<p>Vaksin COVID-19 buatan Sinovac Biotech China / Reuters</p>

Vaksin Corona dari China, Antara Fatamorgana dan Realita

  • Indonesia akan segera menjalani vaksinasi COVID-19 massal secara bertahap mulai November 2020. Apakah aman? Halal? Manjur?

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Baru-baru ini santer kabar Indonesia akan segera menjalani vaksinasi COVID-19 massal secara bertahap mulai November 2020 mendatang. Pada awal fase penyuntikan, setidaknya sekitar 9,1 juta jiwa akan menerima vaksin tersebut yang diprioritaskan oleh tenaga medis.

Secara keseluruhan, sekitar 160 juta orang di Indonesia akan menerima vaksin ini pada rentang usia 18-59 tahun atau sekitar 70% dari total populasi nasional. Untuk dosisnya sendiri, satu orang akan menerima dua dosis vaksin, artinya ada 320 juta vaksin yang harus disediakan pemerintah.

“Untuk mencapai herd immunity atau kekebalan imunitas, kita cukup melakukan vaksin kepada 70 persen total populasi,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr Achmad Yurianto dalam konferensi pers virtual, Senin 19 Oktober 2020.

Yuri juga menjelaskan, pihaknya hingga kini tidak memiliki data uji klinis terkait pemberian vaksin di luar kelompok usia 18-59 tahun. Oleh sebab itu, pihaknya belum bisa melakukan vaksinasi di luar rentang usia tersebut.

Kendati begitu, lanjutnya, seiring berjalannya waktu, berbagai pihak juga akan melakukan penelitian lebih lanjut terkait pemberian vaksinasi COVID-19 pada usia di luar dari data uji klinis yang sudah ada saat ini.

Lebih lanjut, Yuri bilang vaksinasi juga tak lantas menyelesaikan pandemi COVID-19 di Tanah Air. Karena itu, orang yang telah disuntik vaksin harus tetap menjalani protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

“Vaksin ditujukan untuk memberikan kekebalan agar saat terpapar virus tidak jadi sakit. Jadi mencegah menjadi sakit akibat terpapar virus,” tuturnya.

Terdapat tiga produsen vaksin COVID-19 yang akan memenuhi kebutuhan vaksinasi dalam negeri, yaitu CanSino Biologics Inc, Sinovac Biotech Ltd, dan China National Pharmaceutical Group Co., Ltd. (Sinopharm). Ketiganya berasal dari Negeri Tirai Bambu, China. Ketiga vaksin ini diklaim sudah lolos uji klinis tahap 3.

Vaksin COVID-19 produksi Sinovac Biothech China. / Bbc.com
Kesiapan

Pemerintah telah melakukan berbagai persiapan untuk melaksanakan vaksinasi COVID-19. Mulai dari bekerja sama dengan sejumlah produsen vaksin, memastikan kandungan vaksin aman dan halal, hingga penyediaan fasilitas kesehatan untuk pemberian vaksin.

Yuri mengatakan tim dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Kementerian Agama telah berangkat ke China. Tujuannya, untuk melakukan inspeksi terhadap tiga produsen vaksin yakni CanSino, Sinovac, dan Sinopharm terkait keamanan, kehalalan, dan kelayakan vaksin.

Hal ini sebagai salah satu tanggapan terhadap instruksi Presiden Joko Widodo akhir September lalu. Jokowi meminta para menteri dan jajarannya mempersiapkan skema vaksinasi massal COVID-19 dalam rapat terbatas Senin, 28 September 2020.

“Saya minta dalam dua minggu ini sudah ada perencanaan yang detail,” kata Jokowi.

Bahkan, Jokowi juga akan mengeluarkan peraturan presiden (perpres) sebagai dasar hukum pengadaan dan pemberian vaksin COVID-19 kepada masyarakat.

Pemerintah juga telah menyiapkan anggaran sebesar Rp21,8 triliun untuk seluruh proses vaksinasi. Di tahun ini anggaran yang akan digelontorkan sebanyak Rp3,8 triliun. Sedangkan sisanya akan dimaksimalkan pada tahun 2021.

Pemerintah juga telah membagi enam kelompok yang akan mendapatkan vaksin. Sedangkan, proses distribusinya akan dilakukan dalam lima tahap. Nantinya, tiap orang akan menjalani dua kali vaksinasi dengan jeda waktu 14 hari.

Vaksinasi yang akan diterapkan pada November 2020 juga merupakan sebuah percepatan. Pasalnya pada ratas tersebut, rencana awal pemberian vaksin secara massal baru akan dimulai pada Januari 2021.

