<p>South Quarter adalah kawasan apartemen, komersial, dan apartemen milik emiten properti PT Intiland Development Tbk (DILD) / Intiland.com</p>
Industri

UU Cipta Kerja Jadi Angin Segar Sektor Properti

  • JAKARTA – Undang-Undang (UU) Cipta Kerja resmi disahkan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 5 Oktober 2020. Disahkannya Omnibus Law ini dinilai menjadi angin segar untuk pengusaha sektor properti. Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Harun Hajadi mengatakan Omnibus Law memberikan angin segar bagi perbaruan ketertarikan berinvestasi di Indonesia. Hal ini sangat […]

Industri
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

JAKARTA – Undang-Undang (UU) Cipta Kerja resmi disahkan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 5 Oktober 2020. Disahkannya Omnibus Law ini dinilai menjadi angin segar untuk pengusaha sektor properti.

Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Harun Hajadi mengatakan Omnibus Law memberikan angin segar bagi perbaruan ketertarikan berinvestasi di Indonesia. Hal ini sangat diperlukan demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

“Uang investasi itu tidak mengenal negara, dia hanya pergi dimana yang menarik imbal baliknya. Nah risiko berinvestasi di Indonesia sangat tinggi, considering hal-hal seperti labor law, keamanan, nilai tukar rupiah, lamanya mengurus izin, dan lainnya,” tutur Harun kepada TrenAsia.com, Kamis, 8 Oktober 2020.

Menurutnya, diresmikannya Omnibus Law ini berpengaruh langsung terhadap kinerja penjualan hunian vertikal dari warga negara asing (WNA). “Ada yang berpengaruh langsung ke properti yaitu bolehnya WNA membeli properti sarusun (satuan rumah susun),” tutur Harun.

Sejalan dengan ini, Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menyebutkan UU Cipta Kerja membuat WNA dapat memperoleh hak milik atas hunian vertikal yang mereka miliki, seperti apartemen.

“Orang asing jumlahnya tidak banyak, tapi mereka tetap pasar yang potensial. Karena sudah bisa hak milik, sekarang WNI dan WNA statusnya sama,” sebut Totok, Rabu, 7 Oktober 2020.

Totok menilai sebelum adanya regulasi tersebut, minat WNA untuk membeli hunian vertikal di Indonesia terbilang besar. Namun, hal itu tidak sebanding dengan realisasi penjualannya.

“Mereka (WNA) ragu karena status yang bertentangan. Ada pemegang hak pakai dan hak milik di satu apartemen yang sama. Notaris pun tidak berani ambil keputusan karena khawatir overlapping,” ujar Totok.

Adapun, ketentuan soal hak milik atas hunian vertikal tersebut tertuang di Pasal 144. Pada Pasal 144 ayat (1) disebutkan bahwa hak milik atas sarusun dapat diberikan kepada warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, WNA yang mempunyai izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, atau perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada atau punya perwakilan di Indonesia.

Kemudian, di ayat (2) disebutkan hak milik atas sarusun dapat beralih atau dialihkan dan dijaminkan. Sedangkan di ayat (3), hak milik atas sarusun dapat dijaminkan dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.