhasil mengumpulkan sejumlah modal tambahan. Lagi-lagi Tokopedia mendapatkan kepercayaan dari perusahaan modal ventura. Kali ini dari Jepang, Beenos Partner.

Di putaran pendanaan selanjutnya, perusahaan yang berbasis di Jepang yaitu Softbank Group tidak mau kalah dalam mendanai Tokopedia. Tidak perlu menunggu lama, perusahaan pendana lain, Sequoia Capital yang berasal India turut berinvestasi di Tokopedia.

Pada tahun 2017, tepat pada perayaan ulang tahun perusahaan ke-8, Tokopedia mengumumkan telah menerima suntikan dana segar dari Alibaba Group. Nilainya terbilang fantastis, yaitu US$1,1 miliar atau lebih dari Rp16 triliun. Pendanaan seri F ini sekaligus membawa Tokopedia berstatus unicorn.

Setelah mendapatkan status tersebut, Tokopedia masih memperoleh kucuran dana sekitar US$ 500 juta atau sekitar Rp7,3 triliun dari investor asal Singapura, Temasek. Kabarnya, itu merupakan putaran pendanaan terakhir perusahaan.

Tidak sampai disitu, rencananya Tokopedia juga akan melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) di dua bursa saham, yakni Indonesia dan Amerika Serikat. Namun ada juga yang mengatakan bukan di AS, melainkan di negara asia lainnya.

Logo Traveloka. / Dok. Traveloka

Traveloka

PT Trinusa Travelindo atau dikenal dengan nama Traveloka merupakan startup penyedia layanan perjalanan berbasis online (Online Travel Agent/OTA). Perusahaan rintisan ini didirikan oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma, dan Albert Zhang pada tahun 2012.

Perusahaan satu ini disebut-sebut sebagai startup travel Asia Tenggara pertama yang mendapat predikat unicorn. Saat ini diperkirakan valuasi saham Traveloka mencapai US$2 miliar lebih.

Traveloka hanya butuh waktu kurang lebih lima tahun untuk memiliki saham di atas US$1 miliar atau Rp14,7 triliun setelah beberapa investor kelas kakap mendanai perusahaan tersebut. East Ventures, Hillhouse Capital Group, Expedia , JD.com dan Sequoia Capital merupakan jajaran investor Traveloka.

Di tengah terpaan krisis akibat pandemi, santer kabar bahwa perusahaan sedang melakukan negosiasi lanjutan dengan sejumlah investor besar lainnya seperti Commercial Bank Pcl, FWD Group Ltd., dan GIC Pte. Dari rencana crowdfunding ini, Traveloka menargetkan dana segar sebanyak US$250 juta atau sekitar Rp3,6 triliun.

Selain itu, startup OTA ini sempat dikabarkan berencana melantai di dua bursa berbeda atau dual listing. Selain akan listing di Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan dengan logo burung Godwit ini juga akan melakukan penawaran saham perdana di negeri Paman Sam.

Ilustrasi Bukalapak / Facebook @bukalapak

Bukalapak

Bukalapak merupakan startup unicorn di bidang e-commerce kedua setelah Tokopedia. Bukalapak didirikan oleh Achmad Zaky, Nugroho Herucahyono dan Fajrin Rasyid, 10 tahun yang lalu. Saat ini tampuk kepemimpinan perusahaan dipegang oleh Rachmat Kaimuddin.

Bukalapak memiliki empat pemegang saham utama yakni, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk.(Emtek), Ant Financial (Alipay), GIC Singapura, dan Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund.

Diketahui bahwa konglomerat media Emtek milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja memiliki 49,21% saham Bukalapak melalui pendanaan seri B dengan total pendanaan sebesar US$20 juta. Terdengar kabar bahwa Emtek telah mendanai startup e-commerce ini sejak setahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2014 dengan nilai investasi US$2,2juta.

Daftar investor selanjutnya datang dari Ant Financial atau dikenal dengan Alipay. Merupakan anak usaha Alibaba Group yang bergerak di bidang teknologi finansial, Ant Financial menjadi investor utama dalam ronde pendanaan senilai US$1,1 miliar atau lebih dari Rp16 triliun pada Agustus 2017.