Mengenal Tiga Produsen Vaksin
1. CanSino
CanSino Biologics produsen vaksin corona dari China / Reuters

CanSino Biologic Inc menjadi perusahaan pertama yang menerima paten teknologi pembuatan vaksin COVID-19. Hak paten tersebut telah diajukan sejak 18 Maret 2020 dan disetujui 11 Agustus 2020 lalu.

Sejauh ini, CanSino tengah melakukan uji klinis tahap ketiga di Tiongkok, Pakistan, Rusia, dan Arab Saudi. Untuk vaksinasi di Indonesia, CanSino telah berkomitmen mengirim 100.000 vaksin dosis tunggal pada bulan November 2020.

Kemudian, sekitar 15-20 juta dosis akan dikirim pada tahun 2021. Pada Juni lalu, pemerintah China sudah memberikan izin perusahaan untuk melakukan proses uji coba kepada para tantara.

2. G42/Sinopharm
Sinopharm produsen vaksin corona dari China / Reuters

Produk vaksin satu ini dikembangkan oleh Institut Produk Biologi Beijing dan Institut Produk Biologi Wuhan. Keduanya adalah anak perusahaan China National Biotech Group (CNBG).

G42 atau Sinopharm sudah melakukan uji klinis tahap tiga. Uji klinis digelar di berbagai negara seperti Peru, Uni Emirat Arab (UEA), Argentina, dan juga Maroko dan di dalam negeri sendiri.

Rencananya, 5 juta dosis vaksin Sinopharm akan didatangkan pada November mendatang. Tahun ini, total 15 juta dosis vaksin (dua dosis vaksin) akan di kirim ke Indonesia.

Sinopharm diketahui menggunakan metode inactivated. Metode ini dapat membuat virus jadi nonaktif dan dapat bekerja memancing respons imun tubuh. Sejak Juli lalu, vaksin ini telah diuji ke para petugas kesehatan dan inspektur perbatasan di China daratan.

3. Sinovac
Sinovac produsen vaksin corona dari China / Reuters

Sinovac Biotech merupakan perusahaan biofarmasi asal China yang fokus membuat dan menjual vaksin untuk mencegah penyakit menular. Sinovac telah melakukan uji klinis tahap tiga di Indonesia, Chile, Bangladesh, Brasil, dan Turki, termasuk negaranya sendiri.

Untuk proses uji klinis di Tanah Air, Sinovac melibatkan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Hingga akhir 2020 Sinovac akan mengirimkan 3 juta dosis vaksin untuk Indonesia.

Pengiriman pertama sebanyak 1,5 juta dosis vaksin dan dilakukan pada minggu awal bulan November. Selanjutnya, sebanyak 1,5 juta dosis vaksin dan 15 juta dosis vaksin dalam bentuk konsentrat ready to fill dikirim pada pekan pertama bulan Desember.

Vaksin ini menggunakan metode inactivated yang mana vaksin dapat membuat virus jadi nonaktif dan memancing respons imun. Harga vaksin Sinovac sendiri berkisar Rp200.000 per dosisnya.

Pemerintah siap memberikan vaksinasi COVID-19 kepada jutaan warga / Reuters
Dilarang Tolak Vaksinasi

Vita (55), perempuan paruh baya yang tinggal di daerah Jakarta Selatan ini merupakan salah satu calon penerima vaksin COVID-19 jika dilihat dari rentang usianya.

Ia mengaku bimbang menanggapi dirinya menjadi salah satu calon yang akan menerima vaksin. Vita ragu akan keabsahan vaksin yang berasal dari China tersebut. Padahal, sebelumnya ia antusias melihat adanya pemberitaan produksi vaksin dalam negeri.

Meskipun sudah dipastikan aman dan layak oleh pemerintah, ia masih meragukan kualitas vaksin tersebut. Ditambah, Vita merupakan salah satu perempuan yang memiliki stigma negatif terhadap produk asal Negeri Tirai Bambu.

Di sisi lain, ia juga merasa perlu mendapatkan vaksin mengingat dirinya merupakan salah satu kelompok yang rentan terpapar virus jahat ini.

“Masih fifty-fifty (50:50) nih mau di vaksin atau enggak. Soalnya jadi pertanyaan juga kenapa kok ini jadi dipercepat di bulan depan? Emang udah aman buat digunain sama orang banyak?” ucapnya saat berbincang dengan reporter TrenAsia.com belum lama ini.

