<p>Ilustrasi perlindungan data pribadi. / Pixabay</p>

UU Data Pribadi Tak Jamin Bisa Basmi Pinjol Ilegal

  • Faktor utama maraknya fintech P2P lending ilegal bukan lantaran absennya hukum yang mengatur hal tersebut, melainkan minimnya literasi digital.

Khoirul Anam

Khoirul Anam

Author

JAKARTA – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) tengah menanti dan menaruh perhatian terhadap Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

UU PDP dinilai dapat mengatasi maraknya penyelenggara fintech peer-to-peer (P2P) lending ilegal lantaran penyalahgunaan data pribadi pengguna.

Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti menegaskan bahwa undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) belum tentu dapat mengatasi maraknya fintech P2P lending ilegal.

Namun, menurut Ira, undang-undang PDP dapat meningkatkan kesadaran konsumen terhadap pentingnya data pribadi. Selain itu, ketika terjadi penyalahgunaan data pribadi, konsumen dapat melaporkan kepada Satgas Waspada Investasi (SWI).

“Hal ini bisa membantu pemerintah untuk men-track fintech (P2P lending) ilegal,” kata dia kepada TrenAsia.com, Rabu, 15 Juli 2020.

Dia juga menjelaskan bahwa faktor utama maraknya fintech P2P lending ilegal bukan lantaran absennya hukum yang mengatur hal tersebut, melainkan minimnya literasi digital.

“Selama masih ada masyarakat yang mudah tertipu untuk menggunakan fintech (P2P lending) ilegal, penyelenggara akan terus menyediakan aplikasi atau platform,” jelasnya.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, tingkat literasi digital mengalami kenaikan. Kendati demikian, kenaikan tersebut masih pada tingkat lebih rendah dibandingkan tingkat inklusi keuangan.

“(Ini) menunjukkan penggunaan jasa keuangan tidak didasari atau diikuti oleh literasi konsumen,” ujar Ira.

Faktor Lain

Faktor lainnya, lanjut Ira, yakni karena gerbang fintech P2P lending ilegal adalah platform digital, seperti AppStore atau Google PlayStore. Hal ini, menurutnya, memberikan kendala bagi pemerintah untuk menangani fintech P2P lending ilegal.

“Dalam ranah perlindungan data fintech, sebelum UU PDP disahkan, sosialisasi atas hak dan kewajiban pengguna, penyelenggara, pihak ketiga, dan prosesor harus dilakukan secara masif sehingga dapat berjalan lebih efektif,” terang Ira.

Ira menegaskan bahwa secara regulasi, perlindungan data konsumen telah tercantum pada Peraturan OJK Nomor 77. Namun, kata dia, dengan adanya tingkat hirarki hukum yang lebih tinggi, diharapkan dapat membantu melindungi konsumen.

“Contohnya terkait pengklasifikasian data, di mana data keuangan dikategorikan sensitif. Namun, karena ranahnya ilegal, akan sulit bagi AFPI dan OJK untuk mengawasi pengimplementasian UU PDP tersebut,” kata dia. (SKO)