Uniknya Wisata Tambak Garam di Tengah Daratan Grobogan
- Tambak garam pada umumnya seringkali kita jumpai berada di kawasan pesisir pantai atau daerah yang berada di tepi laut.
Destinasi & Kuliner
JAKARTA - Tambak garam pada umumnya seringkali kita jumpai berada di kawasan pesisir pantai atau daerah yang berada di tepi laut. Kondisi seperti ini wajar karena pembuatan garam membutuhkan air dari laut sebagai bahan baku pembuatannya. Air laut akan dipompa atau dimasukkan ke dalam kolam-kolam penampungan untuk selanjutnya dikeringkan menjadi garam.
Namun hal yang berbeda justru dapat ditemui di suatu tempat di wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Tepatnya di Desa Jono, terdapat ladang garam yang berada di tengah-tengah daratan dan jauh dari laut.
Apabila dilihat dari letak geografis, wilayah tambak garam di Desa Jono ini terletak sangat jauh dari pesisir maupun tepi pantai. Lokasinya berada di sebuah tanah lapang di tengah kawasan Desa Jono tersebut. Masyarakat sekitar mengenal kawasan tambak garam darat tersebut dengan nama “klakah”.
Adapun bahan baku untuk pembuatan garam darat di Desa Jono ini bukan berasal dari air laut yang dikeringkan sebagaimana pembuatan garam di wilayah pesisir pada umumnya. Sumber bahan baku garam tersebut justru diperoleh dari sumur-sumur yang digali di kawasan tersebut.
- Perkembangan Inflasi Indonesia Cukup Baik Saat Gejolak Geopolitik Memanas, Rupiah Menguat 29 Poin
- Bea Cukai Tindak Barang-Barang Ilegal Capai Rp6,7 Triliun hingga Mei 2023
- Pertamina Kantongi Rp46,19 Triliun untuk Proyek RDMP Kilang Balikpapan
Air yang memancar dari sumur tersebut memang air asin dan mengandung garam sehingga apabila dikeringkan dapat menghasilkan garam seperti air laut pada umumnya. Proses pembuatan garam di ladang garam darat ini tidak jauh berbeda dengan pengolahan garam di pesisir.
Perbedaan pengolahan garam pada ladang garam darat ini hanya pada cara dan tempat menampung air untuk dikeringkan menjadi garam. Bila pada tambak garam di pesisir menggunakan kolam penampungan, maka di tambak garam darat ini menggunakan bilah bilah bambu sebagai wadah penampung air yang hendak dikeringkan menjadi garam. Hal ini karena volume bahan baku air dari sumur tidak sebanyak bahan baku dari air laut sehingga diperlukan wadah untuk menampungnya.
Hingga saat ini masih terdapat petani garam darat yang masih berproduksi di kawasan tersebut meskipun kini jumlahnya tidak lagi sebanyak dahulu. Mayoritas dari mereka melakukan pengolahan garam secara tradisional dan masih mengandalkan alam untuk proses pembuatannya.
Air asin dari sumur yang telah ditampung pada bilah-bilah bambu kemudian akan diletakkan pada suatu tempat lapang. Bilah-bilah bambu berisi air asin tersebut akan disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan sehingga terlihat membentang luas di kawasan sekitar tambak garam darat tersebut.
- Perkembangan Inflasi Indonesia Cukup Baik Saat Gejolak Geopolitik Memanas, Rupiah Menguat 29 Poin
- Bea Cukai Tindak Barang-Barang Ilegal Capai Rp6,7 Triliun hingga Mei 2023
- Pertamina Kantongi Rp46,19 Triliun untuk Proyek RDMP Kilang Balikpapan
Adapun proses pengeringan air asin menjadi garam ini membutuhkan waktu selama beberapa hari tergantung cuaca. Apabila cuaca sedang terik maka tidak butuh waktu lama untuk mengubah air yang ditampung di bilah bambu menjadi garam. Namun sebaliknya apabila cuaca sedang tidak bersahabat maka butuh proses yang lebih lama untuk sekedar mendapatkan garam.
Hal langka dan unik yang terjadi di Desa Jono ini telah berlangsung selama puluhan tahun silam bahkan sejak era kolonial. Pemandangan langka yang tidak ditemui di daerah lain ini menjadi suatu nilai lebih pada kawasan tersebut. Tidak heran jika tambak garam darat ini dijadikan sebuah tempat wisata mengingat hal unik serta ciri khas yang melekat pada tempat tersebut.