UOB Prediksi Rupiah Bisa Tembus Rp14.000-an, Intip Tren Kurs sejak Pandemi hingga Sekarang
- Ekonom ASEAN PT Bank UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, menyatakan keyakinannya bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan tetap stabil dan cenderung menguat pada tahun 2025.
Perbankan
JAKARTA - Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) selalu menjadi topik penting dalam perekonomian Indonesia.
Sebagai mata uang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor domestik dan global, pergerakan nilai tukar rupiah dapat mencerminkan stabilitas ekonomi, kebijakan moneter, serta kondisi pasar internasional.
Ekonom ASEAN PT Bank UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, menyatakan keyakinannya bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan tetap stabil dan cenderung menguat pada tahun 2025.
Ia memproyeksikan, di kuartal pertama 2025, rupiah akan berada di kisaran Rp15.200 perdolar AS, kemudian turun menjadi Rp15.000 pada kuartal kedua, dan Rp14.800 pada kuartal ketiga.
- Penggunaan Biodiesel Sawit Hemat Devisa Impor Minyak Hingga Rp404 Triliun
- Komitmen Industrialisasi, Jokowi Resmikan Injeksi Bauksit SGAR
- Digugat Soal Proyek Hambalang, Ini Respons Adhi Karya
Menurut Enrico, ada tiga faktor utama yang akan mendukung penguatan rupiah tersebut. Pertama adalah adanya aliran modal masuk (capital inflow), kedua adalah pemangkasan suku bunga yang telah dilakukan oleh The Federal Reserve (The Fed), serta keseimbangan neraca perdagangan yang stabil.
“Faktor-faktor ini akan membuat rupiah lebih stabil dan berpotensi menguat,” ujar Enrico pada Rabu, 25 September 2024 dalam acara UOB Economy Outlook di Jakarta, Rabu, 25 September 2024.
Lebih lanjut, Enrico menjelaskan bahwa penurunan suku bunga oleh The Fed sebesar 50 basis poin (bps) pada pekan lalu tidak menandakan adanya ancaman resesi.
Jika melihat tren pada tiga resesi terakhir, pemangkasan suku bunga oleh The Fed bisa mencapai 500 hingga 600 bps. Oleh karena itu, volatilitas di pasar keuangan saat ini adalah sesuatu yang wajar.
Enrico juga mengingatkan bahwa dari 2011 hingga 2019, rupiah sempat terdepresiasi hingga Rp18.000-Rp 16.000 per dolar AS, yang disebabkan oleh lemahnya fundamental ekonomi seperti defisit transaksi berjalan dan investasi asing langsung (FDI) yang belum cukup kuat. Namun, dengan fundamental ekonomi yang lebih solid saat ini, terutama dalam hal defisit transaksi berjalan dan FDI, Enrico optimistis bahwa nilai tukar rupiah akan terus membaik pada 2025.
Sekarang, mari intip tren pergerakan kurs rupiah terhadap dolar AS sejak pandemi, yang mana sebelum COVID-19 menjangkit, rupiah sempat menembus level Rp14.000-an perdolar AS.
1. Tahun 2020: Dampak Pandemi COVID-19 dan Tekanan Ekonomi Global
Tahun 2020 menjadi salah satu periode tersulit bagi nilai tukar rupiah akibat pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia. Di awal tahun, kurs rupiah berada di kisaran Rp13.600–14.000 per dolar AS, namun seiring dengan penyebaran virus dan ketidakpastian ekonomi global, nilai tukar rupiah mengalami tekanan signifikan.
Pada Maret 2020, rupiah mencapai titik terendah di kisaran Rp16.500 per dolar AS. Hal ini disebabkan oleh kepanikan pasar global yang menyebabkan arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Investor global mencari aset aman seperti dolar AS, yang menyebabkan apresiasi dolar secara signifikan.
Namun, Bank Indonesia (BI) merespons dengan berbagai kebijakan untuk menstabilkan rupiah, termasuk intervensi di pasar valas dan kebijakan moneter yang akomodatif. Pada akhir tahun, kurs rupiah berhasil menguat dan stabil di kisaran Rp14.000–14.500 per dolar AS.
Kestabilan ini juga dipengaruhi oleh kebijakan fiskal pemerintah Indonesia dalam menangani dampak ekonomi dari pandemi, termasuk stimulus fiskal dan pemulihan sektor ekonomi domestik.
