Usai Putusan MA, TV Tak Bisa Lagi Siaran Digital Dengan Menyewa Slot Multipleksing
- Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 yang telah dibatalkan oleh Putusan MA tersebut, berbunyi LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.
Nasional
JAKARTA -TV yang bersiaran digital dengan cara menyewa slot multipleksing saat ini sudah tidak dapat bersiaran lagi. Hal ini menyusul Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) Nomor 40 P/HUM/2022 yang membatalkan aturan sewa slot multipleksing.
Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 yang telah dibatalkan oleh Putusan MA tersebut, berbunyi LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.
Salinan Putusan MA tersebut sudah dapat diakses oleh masyarakat di situs MA sejak 21 Oktober 2022.
- Gelar Rights Issue, Sreeya Sewu (SIPD) Jual 500 Juta Saham
- Jadi Presiden Tiga Periode, Xi Jinping Bikin Harta Taipan China Menguap Berjemaah
- Begini Modus Pelaku Penggandaan Data Mobile Banking 150 Nasabah Bank BUMN
Sebelumnya Lombok TV melalui kuasa hukumnya Gede Aditya Pratama, mengajukan permohonan Uji Materiil PP 46/2021.
Menurut Gede, putusan MA tersebut berarti TV analog lainnya bisa bersiaran berdasarkan Pasal 20 UU Penyiaran yang mengatur bahwa 1 saluran siaran hanya dapat digunakan untuk 1 siaran di 1 wilayah siaran.
Namun hal ini bisa menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum. Sedangkan LPS Digital dapat dikategorikan melakukan penyiaran ilegal apabila tetap melakukan siaran dengan menyewa slot multipleksing.
“Dampak dari putusan MA ini adalah Lembaga Penyiaran sudah tidak dapat lagi bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing, dan sebaliknya penyelenggara multipleksing tidak dapat lagi menyewakan slot multipleksing,” kata Gede dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 27 Oktober 2022.
Ditambahkan, pemerintah sebaiknya memperhatikan Putusan MA karena akan berdampak serius bila Pemerintah tetap memberlakukan Analog Switch Off (ASO). Sebab, Lembaga Penyiaran yang bukan Penyelenggara Multipleksing otomatis tidak lagi dapat bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing.
“Sangat disayangkan Pemerintah mengabaikan Putusan MA dan tetap memaksakan ASO di 2 November 2022 tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kelangsungan hidup TV yang tidak ditetapkan sebagai Penyelenggara Multipleksing,” tambah Gede.
Tambahan informasi, untuk wilayah layanan Jabodetabek, Penyelenggara Multipleksingnya hanya terdiri dari BSTV, Trans TV, Metro TV, SCTV, TVOne, RCTI dan RTV. Dengan demikian, pasca 2 November 2022, hanya ke-7 TV tersebutlah yang dapat bersiaran di wilayah layanan Jabodetabek menggunakan slot multipleksingnya sendiri.
Akibatnya, TV-TV lainnya harus berhenti bersiaran. Tentunya hal ini tidak sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja yang menjamin kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi seluruh pelaku usaha.
- Bagaimana Caranya Cek Skor Kredit BI Checking Secara Online? Simak di Sini!
- Agung Podomoro Masih Jadi Raja Mal, Ini Daftarnya!
- TikTok Luncurkan Fitur Mode Live Streaming Khusus Dewasa
Gede Aditya meminta Pemerintah Republik Indonesia terkhusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk mematuhi dan tidak mengabaikan putusan MA ini dan juga menghimbau untuk menghentikan atau setidaknya menunda proses ASO di seluruh Indonesia sampai dengan dilakukannya revisi UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja.
Hal ini penting karena sebagaimana dijelaskan dalam pertimbangan Putusan MA, bahwa UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja saat ini sama sekali tidak mengatur tentang kewajiban/dasar bagi LPS untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing untuk menyelenggarakan layanan program siaran.
“Agar proses ASO dapat berjalan mulus, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah terlebih dahulu melakukan revisi terhadap UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja dan mengatur masalah multipleksing ini dalam bentuk undang-undang yang dibahas bersama dengan DPR dan tidak hanya dibuat sepihak oleh Pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau peraturan lainnya yang lebih rendah tingkatannya,” kata Gede.
Direktur Lombok TV, Yogi Hadi Ismanto menyatakan sudah seharusnya Pemerintah mematuhi Putusan MA tersebut dan berharap ke depannya ada perlindungan bagi kelangsungan industri penyiaran termasuk kelangsungan usaha televisi lokal.
“Aturan penyelenggaraan multipleksing ke depannya diharapkan memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap televisi lokal yang saat ini sudah dapat dipastikan tidak dapat lagi bersiaran pasca ASO karena bukan merupakan penyelenggara multipleksing dan sudah tidak dapat menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing,” kata Yogi.