logo
Penyaluran 50 kg ikan oleh eFishery bersama Garda Pangan
Nasional

Update Kasus eFishery: Overclaim Soal Teknologi hingga Lonjakan Gaji CEO

  • Permasalahan serius mulai terungkap ketika laporan audit menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam laporan keuangan eFishery.

Nasional

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Startup teknologi akuakultur eFishery, yang sebelumnya dikenal sebagai pelopor dalam industri perikanan dengan inovasi digitalnya, kini menghadapi ujian berat. Perusahaan ini tersandung dalam skandal manipulasi laporan keuangan yang berujung pada penghentian operasional, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, dan ancaman likuidasi. 

Kasus ini tidak hanya mengguncang industri perikanan, tetapi juga para petani ikan yang telah lama bergantung pada layanan eFishery.

Dampak eFishery bagi Petani Ikan 

Sejak berdiri, eFishery telah menjadi bagian integral dari ekosistem akuakultur di Indonesia. Dengan teknologi eFisheryFeeder, banyak petani ikan dapat mengoptimalkan pemberian pakan dan menekan biaya operasional.

Mujahid, Ketua Kelompok Petani Ikan di Tasikmalaya, Jawa Barat, mengungkapkan bahwa teknologi ini telah membantu meningkatkan efisiensi budidaya. 

"Sebelum pakai eFisheryFeeder, kami sering boros pakan sehingga sulit bersaing. Sekarang, kami bisa hemat dan hasil panen jadi lebih baik," ungkapnya melalui keterangan tertulis, dikutip Selasa, 4 Maret 2025.  

Selain itu, program pendanaan seperti KABAYAN (Kasih Bayar Nanti) juga memberikan akses pembiayaan bagi para pembudidaya ikan yang sebelumnya kesulitan mendapatkan modal.

Namun, dengan terhentinya operasional eFishery, nasib ribuan petani ikan kini berada dalam ketidakpastian. Mereka berharap ada solusi agar program yang telah membantu mereka tetap bisa berjalan.

Teknologi Tidak Secanggih yang DIklaim Perusahaan

Laporan FTI Consulting mengungkapkan bahwa aplikasi utama eFishery tidak terhubung dengan sistem akuntansi, dan banyak transaksi masih dilakukan secara manual. 

Investigasi juga menemukan bahwa teknologi masih dalam tahap awal, dengan hanya 6.300 eFeeder yang digunakan (5.300 disewa dan 1.000 dibeli), jauh di bawah klaim 400 ribu unit kepada investor. Selain itu, tidak ada perangkat penginderaan di kolam untuk menyampaikan data penting.

Dari total investasi US$314 juta yang diperoleh eFishery dari lima kali penggalangan dana, hanya US$8,5 juta (2,7%) yang disalurkan untuk pengembangan teknologi. 

Draf laporan menyebutkan bahwa tambahan US$8 juta masih diperlukan untuk mencapai integrasi teknologi penuh. Data yang dikumpulkan oleh eFishery juga terbatas, menyebabkan prediksi pakan ikan memiliki tingkat kesalahan hampir 50%.

Dugaan Manipulasi Laporan Keuangan dan Skandal Manajemen

Permasalahan serius mulai terungkap ketika laporan audit menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam laporan keuangan eFishery. 

Investigasi yang dilakukan oleh FTI Consulting mengungkap bahwa perusahaan sebelumnya mengklaim pendapatan sebesar US$752 juta dengan keuntungan US$16 juta dari Januari hingga September 2024. 

Namun, kenyataannya, eFishery justru mengalami kerugian sebesar US$35,4 juta dengan pendapatan hanya sekitar US$157 juta.

Tak hanya itu, jumlah eFeeder yang diklaim beroperasi sebanyak 400.000 unit ternyata hanya sekitar 6.300 unit, dan dari jumlah tersebut, hanya 600 unit yang benar-benar mengirimkan data operasional. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi bisnis eFishery selama ini.

Baca Juga: Polisi Singapura Bersiap Investigasi Bos eFishery

Lonjakan Gaji CEO yang Mencurigakan 

Salah satu aspek yang mencuri perhatian adalah kenaikan gaji pendiri sekaligus CEO eFishery, Gibran Huzaifah. Berdasarkan laporan audit, gajinya melonjak dari Rp29 juta per bulan pada 2018 menjadi Rp1,28 miliar per bulan pada 2024. 

Kenaikan ini disebut-sebut seiring dengan meningkatnya valuasi perusahaan, yang belakangan diketahui ternyata didorong oleh laporan keuangan yang dimanipulasi.

Persetujuan dewan komisaris atas kenaikan gaji ini diduga erat kaitannya dengan keberhasilan eFishery dalam menggalang dana dari investor. 

Pada Juli 2023, perusahaan berhasil mengumpulkan pendanaan seri D sebesar US$200 juta, yang mendorong valuasi eFishery mencapai US$1,35 miliar. Namun, dengan terungkapnya skandal ini, para investor kini tengah mempertimbangkan opsi restrukturisasi atau bahkan likuidasi perusahaan.

PHK Massal dan Kerugian Investor 

Sebagai dampak dari skandal ini, eFishery mengambil langkah drastis dengan memutus hubungan kerja 98% dari 1.500 karyawannya. Perusahaan juga berencana membayarkan pesangon kepada karyawan yang terdampak PHK pada 25 Februari 2025 lalu.

Di sisi lain, investor mengalami kerugian besar akibat skandal ini. Beberapa investor besar seperti SoftBank, Northstar Group, dan Temasek kini menghadapi potensi kehilangan investasi mereka hingga 91,7%. 

Laporan menunjukkan bahwa total dana yang telah dikumpulkan eFishery mencapai US$314 juta hingga US$315 juta, namun kini perusahaan menghadapi ancaman likuidasi karena tidak lagi layak secara komersial.

Kredit Macet dan Dampaknya bagi Nelayan 

Salah satu faktor yang memperburuk kondisi eFishery adalah tingginya kredit macet dari program pembiayaan Kabayan. Laporan FTI Consulting menunjukkan bahwa utang macet nelayan dan pembudidaya ikan di ekosistem eFishery mencapai US$51,5 juta atau sekitar Rp848 miliar. 

Dari total piutang usaha eFishery sebesar US$68 juta, sekitar 76% dianggap sebagai kredit macet yang telah jatuh tempo lebih dari 60 hari.

Tingginya angka kredit macet ini menjadi beban besar bagi perusahaan karena eFishery yang bertanggung jawab atas pinjaman tersebut. Proses penagihan pun terhambat oleh faktor geografis dan kondisi ekonomi nelayan yang tersebar di seluruh Indonesia, banyak di antaranya masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Masa Depan eFishery: Restrukturisasi atau Likuidasi? 

Saat ini, investor tengah melakukan pemungutan suara untuk menentukan nasib eFishery. Opsi yang tersedia adalah merestrukturisasi perusahaan atau melikuidasi asetnya. 

Berdasarkan laporan FTI Consulting, investor dapat memperoleh kembali hingga US$42,7 juta dari likuidasi aset di Indonesia, meskipun angka tersebut bisa lebih rendah setelah memperhitungkan kewajiban dan biaya pesangon.

Cadangan kas tambahan yang dimiliki oleh eFishery di beberapa negara seperti Singapura, India, dan Amerika Serikat diperkirakan mencapai US$50,8 juta. Namun, angka ini masih jauh dari total kerugian yang dialami oleh para investor dan mitra bisnis eFishery.