logo
Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Update Terbaru Kasus Fintech Lending: iGrow, KoinP2P, dan Investree

  • Fintech lending iGrow sedang mengalami peningkatan rasio keterlambatan pembayaran (TWP90), yang telah mencapai 81,18%. Angka ini menunjukkan kondisi yang semakin memburuk. Namun, hingga kini OJK belum mencabut izin usaha iGrow.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan kabar terbaru mengenai kasus-kasus yang melibatkan penyelenggara layanan di industri fintech peer-to-peer (P2P) lending. Agusman mencatut tiga penyelenggara, yakni Investree, KoinP2P, dan iGrow. 

iGrow: Risiko Gagal Bayar Meningkat, OJK Terus Pantau

Fintech lending iGrow sedang mengalami peningkatan rasio keterlambatan pembayaran (TWP90), yang telah mencapai 81,18%. Angka ini menunjukkan kondisi yang semakin memburuk. Namun, hingga kini OJK belum mencabut izin usaha iGrow.

"Kami terus memantau komitmen iGrow dalam penyelesaian permasalahan, termasuk upaya penagihan dan penguatan permodalan," ujar Agusman melalui jawaban tertulis, dikutip Rabu, 19 Februari 2025.

OJK juga menegaskan bahwa tindakan pengawasan dan sanksi administratif akan diberikan jika ditemukan pelanggaran terhadap regulasi yang berlaku. 

"Langkah selanjutnya akan ditentukan berdasarkan perkembangan dan implementasi rencana perbaikan yang dilakukan oleh iGrow," tutupnya.

Kasus KoinP2P: Investigasi OJK dan Langkah Perbaikan 

Sumber yang diperoleh menyebutkan bahwa platform fintech lending KoinP2P mengalami kebocoran dalam proses Know Your Customer (KYC) serta adanya kekhawatiran terhadap subjektivitas dalam penilaian kredit. 

Akibatnya, pemberi pinjaman (lender) mengalami kerugian sekitar $50 juta akibat gagal bayar, sementara KoinP2P hanya memiliki ekuitas kurang dari $30 juta.

OJK telah melakukan pemeriksaan terhadap KoinP2P dan memberikan rekomendasi perbaikan. "Kami telah menyampaikan rekomendasi kepada KoinP2P dan akan memantau pelaksanaan langkah-langkah perbaikan sesuai jangka waktu yang telah disepakati," jelas Agusman.

Terkait kemungkinan restrukturisasi utang, Agusman menegaskan bahwa KoinP2P didorong untuk menyelesaikan permasalahan dengan mempertahankan keberlangsungan usaha (going concern) dan memenuhi kewajiban terhadap pemberi dana yang terdampak. 

"Kami terus memantau komitmen pemegang saham KoinP2P untuk memastikan penguatan permodalan atau aksi korporasi lainnya," tambahnya.

Baca Juga: Lender vs Fintech: Mengupas Kasus Hukum Modal Rakyat dan Implikasinya

Perkembangan Kasus Investree: Red Notice dan Proses Likuidasi 

Kasus Investree juga menjadi perhatian utama OJK. Salah satu pendiri Investree, Adrian Gunadi, dikabarkan telah masuk dalam daftar red notice dan terdeteksi berada di Dubai. Namun, OJK belum memberikan konfirmasi resmi terkait hal ini. 

"Kami terus berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum, Interpol, dan otoritas terkait mengenai upaya hukum terhadap Sdr. Adrian," ujar Agusman.

Di sisi lain, Investree telah membentuk tim likuidasi dan menyampaikan neraca penutupan perusahaan kepada OJK. Saat ini, neraca tersebut tengah dalam proses penelaahan. 

"Proses penyelesaian hak dan kewajiban akan dilakukan melalui tim likuidasi yang telah dibentuk," kata Agusman.

Regulasi Ketat OJK untuk Mengatasi Fraud di Industri Fintech Lending 

Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending tengah menghadapi tantangan besar dengan meningkatnya kasus fraud. OJK menegaskan bahwa mereka telah memperketat regulasi untuk memperkuat industri ini. Agusman menyatakan bahwa fraud merupakan risiko yang perlu diwaspadai dalam bisnis fintech lending.

Untuk itu, OJK telah menerbitkan sejumlah Peraturan OJK (POJK), termasuk POJK 40/2024, POJK 42/2024, POJK 43/2024, POJK 48/2024, dan POJK 49/2024. "Kami terus meningkatkan perlindungan konsumen dengan memperkuat mitigasi risiko, seperti meningkatkan pemahaman pengguna, transparansi, serta pembatasan kerja sama dengan entitas berisiko tinggi," ujar Agusman.

Meski demikian, Agusman menekankan bahwa industri P2P lending saat ini tidak berdampak sistemik terhadap sektor jasa keuangan secara keseluruhan. "Outstanding pendanaan di industri ini mencapai Rp77,02 triliun per Desember 2024, yang masih relatif kecil dibandingkan dengan sektor keuangan lainnya. Namun, fenomena 'tech winter' memang berdampak pada minat investor," tambahnya.

Industri fintech lending di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dengan maraknya kasus fraud dan gagal bayar. OJK terus berupaya meningkatkan pengawasan serta memperketat regulasi demi melindungi konsumen dan menjaga stabilitas industri. 

Kasus iGrow, KoinP2P, dan Investree menjadi contoh nyata bagaimana tantangan ini berkembang dan bagaimana OJK menanganinya. Ke depannya, industri fintech lending diharapkan semakin transparan dan bertanggung jawab dalam operasionalnya untuk mencegah permasalahan serupa terjadi di masa mendatang.