Pendanaan Bukalapak selanjutnya bersumber dari Mirae Asset Naver Asia Growth Fund dan GIC Singapura. Mirae Asset merupakan perusahaan yang bergerak di sektor finansial. Sementara, Naver bergerak di bisnis internet, termasuk platform chatting Line.

Teranyar, melalui putaran pendanaan seri F perusahaan, Shinhan GIB dari Korea Selatan turut mengambil bagian dalam mendanai e-commerce dengan warna khas ungu ini. Shinhan GIB adalah unit perbankan investasi terintegrasi dari Shinhan Financial Group (SFG) asal negeri K-Pop.

Dompet digital OVO. / Facebook @OVOIDN

OVO

PT Visionet Internasional atau OVO merupakan startup layanan keuangan digital yang diluncurkan pada Maret 2017. Perusahaan ini merupakan rintisan Lippo Group yaitu LippoX.

Pada awalnya, layanan OVO digunakan untuk memfasilitasi sejumlah perusahaan Lippo lainnya seperti Hypermart dan juga RS Siloam. Barulah pada 2018, Tokyo Century memberikan investasi sebesar US$120 juta atau setara Rp1,7 triliun untuk membesarkan OVO melalui Lippo Group.

Pada Juli 2018, OVO mengumumkan kemitraan strategis dengan beberapa perusahaan kakap Indonesia. Perusahaan yang digandeng antaralain Bank Mandiri, Alfamart, Grab, dan Moka. Kemitraan baru ini, bersama dengan kemitraan yang telah dijalin dengan jaringan Lippo, menjadikan OVO sebagai platform pembayaran dengan penerimaan terluas di Indonesia.

Untuk memperluas basis penggunanya, OVO juga mengumumkan kerja sama dengan platform belanja online Tokopedia pada bulan November di tahun yang sama. Tokopedia resmi menggandeng OVO sebagai digital payment pengganti Tokocash.

Dompet digital ini sempat diisukan bahwa investor utama mereka, Lippo Group akan melepas 70% kepemiikan saham atas OVO. Lippo agaknya tidak setuju dengan kebijakan perusahaan yang kerap bakar duit.

Selain itu, di tahun ini terdengar kabar bahwa OVO akan di merger dengan salah satu rivalnya, DANA. Berita ini muncul setelah adanya rencana OVO akan menjual sahamnya kepada Grup Emtek yang juga pemilik saham dompet digital DANA. Ini merupakan imbas dari kebijakan Lippo yang menjual dua pertiga saham OVO.

E-commerce JD ID. / Jd.id

JD.ID

Pada Februari 2020, PT Ritel Bersama Nasional atau JD.ID menjadi penghuni baru daftar startup unicorn di Tanah Air. Zhang Li merupakan CEO dari perusahaan e-commerce yang telah berdiri di Indonesia sejak lima tahun lalu ini.

Situs marketplace ini hadir ke Indonesia sebagai hasil kerja sama strategis antara raksasa e-commerce Cina JD.com dengan private equity Provident Capital. Provident sendiri adalah investor Gojek dan bersama JD.com juga membangun joint venture JD di Thailand.

Sementara itu, Provident Capital adalah perusahaan pemodal yang didirikan oleh Winato Kartono dan Hardi Wijaya Liong. Investasi Provident Capital tersebar di berbagai sektor termasuk telekomunikasi, infrastruktur, pertambangan, real estate, perkebunan, dan biofuel.

Sebelumnya, JD.ID sempat mengumpulkan pendanaan seri F. Dalam pendanaan itu, Gojek ikut berinvestasi bersama dengan Google dan Tencent.

Konglomerat Indonesia Mira Miranda Ambarsari juga disebut-sebut memiliki kepemilikan saham di situs belanja ini. Selain JD.ID, pengusaha wanita ini juga menguasai saham PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) serta perusahaan galangan kapal milik Singapura.