Untuk Transisi Energi, Asia Tenggara Butuh Rp448 Kuadriliun
- Laporan tersebut menyatakan dibutuhkan suntikan dana sebesar US$29,4 triliun atau setara dengan Rp448 kuadriliun (Kurs Rp15.000) hingga tahun 2050.
Energi
DENPASAR - Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, di acara Sustainable Energy Financing And Mobilization of Energy Investments To Ensure Energy Security And Achieve NDCs In ASEAN di Bali 23 Agustus 2023 lalu memaparkan laporan dari the International Renewable Energy Agency (IRENA) seperti dilaporkan oleh situs resmi Kementerian ESDM.
Laporan tersebut mengungkapkan perlunya modal besar untuk mewujudkan terjadinya transisi energi di kawasan Asia Tenggara. Laporan tersebut menyatakan dibutuhkan suntikan dana sebesar US$29,4 triliun atau setara dengan Rp448 kuadriliun (Kurs Rp15.000) hingga tahun 2050 untuk melaksanakan transisi energi ASEAN dengan skema 100 persen energi terbarukan.
- Donald Trump Serahkan Diri ke Penjara Georgia
- Peralatan Makan Keramik Indonesia Rambah Ritel Amerika Latin
- Beli LPG 3 kg Bersubsidi Pakai KTP, Ini Cara Daftarnya
Arifin menjelaskan anggaran sebesar itu akan dialokasikan untuk beberapa bidang, termasuk pengembangan pembangkit energi terbarukan, perluasan transmisi baik nasional maupun internasional, distribusi dan penyimpanan energi, penyediaan biofuel, elektrifikasi kendaraan listrik dan pengisian daya, serta mempertimbangkan dampak finansial yang lebih luas seperti biaya bahan bakar, operasional, dan pemeliharaan.
Untuk mencari pembiayaan tersebut, Arifin menjelaskan beberapa cara untuk memperolehnya. “Pertama, pembiayaan campuran yang bentuknya bisa bermacam-macam, seperti hibah, pinjaman lunak dengan persyaratan yang menguntungkan, dan investasi bersama. Kedua, Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) dan Pendanaan Internasional dengan mengakses dana iklim internasional, seperti Green Climate Fund, dapat menyediakan sumber daya tambahan untuk inisiatif energi bersih," jelas Arifin.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), Yudo Dwinanda Priaadi, mengamini hal tersebut. Yudo menjelaskan, “Mendapatkan pendanaan dari negara-negara maju seperti Just Energy Transition Partnerships (JETP), Asia Zero Emission Communities (AZEC), dan Energy Transition Mechanism (ETM) sangatlah penting. Selain itu, pembiayaan ramah lingkungan yang inovatif seperti obligasi ramah lingkungan, perusahaan jasa energi (ESCO), dan skema pembiayaan lainnya didorong untuk dijajaki dan diterapkan.”