Utang Indonesia Melesat 24,12 Persen, Tembus Rp6.445,07 Triliun pada Maret 2021
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir Maret mencapai Rp6.445,07 triliun. Maka, rasio utang pemerintah terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai 41,64%.
Nasional
JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir Maret mencapai Rp6.445,07 triliun.
Maka, rasio utang pemerintah terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai 41,64%.
“Peningkatan disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat penurunan ekonomi yang terjadi di masa pandemi Covid-19,” kata Sri Mulyani dalam laporan APBN KiTa edisi April 2021 yang dikutip Selasa, 27 April 2021.
Pemerintah mencatatkan peningkatan utang hingga Rp1.252,51 triliun sejak Maret 2020 atau meningkat 24,12% year on year (yoy). Sementara itu, utang Indonesia berasal dari lelang Surat Berharga Negara (SBN).
SBN mendominasi 86,63% porsi utang Indonesia. Jumlah itu setara dengan Rp5.583 triliun yang terdiri dari SBN domestik sebesar Rp4.311,57 triliun dan valas Rp1.271,59 triliun.
SBN itu terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) mencapai Rp3.510,47 triliun. Kemudian ada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara sebesar Rp801,1 triliun.
Adapun SBN valas meliputi surat utang senilai Rp1.024,55 triliun dan SBSN mencapai Rp247 triliun.
Selain itu, pemerintah juga melaporkan adanya pinjaman sebesar 13,37% dari porsi utang Indonesia atau setara Rp861,81 triliun. Sri Mulyani merinci, pinjaman itu berasal dari dalam negeri Rp12,52 triliun dan pinjaman luar negeri Rp849,38 triliun.
Jika dilihat dari struktur mata uang, sebagian besar utang Indonesia terdiri dari mata uang rupiah. Porsi utang berbentuk rupiah hingga akhir Maret 2021 mencapai 67,09% dari total utang Indonesia.
Menurut Sri Mulyani dalam buku APBN KITA, peningkatan utang ini terjadi di hampir seluruh negara sebagai akibat dari pandemi COVID-19.
Dana utang, kata Bendahara Negara, punya peran dalam menstimulasi pergerakan ekonomi sehingga Indonesia mampu keluar dari jerat resesi ekonomi.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Di sisi lain, posisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Maret 2021 telah menyentuh defisit Rp144,2 triliun. Menkeu Sri Mulyani memaparkan, belanja negara sepanjang kuartal I 2021 telah mencapai Rp523,0 triliun. Realisasi itu tumbuh 15,6% year on year (yoy).
Lembaga Pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) menyebut Indonesia masih punya prospek makro ekonomi yang kuat di tengah kondisi pandemi.
Hal itu tampak dari keputusan S&P yang mempertahankan peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia sebagai BBB/outlook negatif pada 22 April 2021.
S&P dalam laporannya menyebut ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh kuat dan memiliki rekam jejak kebijakan yang berhati-hati.
Kendati demikian perusahaan pemeringkat atas saham dan obligasi, S&P menyatakan risiko fiskal dan eksternal yang berkaitan dengan pandemi COVID-19 masih harus diperhatikan pemerintah Indonesia.
Tidak hanya itu, S&P mengukap kondisi penerimaan Indonesia harus kembali ke rasio defisit 3% pada 2023 agar menjaga prospek pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
S&P memproyeksikan konsolidasi fiskal akan berjalan secara gradual, defisit fiskal akan menyempit di 2021 menjadi 5,7% dan 4,2% di 2022.
Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan defisit APBN bakal kembali ke ambang batas 3% pada 2023 mendatang. (RCS)