Ilustrasi utang.
Nasional

Utang Indonesia November 2022 Menggemuk Jadi Rp7,5 Kuadriliun, Pemerintah Diminta Waspada

  • Untuk diketahui, pada periode November 2022, utang Indonesia bertambah menjadi Rp7,55 kuadriliun dari Rp7,49 kuadriliun pada bulan sebelumnya.
Nasional
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Pemerintah diminta untuk waspada karena utang Indonesia yang menggemuk menjelang akhir tahun 2022.

Untuk diketahui, pada periode November 2022, utang Indonesia bertambah menjadi Rp7,55 kuadriliun dari Rp7,49 kuadriliun pada bulan sebelumnya.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa rasio utang saat ini masih jauh dari ambang batas 60% terhadap produk domestik bruto, namun kenaikannya masih harus dicermati dan diawasi.

Ibrahim mengatakan bahwa kenaikan utang sebesar Rp57,5 triliun dalam jangka waktu satu bulan saja adalah suatu perkembangan yang perlu diwaspadai.

Ditambah lagi, menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utang Indonesia sudah bertambah lebih dari Rp500 triliun dari posisi awal tahun.

"Kondisi utang masih aman, tetapi memiliki risiko yang terus bertambah dari sebelumnya. Tadinya rasio utang cuma 37%, sekarang terus bertambah dan mendekati 40%, berarti rasio utang makin bertambah risikonya," ujar Ibrahim dikutip dari risetnya, Rabu, 28 Desember 2022.

Ibrahim pun menyampaikan bahwa pemerintah harus mewaspadai apabila laju kenaikan utang melebihi pertumbuhan ekonomi, apalagi ada prospek perlambatan pada tahun depan baik secara global maupun domestik.

Pemerintah pun dikatakan Ibrahim harus berhati-hati agar utang tidak membengkak bahkan meskipun alasannya untuk pembangunan infrastruktur.

Tingginya suku bunga pun dinilai Ibrahim dapat memberikan risiko tambahan terkait pembayaran bunga oleh negara.

"Hal tersebut bisa berbahaya apabila terjadi perlambatan ekonomi karena belanja untuk pembayaran utang menjadi meningkat ketika pembayaran terganggu," kata Ibrahim.

Ibrahim pun mengingatkan akan beban dari surat berharga negara (SBN) valuta asing (valas) yang dapat meningkat seiring dengan rupiah yang terdepresiasi.

Walaupun komposisi SBN saat ini lebih didominasi oleh surat utang berdenominasi rupiah, namun beban 15% dari SBN valas dikatakan Ibrahim dapat meningkat saat rupiah melemah nilai tukarnya.

"Kemudian, adanya risiko tingkat kematangan utang (maturity) dari utang yang segera jatuh tempo. Pembayaran bunga dan pokok utang dalam kondisi saat ini dapat menjadi beban," pungkas Ibrahim.