Untung Makin Menggunung, Bunga Bank di Indonesia Melambung
- Industri perbankan semakin agresif mengeruk pendapatan bunga. Hal ini tercermin dari margin bunga bersih (net interest margin/NIM) sejumlah bank di Indonesia yang semakin melambung pada semester I-2021.
Korporasi
JAKARTA – Industri perbankan semakin agresif mengeruk pendapatan bunga. Hal ini tercermin dari margin bunga bersih (net interest margin/NIM) sejumlah bank di Indonesia yang semakin melambung pada semester I-2021.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi salah satu pelaku perbankan dengan NIM paling mencolok. NIM atau atau marjin bunga bersih di bank pelat merah ini menyentuh angka 7% pada paruh pertama tahun ini.
Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan nilai NIM perseroan diperoleh lantaran cost of fund yang lebih efisien.
“Hingga akhir Juni 2021 secara konsolidasian kredit BRI tumbuh positif 0,7 persen, sementara itu COF BRI pada Juni 2021 tercatat 2,18 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan COF BRI pada Juni 2020 sebesar 3,54 persen,” jelas Aestika kepada Trenasia.com, Rabu, 25 Agustus 2021.
- Duh! Jumlah Kasus PKPU dan Pailit Meroket Tembus 430 Kasus
- Berbenah Diri, PT PAL Serap Anggaran Rp 1,28 Triliun
- Tak Hanya Kuota Internet, Mahasiswa Bisa Dapat Rp2,4 Juta Dana Bantuan COVID-19, Ini Syaratnya
Meski miliki marjin bunga bersih yang tinggi, kinerja kredit BRI masih mampu tumbuh positif pada semester I-2021. Secara bank only, BRI membukukan penyaluran kredit hingga Rp929,40 triliun.
Dalam menjaga NIM sekaligus COF, BRI tampaknya masih bertumpu pada segmen kredit dana murah. Sebab, dana murah atau CASA ini mendominasi 59,56% dari struktur kredit BRI.
Angka itu meningkat dari semester I-2020 yang hanya 55,81%. Peningkatan struktur CASA ini yang memicu BRI mengalami penurunan COF hingga 2,18% pada semester I-2021.
Meski masih membenahi proses restrukturisasi, BRI menjaga rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di angka 3,3%. Aestika mengatakan strategi BRI untuk selektif terhadap calon debitur membuat kinerja NPL masih bisa tetap stabil.
“Beberapa strategi yang dilakukan BRI yakni menyalurkan kredit secara selektif serta aktif melakukan restrukturisasi kredit terdampak COVID-19. Hingga akhir Juni 2021, tercatat restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 di BRI telah mencapai sebesar Rp 175,2 triliun atau turun sebesar Rp56,53 triliun,” ucap Aestika.
Aestika mengatakan perseroan telah mengambil langkah preventif terhadap kondisi asetnya dengan memperkokoh NPL coverage. Di akhir Juni 2021, NPL Coverage BRI lagi-lagi paling mentereng, yakni 254,84%.
Hanya PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mendekati angka NPL Coverage dari BRI. Bank swasta terbesar ini mencatatkan NPL Coverage 236% pada semester I-2021.
”Pencadangan yang ditetapkan ini dialokasikan dengan mempertimbangkan kondisi restrukturisasi BRI saat ini. Karena memang kita masih menghadapi restrukturisasi,” tegas Aestika.
Peningkatan NIM juga ditemukan di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI). Per semester I-2021, NIM Bank Mandiri stabil di level 5%.
Angka itu sejalan dengan guideline Bank Mandiri yang mematok NIM di level 4,9%-5,1% pada tahun ini. Rupanya, tidak semua bank mengalami nasib mujur berupa kenaikan NIM.
PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) mengalami penurunan NIM dari 4% menjadi 3,9% pada semester I-2021. Di periode yang sama, NIM BCA dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) mengalami penurunan menjadi 5,3% dan 7,5%.
Stabilitas NIM di Bank Mandiri membuat perseroan optimistis mendongkrak pertumbuhan kreditnya di tahun ini. Dengan pertumbuhan kredit yang signifikan, potensi pendapatan bunga bersih pun bisa semakin dioptimalkan bank berlogo pita kuning tersebut. Bahkan, Bank Mandiri berani memasang target pertumbuhan kredit hingga dobel digit.
“Melihat kondisi itu, kami memproyeksikan kredit secara konsolidasi masih mampu tumbuh sesuai target di awal tahun di sebesar 11-13 persen dan secara bank only 6-7 persen,” jelas Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha saat dihubungi pada Rabu, 25 Agustus 2021.
Emiten pelat merah bersandi saham BMRI ini meraih kinerja yang tidak mengecewakan pada paruh pertama 2021. Secara konsolidasian, penyaluran kredit Bank Mandiri tumbuh 16,4% yoy menjadi Rp1.014,3 triliun.
Segmen wholesale banking masih jadi primadona di Bank Mandiri dengan membukukan realisasi penyaluran kredit sebesar Rp534,2 triliun atau 52,6% dari total kredit. Adapun penyaluran segmen kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tumbuh agresif 20,01% yoy menjadi Rp98,3 triliun.
