Kepolisian membuat barikade untuk mengantisipasi mahasiswa merangsek ke Pendhapi Gedhe Balai Kota Solo, Kamis, 22 Agustus 2024. (Chrisna Chanis Cara/TrenAsia)
Nasional

Usulan Penggabungan TNI-Polri Ditentang Banyak Kalangan

  • Pemisahan Polri dan TNI dinilai merupakan simbol penguatan demokrasi dan supremasi sipil yang tidak boleh diganggu gugat. Rifqi mengingatkan pentingnya menjaga independensi Polri sebagai lembaga penegak hukum yang tidak terikat dengan kekuatan militer.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Wacana penggabungan Polri ke dalam TNI atau penempatannya di bawah Kemendagri mendapat berbagai tanggapan dari sejumlah pihak. Usulan agar Polri kembali berada di bawah struktur Kemendagri atau TNI datang dari Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus. 

Deddy mengaitkan saran tersebut dengan kekalahan PDIP dalam Pilkada 2024, yang menurutnya melibatkan pengerahan aparat kepolisian. Sekretaris Jenderal GP Ansor, A. Rifqi Al-Mubarok, menyatakan bahwa usulan tersebut bertentangan dengan amanat Reformasi 1998. 

Menurutnya, pemisahan Polri dan TNI merupakan simbol penguatan demokrasi dan supremasi sipil yang tidak boleh diganggu gugat. Rifqi mengingatkan pentingnya menjaga independensi Polri sebagai lembaga penegak hukum yang tidak terikat dengan kekuatan militer. “Keputusan itu (pemisahan TNI-Polri) bukan sekadar kebijakan, melainkan fondasi untuk membangun sistem demokrasi yang lebih sehat,”ungkap Rifqi.

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansah, juga memberikan tanggapan serupa. Ia menilai bahwa penggabungan Polri ke dalam TNI atau penempatannya di bawah Kemendagri berpotensi menyebabkan tumpang tindih tugas dan fungsi antara institusi tersebut. 

Hal ini, menurut Trubus, dapat mengurangi efektivitas kedua lembaga dalam menjalankan tugas mereka masing-masing, yang pada gilirannya dapat berdampak buruk pada kinerja Polri dan TNI.

Bertentangan dengan UUD

Guru Besar Hukum Universitas Airlangga, Suparto Wijoyo, juga berpendapat bahwa usulan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menegaskan bahwa Polri harus berada di bawah Presiden. 

Suparto menekankan bahwa untuk menjaga objektivitas dan profesionalisme Polri, penting agar lembaga ini bebas dari campur tangan kementerian atau politik. Dengan demikian, wacana tersebut dinilai sebagai langkah yang melenceng dari prinsip dasar tata kelola negara yang diatur dalam konstitusi. “Ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 30, Polri berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab langsung pada Presiden,” tegas Suparto.

Lebih lanjut, Edi Hasibuan dari Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menilai wacana tersebut sebagai langkah mundur. Menurutnya, menggabungkan Polri ke dalam TNI atau menempatkannya di bawah Kemendagri akan mengurangi independensi dan profesionalisme Polri. 

Edi menekankan bahwa Polri yang berdiri terpisah dari militer memiliki tujuan untuk menjaga objektifitas dan netralitas dalam menjalankan tugas penegakan hukum serta melindungi hak-hak masyarakat. “Saran kami, kedudukan Polri tetap lebih bagus berada di bawah presiden,” ungkap Edi.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sendiri dengan tegas menolak usulan yang meminta agar kepolisian negara (Polri) kembali berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). 

Dalam wawancara usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Tito menjelaskan posisi Polri yang saat ini berada langsung di bawah Presiden adalah hasil dari reformasi yang bertujuan untuk memastikan kemandirian dan profesionalisme dalam tubuh kepolisian.

Tito menegaskan, keputusan untuk menempatkan Polri di bawah Presiden setelah reformasi adalah langkah penting untuk memperkuat akuntabilitas dan menjauhkan pengaruh militer dalam operasional Polri. "Saya berkeberatan, Ya karena dari dulu memang sudah dipisahkan di bawah Presiden, itu kehendak reformasi. Sudah itu saja," Tegas Tito di Jakarta, dikutip Senin, 3 Desember 2024.

Sebelum reformasi, Polri berada dalam struktur di bawah militer, yang dianggap membatasi independensi dan peranannya dalam menjaga keamanan negara. Oleh karena itu, penataan ulang Polri ini dimaksudkan agar fokusnya lebih pada tugas penegakan hukum, ketertiban umum, serta perlindungan masyarakat tanpa adanya intervensi militer atau politik.

Usulan Datang Dari PDIP

Sebelumnya, Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, menyarankan agar Polri dikembalikan di bawah pengawasan TNI atau Kemendagri untuk mencegah terjadinya politisasi dalam proses pemilu dan Pilkada. 

Namun, Tito Karnavian menanggapi usulan tersebut dengan mengingat konteks sejarah reformasi yang telah berlangsung untuk memperkuat integritas Polri sebagai lembaga penegak hukum yang profesional dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik maupun militer. 

Reformasi Polri yang dilakukan pasca-reformasi bertujuan agar Polri dapat menjalankan tugasnya secara lebih efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, serta tidak terikat pada kekuatan militer yang sebelumnya mendominasi.

Tito menegaskan pentingnya mempertahankan struktur Polri yang ada saat ini untuk memastikan bahwa aparat kepolisian tetap fokus pada tugas utamanya dalam menjaga keamanan dan ketertiban, serta melindungi hak-hak masyarakat tanpa adanya pengaruh eksternal yang merugikan.