Valuasi Saham BBRI Mendekati Terendah 10 Tahun, Saatnya Buy?
- Dalam sebulan terakhir BBRI mencatatkan penurunan harga saham sebesar -10% ke level Rp4.400 per saham pada penutupan bursa Jumat, 22 November 2024.
Bursa Saham
JAKARTA - Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) pada awal perdagangan Senin, 25 November 2024, terpantau menguat sebesar 2,50% ke level Rp4.510 per saham. Pertanyaannya, apakah ini bisa menjadi indikasi positif bagi saham perbankan pelat merah tersebut?
Stockbit Sekuritas menilai bahwa harga saham BBRI saat ini menawarkan entry point yang menarik, terutama untuk investasi jangka panjang, meskipun masih sulit memprediksi kapan arus dana keluar (foreign outflow) akan mereda atau valuasi mencapai titik terendahnya.
"Pandangan kami didasarkan pada valuasi BBRI yang hampir menyentuh level terendahnya dalam sepuluh tahun terakhir (di luar periode pandemi), perbaikan fundamental, dan dividend yield yang menarik, hampir mencapai 8%," jelas Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead Stockbit, Senin, 25 November 2024.
- Akhir Kasus Guru Supriyani: Divonis Bebas, Dua Polisi Pemeras Dicopot dari Jabatan
- Sejarah Pilkada Serentak di Indonesia dari Masa ke Masa
- Entitas Erajaya (ERAA) Caplok JD Sports Indonesia Rp89,25 Miliar
Rahmanto menjelaskan, dalam sebulan terakhir BBRI mencatatkan penurunan harga saham sebesar -10% ke level Rp4.400 per saham pada penutupan bursa Jumat, 22 November 2024. Hal ini sejalan dengan tekanan net foreign outflowsebesar Rp7 triliun, menjadikannya sebagai emiten dengan foreign outflow terbesar di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang berkontribusi hingga 39% dari total foreign outflow IHSG selama periode tersebut.
“Sebagai perbandingan, foreign outflow BBRI hampir dua kali lipat lebih besar dari emiten terbesar kedua, Bank Central Asia (BBCA), yang mencatat outflow Rp3,6 triliun,” tambahnya.
Secara kumulatif, sejak awal 2024, saham BBRI telah turun -23% year-to-date (ytd) dengan net foreign outflow sebesar Rp30 triliun. Angka ini menghapus total foreign inflow Rp24 triliun yang tercatat sejak pandemi Covid-19 (Juni 2020 hingga Desember 2023).
Rahmanto menyebutkan bahwa foreign outflow pada BBRI merupakan yang terbesar dan tercepat setidaknya sejak 2010. Akibatnya, kepemilikan asing pada BBRI turun ke level 32,95% per Oktober 2024, yang merupakan titik terendah dalam tiga tahun terakhir.
Menurutnya, foreign outflow ini didorong oleh sentimen keluarnya dana asing dari pasar negara berkembang akibat penguatan indeks dolar AS (DXY) dan kekhawatiran terhadap bisnis mikro, terutama dari aspek credit cost, kualitas aset, serta pertumbuhan.
Penurunan harga saham juga membuat valuasi BBRI turun ke level P/BV 2x, sekitar -1,5 standar deviasi dari rata-rata P/BV lima tahun terakhir. Saat ini, valuasi BBRI berada di level terendah sejak Juni 2020, awal pemulihan pasca–crash Covid-19. Sebagai perbandingan, valuasi terendah dalam sepuluh tahun terakhir adalah P/BV 1,4x pada Maret hingga Mei 2020.
Manajemen BBRI mengisyaratkan potensi peningkatan dividend payout ratio hingga 85% atau lebih (dibandingkan 2023: 80%), tergantung persetujuan pemegang saham. Dengan laba bersih FY24F sebesar Rp61 triliun sesuai ekspektasi konsensus, dividend payout sebesar 85% akan menghasilkan dividend yield sebesar 7,8% berdasarkan harga saham Rp4.400 per Jumat, 22 November 2024.
“Di level harga saat ini, saham BBRI menawarkan entry point yang menarik, terutama untuk investasi jangka panjang, dengan valuasi mendekati masa pandemi, perbaikan fundamental, dan dividend yield yang hampir mencapai 8%,” ungkap Rahmanto.
Namun, ia memperingatkan risiko jika harga saham BBRI turun lebih jauh dan menyentuh valuasi terendah sepuluh tahun terakhir (P/BV 1,4x), yang mengimplikasikan potensi penurunan sebesar -32% ke Rp3.000 per saham. Risiko lain adalah jika terjadi penurunan kualitas aset, terutama di segmen mikro.
“Meski demikian, kami melihat BBRI menunjukkan tanda-tanda perbaikan dalam credit cost dan kualitas aset. Dengan fundamental yang masih solid serta potensi dividend yield 8%, ini dapat menjadi buffer bagi investor hingga arus dana keluar mereda dan kualitas aset membaik,” pungkasnya.