Nampaknya, keraguan nenek tiga cucu ini harus dibungkam dengan adanya aturan yang mewajibkan seluruh warga DKI Jakarta untuk melakukan vaksinasi COVID-19. Jika menolak, Vita akan diancam denda maksimal Rp5 juta.

Hal itu tertuang dalam Pasal 30 Peraturan Daerah Penanggulangan COVID-19 yang baru disahkan dalam rapat paripurna, Senin 19 Oktober 2020 lalu.

“Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi COVID-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5 juta,” demikian bunyi isi pasal tersebut.

Tak hanya menolak vaksin COVID-19, pada pasal 29 peraturan yang sama, warga yang menolak melakukan rapid test atau swab test juga dapat dikenakan denda maksimal Rp5 juta.

Nah, aturan-aturan yang maksa gini yang enggak suka. Bikin masyarakat malah jadi makin bandel ini kalau gini. Apa-apa kok diancem,” tandas Vita sebagai bentuk protes atas aturan tersebut.

Penandatanganan kerja sama antara PT Bio Farma dan Sinovac Biotech China dalam pengadaan vaksin COVID-19. / Bumn.go.id
Sebenarnya Untuk Apa Ada Vaksin?

Kehadiran vaksin COVID-19 dianggap laiknya oasis di tengah gurun pasir yang gersang. Banyak pihak menganggap vaksinasi corona adalah jalan keluar atas pandemi yang terjadi saat ini. Namun siapa yang sangka jika itu hanya sebuah fatamorgana?

Faktanya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai tak ada negara manapun yang berani memastikan keberhasilan vaksin COVID-19 untuk menuntuntaskan pandemi.

“COVID-19 ini sesuatu yang baru, semua negara tidak ada yang berani memastikan bahwa dengan satu vaksin ini pasti berhasil,” kata Ketua Tim Mitigasi PB IDI, dr Adib Khumaidi, SpOT dalam sebuah diskusi virtual, dikutip Kamis 22 Oktober 2020.

Artinya, lanjut Adib, vaksin ini masih menjadi suatu proses yang kemudian berlomba-lomba untuk dilakukan pengembangannya oleh para peneliti. Sehingga hasilnya pun masih diharapkan -bukan dipastikan- berkhasiat bagi miliaran masyarakat dunia nantinya.

Di samping itu, ia menjelaskan bahwa pemberian vaksin ini nantinya juga harus mengantongi izin edar darurat atau emergency use authority (EUA). Sehingga, katanya, semua negara wajib membentuk sebuah regulasi sebelum melakukan vaksinasi massal.

Ia menuturkan, kedua hal tersebut harus dibuktikan agar mendukung perbaikan dari sisi imunitas tubuh terhadap vaksin COVID-19. Meskipun begitu, lagi-lagi dokter ini tidak dapat memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuktian yang akan dijalankan oleh para peneliti di dunia.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat menjadi relawan uji klinis fase 3 vaksin COVID-19 buatan Sinovac pada Agustus 2020 / Facebook @mochamadridwankamil

Kesan Tergesa-gesa

Sama halnya dengan Vita yang merupakan masyarakat awam, pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono pun mempertanyakan tingkat efektivitas dan keamanan vaksin asal China yang akan didistribusikan di dalam negeri.

Menurutnya saat ini, tahap uji klinis belum seutuhnya selesai. Bahkan, belum ada bukti ilmiah bahwa vaksin berhasil diproduksi.

“Mana bukti ilmiahnya? Itu kan tidak pernah dibicarakan secara terbuka,” tutur Pandu pekan lalu.

Pandu juga mengimbau pemerintah agar tidak tergesa-gesa melakukan vaksinasi di Indonesia pada November mendatang. Baginya, adanya vaksinasi tidak terlalu urgen. Yang terpenting, katanya, pemerintah betul-betul memastikan terlebih dahulu kualitas produk vaksin asal China itu.

“Ini bukan keadaan kalau tidak dilakukan vaksinasi akan mati, tapi bisa ditunda. Katakanlah sudah dipakai oleh beberapa negara dengan status darurat, bukan berarti bisa diterapkan di Indonesia,” tambahnya.

Ia menegaskan, vaksinasi merupakan solusi jangka panjang sehingga pengerjaannya pun tidak perlu terburu-buru.

Untuk itu, dia meminta agar pemerintah tetap mengutamakan penelusuran, pengetesan, dan perawatan dalam menghadapi pandemi COVID-19 seperti yang dijalankan negara lain, termasuk China sebagai produsen vaksin. (SKO)