Baca Juga: UOB Targetkan Pertumbuhan Kredit Dua Kali Lebih Tinggi dibanding Proyeksi Industri Perbankan
2. Tahun 2021: Stabilitas Pascapandemi COVID-19
Pada 2021, kurs rupiah bergerak relatif stabil meskipun masih di bawah bayang-bayang pandemi COVID-19. Sepanjang tahun, rupiah diperdagangkan di kisaran Rp 14.000–14.500 per dolar AS. Pemulihan ekonomi global setelah pandemi menjadi salah satu faktor yang menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada saat itu.
Bank Indonesia berperan aktif dalam menjaga stabilitas rupiah dengan kebijakan suku bunga yang rendah untuk mendukung pemulihan ekonomi. Meskipun demikian, menjelang akhir tahun, varian baru COVID-19 menyebabkan ketidakpastian pasar global dan menekan nilai tukar rupiah. Kurs sempat melemah ke angka Rp 14.300–14.500 per dolar AS di penghujung tahun 2021.
3. Tahun 2022: Tekanan Global dan Kenaikan Suku Bunga The Fed
Memasuki 2022, tantangan global semakin meningkat. Krisis energi dan pangan akibat perang Rusia-Ukraina serta inflasi tinggi di berbagai negara membuat ekonomi dunia menghadapi ketidakpastian yang lebih besar.
Dalam konteks ini, rupiah tertekan oleh penguatan dolar AS, terutama akibat kebijakan Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga acuan secara agresif untuk meredam inflasi di AS.
Penguatan dolar AS yang didorong oleh kebijakan moneter ketat The Fed membuat rupiah melemah ke kisaran Rp 15.000–15.700 per dolar AS sepanjang tahun 2022.
Meskipun demikian, intervensi aktif Bank Indonesia dan langkah-langkah kebijakan yang tepat berhasil mencegah pelemahan lebih lanjut. Namun, pada akhir tahun, rupiah tetap berada di level yang lebih lemah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
- Biaya Pemasangan PLTS di Rumah, Berikut Rinciannya
- Inilah Perusahaan-Perusahaan di Indonesia yang Memanfaatkan PLTS
- Komisi XI DPR Curigai Adanya Pengaturan Diskriminatif dalam RPMK Terkait Rokok Elektrik
4. Tahun 2023: Pemulihan Pasar dan Kebijakan Bank Indonesia
Di tahun 2023, nilai tukar rupiah menunjukkan pergerakan yang relatif lebih stabil meskipun masih dipengaruhi oleh dinamika global yang penuh tantangan.
Kurs rupiah terhadap dolar AS berkisar antara Rp 14.500–15.500 per dolar AS sepanjang tahun. Pemulihan ekonomi global yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, terutama di sektor perdagangan dan kestabilan harga komoditas, membantu rupiah untuk tetap berada dalam kisaran yang lebih stabil.
Sentimen positif terhadap perekonomian domestik, terutama menjelang Pemilu 2024, membantu menahan pelemahan lebih lanjut. Investasi asing juga turut memberikan dorongan, meskipun tantangan dari ketidakpastian global, seperti kebijakan suku bunga The Fed dan ketegangan geopolitik, tetap memengaruhi pergerakan nilai tukar.
5. Tahun 2024: Tantangan dan Prospek Nilai Tukar Rupiah
Memasuki 2024, nilai tukar rupiah diprediksi masih akan menghadapi fluktuasi yang dipengaruhi oleh dinamika global. Sejak awal tahun hingga Agustus, rupiah berada di kisaran Rp15.900–16.400 per dolar AS.
Sejumlah faktor utama yang akan memengaruhi kurs rupiah di tahun ini antara lain kebijakan moneter global, terutama keputusan suku bunga dari The Fed, European Central Bank, dan bank sentral utama lainnya.
Faktor-Faktor Utama yang Mempengaruhi Kurs Rupiah
Berbagai faktor memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam lima tahun terakhir, di antaranya:
- Kebijakan Moneter The Fed: Kenaikan suku bunga di AS yang menyebabkan penguatan dolar AS dan melemahnya mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah.
- Harga Komoditas Global: Sebagai negara pengekspor komoditas, harga komoditas seperti batu bara, minyak sawit, dan gas alam sangat memengaruhi pendapatan devisa Indonesia dan pada akhirnya memengaruhi kurs rupiah.
- Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Domestik: Stabilitas ekonomi dalam negeri, terutama terkait inflasi yang terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang positif, turut mendukung kestabilan nilai tukar.
- Arus Modal Asing: Investasi asing langsung (FDI) dan investasi portofolio ke pasar modal Indonesia memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas kurs.
- Kondisi Geopolitik Global: Konflik internasional seperti perang Rusia-Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, dan hubungan dagang global berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.