Perum Bulog
BUMN

Utang Bulog di BNI Terus Membesar, Tembus Rp20,57 Triliun pada Semester I-2024

  • Utang Perum Bulog, sebuah perusahaan plat merah di sektor logistik pangan, terhadap PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) terus meningkat sepanjang semester I-2024.

BUMN

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Utang Perum Bulog, sebuah perusahaan plat merah di sektor logistik pangan, terhadap PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) terus meningkat sepanjang semester I-2024.

Berdasarkan laporan keuangan interim BNI yang dirilis di Bursa Efek Indonesia (BEI), utang Perum Bulog di BNI, yang dikategorikan sebagai utang kepada pihak berelasi, telah mencapai Rp20,57 triliun.

Jumlah utang tersebut melonjak 31,18% dibandingkan akhir tahun lalu yang sebesar Rp15,68 triliun. Angka ini juga menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan semester I-2023, di mana utang Perum Bulog tercatat sebesar Rp8,94 triliun.

BNI sendiri menyalurkan kredit ke sejumlah BUMN dan pihak relasi lainnya senilai Rp136,54 triliun, meningkat dari Rp126,35 triliun pada akhir tahun lalu.

Perum Bulog tercatat sebagai pemegang utang terbesar di BNI sepanjang semester I-2024. Besarnya utang Bulog ke BNI ini tak lepas dari kesulitan likuiditas yang dialami oleh lembaga pengurus pangan ini.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, secara terbuka mengungkapkan utang pemerintah kepada Bulog mencapai Rp16 triliun yang berasal dari selisih harga beras. 

Bayu memberikan contoh ketika Bulog diminta untuk menjual beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) seharga Rp10.900 per kilogram (kg), di mana selisih harga tersebut nantinya akan dibayarkan oleh pemerintah.

"Sampai saat ini hampir semua sudah terbayar. Jadi pembayaran itu bukan kepada Bulog Rp16 triliun, tapi mengganti biaya yang dikeluarkan kepada Bulog," kata Bayu dalam keterangannya pada 25 April 2024. 

Ia menambahkan sebagian dari piutang tersebut telah dibayar oleh pemerintah. "Termasuk dalam bentuk konkritnya mengganti ke bank yang uangnya digunakan untuk operasional, karena saat kami mau melakukan pembelian, kami meminjam dari bank," imbuhnya.

Selain Bulog, sejumlah BUMN diketahui menjadi debitur besar di BNI. Di posisi kedua terdapat PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) mencatat utang sebesar Rp15,53 triliun, disusul oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dengan utang Rp11,54 triliun.

Sementara itu, sepanjang semester I-2024, BNI mencatatkan penyaluran kredit sebesar Rp726,98 triliun, naik 11,71% Year-on-Year (YoY) dari Rp650,77 triliun. Himpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan 0,96% YoY, dari Rp765 triliun menjadi Rp772,32 triliun.

Dana murah atau current account saving account (CASA) bank meningkat 2,51% YoY menjadi Rp545,69 triliun, dibandingkan Rp532,34 triliun sebelumnya. Namun, pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) turun sebesar 7,43% YoY, menjadi Rp19,07 triliun pada semester I-2024 dari Rp20,6 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya..

Meski demikian, laba bersih konsolidasi BNI tercatat sebesar Rp10,7 triliun pada semester I-2024. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, laba ini tumbuh 3,8% secara tahunan dari Rp10,3 triliun.