Utang Luar Negeri Indonesia Naik Lagi Jadi Rp6.560 Triliun
- Bank Indonesia (BI) mencatatkan jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia meningkat sebesar 1,4% year-over-year (yoy), menjadi US$407,3 miliar atau setara dengan Rp6.560,8 triliun (dengan kurs 16.268 per dolar AS) pada Februari 2024.
Makroekonomi
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia meningkat sebesar 1,4% year-over-year (yoy), menjadi US$407,3 miliar atau setara dengan Rp6.560 triliun (dengan kurs 16.268 per dolar AS) pada Februari 2024.
Asisten Gubernur Bank Indonesia, Erwin Haryono, menyatakan, realisasi utang tersebut juga mengalami peningkatan sebesar 0,2% yoy jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Faktor peningkatan utang ini dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Peningkatan utang terutama bersumber dari sektor publik, baik pemerintah maupun bank sentral. Kenaikan posisi utang juga dipengaruhi faktor pelemahan rupiah terhadap dolar AS,” kata Erwin dalam keterangan resmi, pada Jumat, 19 April 2024.
- BUMN Indofarma (INAF) Benarkan Belum Bayar Gaji Karyawan, Bagaimana Keuangannya?
- Shell Tutup Semua SPBU di Medan 2024, Ini Alasannya
- Saham HRUM, MEDC, dan PTMP Top Losers LQ45 Kala IHSG Sesi I Naik
Sementara itu, ULN pemerintah mencapai US$194,8 atau tumbuh 1,3% yoy pada Februari 2024. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 0,1% yoy.
Erwin menjelaskan, peningkatan utang ini disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, terutama pinjaman multilateral, yang digunakan untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek pemerintah.
“Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN dan dalam rangka melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung upaya pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas,” papar Erwin.
Hati-Hati
Menurut Erwin, utang pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kriedible dan akuntabel untuk mendukung belanja, antara lain pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 21,1% dari total ULN pemerintah.
Selain itu, untuk mendukung administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (sebesar 18,1%), sektor pendidikan (16,9%), proyek konstruksi (13,7%), serta layanan keuangan dan asuransi (9,7%).
“Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98% dari total ULN pemerintah,” ujarnya.
Sebaliknya, ULN swasta mengalami penurunan 1,3%, menjadi US$197,4 miliar pada Februari 2024. Menurut Erwin, utang swasta melanjutkan penurunan pada bulan sebelumnya sebesar 2,3% yoy.
“Penurunan ULN tersebut bersumber dari lembaga keuangan dan perusahaan bukan lembaga keuangan, masing-masing sebesar 1,3% yoy,” ujarnya.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik, gas, uap/air panas, serta udara dingin. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian memegang pangsa sebesar 78,3% dari total ULN swasta.
Adapun ULN swasta masih didominasi oleh ULN jangka panjang, yang mencapai pangsa 76,3% terhadap total ULN swasta.
Erwin menekankan, struktur ULN Indonesia masih sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebesar 29,5%.
- ID Food Segera Impor 20.000 Ton Bawang Putih dari China Senilai Rp28,7 Triliun
- WSKT Suntik Modal Rp7,5 Miliar ke Waskita Sriwijaya Toll
- Saham MEDC dan ELSA Mendidih Kala Harga Minyak Melenting 3 Persen
Selanjutnya, ULN Indonesia didominasi utang jangka panjang, dengan pangsa sebesar 86,9% dari total ULN. Dengan pencapaian ini, BI terus menjaga struktur utang agar tetap sehat. Ia menyatakan, BI dan pemerintah akan terus meningkatkan koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” papar Erwin.