<p>Kantor PT Timah di kawasan Gambir Jakarta Pusat. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia</p>
Korporasi

Utang Bank PT Timah (TINS) Mencelat 200 Persen

  • PT Timah Tbk (TINS) tercatat memiliki utang bank jangka pendek senilai Rp1,25 triliun. Melonjak dari posisi tahun buku 2022 senilai Rp373 miliar.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – PT Timah Tbk (TINS) tengah menjadi sorotan publik usai terkuaknya korupsi penambangan ilegal timah di wilayah izin usaha pertambangan perseroan selama periode 2015-2022. Sengkarut ini mengakibatkan negara boncos senilai Rp271,06 triliun.

Tidak hanya itu, PT Timah juga membukukan rapor merah terkait kinerja keuangan sepanjang 2023 yang jeblok dengan capaian rugi Rp450 miliar. Pencapaian ini terjun bebas dari posisi tahun buku 2021 yang berhasil membukukan laba bersih senilai Rp1,2 triliun.

Jika diperhatikan dari perspektif neraca keuangan TINS sepanjang 2023, telah terjadi peningkatan signifikan utang bank jangka pendek, yang melonjak lebih dari 200% secara tahunan dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya.

Baca Juga: Anomali Saham TINS di Tengah Geger Korupsi Timah Rp271 Triliun

Asal tahu saja, utang jangka pendek adalah kewajiban keuangan yang harus diselesaikan oleh perusahaan dengan jatuh tempo satu periode akuntansi. Kewajiban ini diharapkan untuk dilunasi dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal pelaporan.

Menyitir laporan keuangan perseroan per 31 Desember 2023 yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia pada 28 Maret 2024, kemarin, emiten bersandikan TINS tercatat memiliki utang bank jangka pendek senilai Rp1,25 triliun. Angka ini mencelat signifikan dibandingkan dengan tahun buku 2022, yang tercatat sebesar Rp373 miliar. 

Lebih jauh, TINS mengumpulkan utang bank jangka pendek dari tiga perbankan swasta, yakni PT Bank BTPN Tbk (BTPN) jadi yang terbesar dengan porsi Rp770 miliar. Selanjutnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Permata Tbk (BNLI), yang masing-masing memberikan kucuran dana Rp350 miliar dan Rp138 miliar. 

Suntikan dana yang diberikan kepada TINS untuk beberapa fasilitas antara lain fasilitas omnibus uncommitted dari BTPN, fasilitas pasar uang dan fasilitas layanan bayar, serta fasilitas revolving dari BNLI. Selain itu, TINS juga memperoleh fasilitas pinjaman waktu dan layanan pertukaran valuta asing dari BBCA. 

Apabila ditinjau dari liabilitas jangka pendek secara utuh yang terdiri dari utang bank jangka pendek, utang usaha, utang pajak, dll, emiten pertambangan ini juga mencatatkan kenaikan signifikan dari tahun buku 2022 sebesar Rp2,54 triliun menjadi Rp3,9 triliun. 

Sementara itu, liabilitas jangka panjang TINS sepanjang 2023 malah mengalami penurunan dari tahun buku 2022 sebesar Rp3,47 triliun menjadi Rp2,62 triliun. Penyusutan ini dikarenakan perseroan melakukan pelunasan utang obligasi dan sukuk ijarah sebesar Rp806 miliar. 

Meski telah membayarkan utang obligasi yang jumlahnya lumayan besar, total liabilitas TINS sepanjang 2023, tetap mengalami kenaikin tipis dari posisi tahun buku 2022 sebesar Rp6,02 triliun menjadi Rp6,61 triliun.  

Alasan Rasio Utang Melonjak

Sebelumnya, Direktur Utama TINS, Ahmad Dani Virsal mengatakan adanya peningkatan rasio utang bunga terhadap ekuitas (interest bearing debt to equity) perseroan sepanjang 2023. Kenaikan ini dipicu oleh masalah arus kas yang menyebabkan lonjakan pinjaman perseroan.

Ahmad menjelaskan bahwa interest bearing debt TINS sepanjang 2023 berada di level Rp3,5 triliun sepanjang 2023. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 26% secara tahunan dibanding tahun lalui sebesar Rp2,7 triliun.

“Karena ini mengalami kesulitan cash flow, jadi kita memperbesar pinjaman dan akibatnya juga kita mengalami peningkatan suku bunga dari kegiatan perbankan,” ungkapnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, pada Selasa, 2 April 2024, kemarin.

Ahmad menambahkan bahwa kenaikan utang bunga ini juga dipengaruhi oleh penurunan nilai aset dan ekuitas TINS dalam 3 tahun terakhir, yang disebabkan oleh penurunan stok logam timah perusahaan.

Asal tahu saja, pada tahun buku 2021, TINS tercatat memiliki aset mencapai Rp14,6 triliun, kemudian menurun menjadi Rp13 triliun pada tahun buku 2022, lalu turun kembali menjadi Rp12,85 triliun pada tahun buku 2023.

“Stok kita juga berkurang dan nilai stok logam kita juga berkurang, jadi memang dari sisi aset di 2023 itu sebesar Rp12,85 triliun turun 1,6% dibandingkan posisi akhir tahun 2022,” papar Ahmad.

Dari sisi ekuitas, pada tahun buku 2021, TINS tercatat memiliki modal sebesar Rp6,3 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp7 triliun pada tahun buku 2022, namun, sepanjang 2023 modal perseroan berkurang lagi menjadi Rp6,2 triliun.

Pergerakan Saham TINS

Di tengah gaduhnya kasus korupsi Rp271,1 triliun, saham TINS terpantau kembali menguat 2,84% ke level Rp905 per saham pada perdagangan Kamis, 4 April 2024, pukul 11:31 WIB. Dari sisi variasi harga, emiten bergerak di kisaran Rp880-920 per saham. 

Menariknya, dalam satu bulan terakhir, nilai saham TINS yang memiliki market cap Rp6,71 triliun ini telah menguat 60,18%. Namun, penguatan belakangan ini, masih jauh dari rekor tertingginya dalam lima tahun terakhir, yang pernah menembus level Rp2.540 per saham.