<p>Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa Meninjau Penataan saluran air dan juga penambahan trotoar yang ramah pejalan kaki menjadi strategi peningkatan kualitas infrastruktur Labuan Bajo, Jumat, 17 Juli 2020/ Sumber: Dokumentasi Bappenas</p>
Nasional

Utang Pemerintah Tembus 39,4 Persen PDB, Bappenas Sebut Masih Terkendali

  • Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut struktur utang Indonesia saat ini masih terkendali.

Nasional

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut struktur utang Indonesia saat ini masih terkendali.

Dirinya menolak laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengatakan utang yang dimiliki Indonesia sudah terlampau tinggi.

Suharso mengabarkan porsi utang Indonesia terbaru berada di level 39,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau 46,77% penerimaan negara. Rasio debt service yang ditetapkan International Debt Relief (IDR) oleh International Monetary Fund (IMF)  yang berada di angka  25%-35% dari penerimaan negara.

Lalu, rasio utang terhadap penerimaan Indonesia yang saat ini sebesar 369%. Angka itu jauh berada di bawa rekomendasi IDR yang mencapai 92%-167%.

Tidak hanya itu, rasio pembayaran bunga Indonesia tercatat sebesar 19,06% atau melebihi rekomendasi IDR yang berada di kisaran 4,6%-6,8%. Meski begitu, Suharso meyakinkan penarikan utang merupakan keharusan untuk mengakselerasi pembangunan di Indonesia.

“Pengelolaan utang kita dari tahun ke tahun tetap terjaga. Meskipun memang ada rasio-rasio yang kita ikutkan dari IDR, IMF, World Bank,” kata Suharso dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dikutip Kamis, 24 Juni 2021.

Berkaca dari negara lain, Suharso menyebur berhutang menjadi pilihan yang tidak dapat terelakkan untuk memulihkan perekonomian akibat pandemi COVID-19. Menurutnya, banyak negara lain yang rasio utangnya melampaui rekomendasi IMF tersebut.

“Dan kita lihat Filipina, Korea Selatan, Chili, Vietnam, China, Kolombia, Turki, kita lihat semua utangnya membesar pada saat ini,” kata Suharso.

Menurut data yang dihimpun Trenasia.com, sebagian negara-negara di Asia memang mengalami kenaikan rasio utang. Rasio utang terhadap PDB Kolombia pada 2021 tercatat berada di posisi 62,8%.

Sementara itu, kondisi serupa juga dialami oleh sebagian besar negara di Asia. Misalnya saja Filipina dengan rasio utang terhadap PDB 53,5%, Vietnam 46,7%, dan Korea Selatan dengan 42,6%.

Ditarik Dalam Rupiah

Suharso yakin utang akibat pandemi COVID-19 itu bisa dibayar oleh pemerintah. Pasalnya, sebanyak 65% dana utang ditarik dalam mata uang rupiah.

Hal itu memberikan keuntungan dengan tidak lagi dikhawatirkan oleh pergerakan pasar keuangan global. Apalagi, ada potensi tapering off dari The Fed yang bisa menekan nilai mata uang rupiah.

Selain itu, posisi utang Indonesia saat ini masih berada di bawah ambang batas menurut Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Dalam beleid tersebut, batas rasio utang terhadap PDB di level 60%. Patokan ini lah yang dirujuk Suharso sehingga menyebut utang Indonesia masih kecil hingga saat ini.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyebut Indonesia masih jauh dari risiko krisis dengan porsi utang yang ada saat ini.

Selain masih berada jauh di bawah batas maksimal, Piter menilai, pengelolaan utang dan belanja negara masih optimal untuk mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa pandemi COVID-19.

Stimulus dari dana utang ini yang disebutnya sebagai motor penggerak perekonomian. Selain itu, dana utang juga masih menjadi penopang masyarakat ekonomi lemah yang pendapatannya terdampak pandemi COVID-19.

“Kita harus memilih untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian, melanjutkan program pemulihan ekonomi. Dengan harga kita harus menambah utang, semua risiko di atas bisa kita meminimalkan,” kata Piter kepada Trenasia.com beberapa waktu lalu. (RCS)