Ilustrasi kredit perbankan.
Perbankan

Utang UMKM akan Dihapus Prabowo, Perbankan Bersiap dengan Tantangan Baru

  • Sementara kebijakan ini bertujuan untuk memulihkan akses keuangan bagi masyarakat yang terdampak, para analis menilai bahwa kebijakan pemutihan utang ini juga perlu dicermati dampaknya terhadap sektor perbankan, terutama bagi emiten perbankan yang sahamnya tercatat di bursa.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto berencana untuk memutihkan atau menghapusbukukan utang yang dimiliki sekitar 6 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), nelayan, serta petani yang terkena dampak krisis ekonomi pada 1998 dan 2008. Kebijakan ini disampaikan oleh adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, dalam forum ekonomi yang digelar oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) baru-baru ini.

Utang yang dimiliki oleh para petani, nelayan, dan UMKM tersebut berkisar antara Rp10 juta hingga Rp20 juta per orang, dan sudah ada sejak krisis ekonomi yang mengguncang Indonesia pada 1998 dan 2008. 

Walaupun pada dasarnya utang ini telah dihapusbukukan dan biaya kerugiannya sudah ditanggung oleh asuransi perbankan, hak tagih bank atas utang tersebut belum resmi dicabut. 

Akibatnya, banyak UMKM, petani, dan nelayan yang masih tercatat memiliki tunggakan sehingga akses mereka ke kredit perbankan menjadi terbatas. 

Dampak Kebijakan bagi Sektor Perbankan

Sementara kebijakan ini bertujuan untuk memulihkan akses keuangan bagi masyarakat yang terdampak, para analis menilai bahwa kebijakan pemutihan utang ini juga perlu dicermati dampaknya terhadap sektor perbankan, terutama bagi emiten perbankan yang sahamnya tercatat di bursa. 

Berdasarkan riset BRI Danareksa Sekuritas, kebijakan ini dapat memberikan beberapa keuntungan bagi bank, seperti penurunan biaya penagihan utang, karena bank tidak lagi perlu melakukan penagihan pada utang yang telah ditanggung asuransi.

Namun, para analis juga memperingatkan bahwa jika kebijakan ini mencakup penghapusan catatan kredit buruk dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), ada risiko bahwa bank akan semakin berhati-hati dalam memberikan pinjaman di masa mendatang. 

Langkah ini bisa berdampak pada pertumbuhan pinjaman yang lebih lambat, sebab bank mungkin akan menerapkan standar kredit yang lebih ketat untuk mengantisipasi risiko penurunan kualitas pinjaman.

Selain itu, jika peraturan ini diperluas untuk melarang penagihan ganda antara bank dan asuransi pada pinjaman masa depan, maka strategi bank dalam mengelola utang bermasalah (Non-Performing Loan atau NPL) perlu disesuaikan. 

Bank mungkin akan lebih fokus pada restrukturisasi pinjaman daripada pada penagihan, yang juga akan berdampak pada penyesuaian premi asuransi dalam portofolio kredit mereka.

Baca Juga: Simpanan Berjangka Menyusut, Nasabah Tergoda Alihkan Dana dari Deposito ke SBN

Efek Kebijakan Pemutihan Utang bagi Pertumbuhan UMKM

Salah satu aspek positif dari kebijakan ini adalah potensinya untuk mendorong ekspansi ekonomi di sektor UMKM. Dengan berkurangnya hambatan dalam akses kredit, sektor UMKM yang menjadi pilar ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih cepat, terutama di segmen usaha mikro yang kerap sulit mendapatkan permodalan dari bank. 

Kebijakan ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan para pelaku UMKM, petani, dan nelayan pada pinjaman rentenir atau pinjaman online (pinjol) yang bunganya tinggi. Dengan demikian, mereka dapat memperoleh dana yang lebih terjangkau dan mendukung pertumbuhan usaha yang lebih berkelanjutan.

Proyeksi Saham Perbankan di Tengah Kebijakan Pemutihan Utang

BRI Danareksa Sekuritas dalam risetnya masih merekomendasikan saham sektor perbankan dengan status overweight meskipun kebijakan pemutihan utang ini akan segera dilaksanakan. 

Analis di BRI Danareksa Sekuritas menyebutkan sejumlah saham yang diprediksi masih menarik untuk diinvestasikan, termasuk saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp12.400, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan target harga Rp7.600, serta PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan target harga Rp8.200. Semua saham ini diberikan rekomendasi beli.

Senada dengan itu, RHB Sekuritas juga memandang bahwa kebijakan ini akan berdampak netral bagi sistem perbankan dalam jangka pendek, karena utang yang akan diputihkan adalah utang lama yang telah ditanggung asuransi perbankan sejak krisis 1998 dan 2008. 

Dalam jangka panjang, RHB Sekuritas menilai bahwa kebijakan ini bisa berdampak positif karena akan memperluas kelompok calon debitur yang layak mendapatkan kredit. 

Dengan adanya pemulihan kondisi keuangan, para petani, nelayan, dan UMKM yang sebelumnya mengalami kesulitan akan memiliki peluang lebih besar untuk mengakses pinjaman bank di masa mendatang.

RHB Sekuritas juga mempertahankan rekomendasi overweight di saham sektor perbankan dengan rekomendasi beberapa saham bank, seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga Rp5.900, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan target harga Rp6.220, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan target harga Rp8.100, dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dengan target harga Rp1.990 per saham.