Secara bank only, Bank Mandiri membukukan penyaluran kredit Rp997,78 triliun atau tumbuh 13,97% year to date (ytd). Dalam menjaga profitabilitas, Bank Mandiri coba melakukan manuver dengan menggenjot pendapatan dari ceruk fee based income.
“Kami juga mendorong pertumbuhan fee based income terutama yang bersumber dari fee based transaksional,” jelas Rudi.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, pendapatan operasional Bank Mandiri mampu tumbuh 5,1% yoy menjadi Rp13,43 triliun dari sebelumnya Rp12,77 triliun.
Dari nilai itu, pendapatan dari provisi dan komisi berkontribusi 58% atau setara Rp7,50 triliun. Pendapatan pada segmen transaksi e-channel tercatat tumbuh paling agresif, yakni dari Rp1,2 triliun pada semester I-2020 menjadi Rp1,45 triliun pada semester I-2021.
Sama seperti BRI, Bank Mandiri juga masih memiliki beban restrukturisasi kredit sebesar Rp96 triliun pada akhir Juni 2021. Nilai ini sudah mengempis dibandingkan dengan total persetujuan Rp126,5 triliun kepada 548.000 debitur.
Adapun NPL gross Bank Mandiri berada di posisi 3,08% pada semester I-2021 atau turun 21 basis poin (bps) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Meski ada restrukturisasi, kualitas kredit yang terjaga di bank-bank jumbo masih terkendali berkat adanya intervensi kebijakan dari pemerintah.
Restrukturisasi Kredit Diperpanjang
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bakal memperpanjang restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2023. Dirinya pun telah mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerbitkan beleid anyar soal restrukturisasi.
Sebelumnya, OJK memberikan stimulus perpajakan restrukturisasi hingga 31 Maret 2022. Ketentuan itu termaktub dalam Peraturan OJK (POJK) nomor 48 tahun 2020 yang merupakan revisi atas POJK nomor 11 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional.
Airlangga beralasan perpanjangan restrukturisasi ini bertujuan agar perbankan tidak harus menggenjot rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR).
"Kami sudah minta diperpanjang sampai 2023 agar persyaratan perbankan tidak perlu melakukan tambahan untuk proteksi CAR,” jelas Airlangga dalam Rapat Koordinasi Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Selasa, 24 Agustus 2021.
OJK melaporkan CAR perbankan pada Juni 2021 masih berada di level 24,33%. Lebih lanjut, Airlangga memprioritaskan debitur yang merupakan pelaku usaha berorientasi ekspor diprioritaskan mendapat restrukturisasi.
“Apabila orientasinya ekspor tentu akan diberi prioritas, dan pemerintah sudah memberi jaminan kepada perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit,” ungkap Airlangga.
NIM Naik, Kinerja Bakal Moncer?
Meski dikepung restrukturisasi, Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI) Josua Pardede mengatakan pendapatan perusahaan perbankan masih bisa tumbuh pada tahun ini. Tentu saja, kenaikan pendapatan ini ditopang oleh kemampuan NIM perbankan merangkak naik pada tahun ini.
“Peningkatan NIM dari perbankan berkaitan dengan mulai bertumbuhnya kredit di tahun 2021. Dapat terlihat bahwa secara year-to-date, pertumbuhan kredit mampu mencapai 1,82 persen ytd pada semester 1, ini akan berlanjut,” jelas Josua.
Kendati demikian, laju pertumbuhan kredit bakal sedikit tertahan pada kuartal III-2021 akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4. “Setelah PPKM darurat dicabut, pertumbuhan kredit diproyeksikan kembali meningkat beriringan dengan berjalannya aktivitas ekonomi,” jelas Josua.
- Dari Auto Sultan sampai Autotrade, Puluhan Investasi Forex Bodong Diblokir Bappebti
- Bikin Bangga! 5 Produk Asli Indonesia Ini Terkenal di Dunia
- Gelar Rights Issue, BRI Agro Berpotensi Raup Dana Segar Rp4,15 Triliun
Meski diadang PPKM selama lebih dari sebulan, Josua tetap optimistis pertumbuhan kredit bisa menyentuh 5%-6% pada tahun ini.
“Kami perkirakan pertumbuhan kredit hingga akhir tahun akan mampu tumbuh di kisaran 5-6 persen. Pertumbuhan kredit yang meningkat secara langsung akan berdampak pada peningkatan net interest margin dari sektor perbankan secara umum,” jelas Josua.
Dirinya menilai kinerja moncer perbankan sudah tampak dari realisasi semester I-2021. Sejumlah bank besar memang mencatatkan peningkatan laba bersih.
Bank pelat merah seperti BRI meraih laba bersih Rp12,54 triliun atau tumbuh 22,9% yoy. Lalu, Disusul Bank Mandiri yang membukukan kenaikan laba bersih 21,5% menjadi Rp12,50 triliun. Adapun PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) meraih laba bersih Rp5,02 triliun (naik 12,8%) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) sebesar Rp920 miliar (naik 19,87%).
Panen pertumbuhan laba hingga double digit juga dialami bank swasta. CIMB Niaga mencatatkan pertumbuhan laba bersih 22,22% yoy, lalu Bank Danamon 18%, PT Bank BTPN Tbk (BTPN) 47%, hingga BCA 18,1%.