<p>okezone.com</p>
Nasional

Urgensi Perlindungan IHT di Tengah Pandemi COVID-19

  • Pemerintah Kabupaten Jombang menilai perlindungan industri tembakau dari tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19 harus dilakukan.
Nasional
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA - Pemerintah Kabupaten Jombang menilai perlindungan industri tembakau dari tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19 harus dilakukan. Terlebih, dengan adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang membuat pabrikan mengurangi jam operasional.

Salah satu perlindungan dapat dilakukan melalui kebijakan cukai 2022 yang turut mempertimbangkan performa industri hasil tembakau yang sedang terpuruk.

Kebijakan yang tepat diyakini dapat menjaga keberlangsungan industri yang menjadi tumpuan bagi 6 juta orang, termasuk para pekerja di segmen padat karya sigaret kretek tangan.

"Ketika mereka terlindungi masih bisa jalan bagus, maka taraf ekonomi masyarakat akan baik," ujar Wakil Bupati Jombang, Sumrambah kepada para wartawan beberapa waktu lalu.

Menurutnya, kebijakan yang tepat juga dapat memberikan perlindungan bagi para petani tembakau. Ia mengatakan, ada sekitar 5.000 hektare pertanian tembakau di wilayah Jombang saat ini.

Senada dengan Sumrambah, Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Sulami Bahar juga menyatakan bahwa IHT terpukul akibat pandemi COVID-19.

Sulami berharap pemerintah dapat memberikan kepastian usaha dari pemerintah untuk mengurangi beban perusahaan yang berat.

“Salah satunya yang kami harapkan terkait tarif cukai tembakau tidak perlu naik untuk tahun depan, karena keputusan kenaikan cukai 2021 sangat memberatkan bagi produsen dan petani,” ujarnya.

Sulami memaparkan, secara agregat di segala segmen sepanjang tahun 2020, produksi IHT mengalami kontraksi produksi mencapai -9,7%. Sampai pada Mei 2021, terjadi tren penurunan produksi di kisaran -4,3% dari tahun 2020.

“Tren negatif masih terus berlanjut karena pandemi memang terbukti menurunkan daya beli masyarakat. Bisa jadi penurunan produksi tahun ini lebih tajam dari tahun lalu, karena pengendalian pandemi belum ada perbaikan signifikan,” tutur dia.

Saat ini, kata Sulami, terjadi pengetatan sehingga produsen mengurangi produksi karena penurunan permintaan konsumen dan petani kekurangan serapan permintaan dari sektor hilir.

“Kami sebagai produsen bisa tetap produksi saja sudah syukur," tutupnya.