Suasana pelayanan perbankan di sebuah kantor cabang BCA. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Korporasi

Utang Jangka Panjang Sritex ke BCA Capai Rp1,16 Triliun

  • PT Bank Central Asia Tbk (BCA), salah satu bank kreditur PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, memberikan pernyataan usai perusahaan tekstil tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk (BCA), salah satu bank kreditur PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, memberikan pernyataan usai perusahaan tekstil tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024. 

Status pailit ini ditetapkan setelah kreditor, PT Indo Bharat Rayon, berhasil membatalkan homologasi melalui keputusan majelis hakim. Berdasarkan laporan keuangan Sritex per Juni 2024, terdapat sejumlah perbankan sebagai kreditur, termasuk BCA dengan utang jangka pendek Sritex sebesar US$11,36 juta atau sekitar Rp186,36 miliar (kurs Rp1 = US$0,000061). 

Nah, pinjaman tersebut ini dijamin dengan negative pledge atas seluruh aset grup Sritex. Selain itu, SRIL memiliki utang jangka panjang sebesar US$71,3 juta atau setara Rp1,16 triliun kepada BCA.

Menanggapi situasi ini, Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, menyatakan bahwa BCA menghormati proses hukum yang berlangsung di Pengadilan Niaga dan menghargai langkah hukum kasasi yang diajukan oleh pihak debitur. 

“BCA juga siap berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk kurator yang ditunjuk pengadilan, untuk mencapai solusi terbaik bagi debitur dan seluruh kreditur,” jelas Hera dalam keterangan resminya, yang dikutip pada Senin, 28 Oktober 2024. 

Di samping itu, per akhir September 2024, rasio kredit berisiko (loan at risk/LaR) BCA tercatat sebesar 6,1%, membaik dari 7,9% pada periode yang sama tahun lalu. Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) BCA tetap terjaga di angka 2,1%, dengan tingkat pencadangan LaR dan NPL masing-masing di posisi 73,5% dan 193,9%.

Sementara itu, Direktur Keuangan SRIL, Welly Salam, melaporkan bahwa perseroan masih memiliki utang Rp101,3 miliar kepada Indo Bharat Rayon. Grup Sritex yang terdiri dari PT Sinar Panta Djaja, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Bitratex Industries telah menunjuk kantor hukum Aji Wijaya & Co untuk mendampingi upaya kasasi terkait pembatalan homologasi.

Per Juni 2024, SRIL mencatatkan rugi bersih sebesar US$25,73 juta, yang mengindikasikan adanya ketidakpastian material terkait keberlanjutan usaha Sritex. Manajemen menyampaikan bahwa langkah-langkah pemulihan sedang difokuskan pada peningkatan penjualan, efisiensi biaya, pengurangan karyawan hingga 2025, pengembangan produk bernilai tambah, peningkatan kualitas dan produktivitas SDM, serta efisiensi operasional lainnya. 

Selain utang ke BCA, SRIL memiliki utang jangka panjang lain dengan total keseluruhan utang mencapai US$809,99 juta atau setara Rp13,27 triliun, termasuk obligasi senilai US$375 juta (Rp6,14 triliun) dan utang ke pemegang saham sebesar US$7,13 juta.