Wajib Dibayar H-7, Pengusaha Minta Kelonggaran Pembayaran THR
- Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) telah mengeluarkan kebijakan mengenai mekanisme pemberian tunjangan hari raya (THR) kepada pekerja. Hal itu tertuang dalam Surat Ederan Menaker Nomor : M/1/HK.04/IV2022 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2022 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Nasional
JAKARATA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mengeluarkan aturan mengenai mekanisme pemberian tunjangan hari raya (THR) kepada pekerja. Hal itu tertuang dalam Surat Ederan Menaker Nomor : M/1/HK.04/IV2022 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2022 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Dalam Surat Edaran tersebut, perusahaan diharuskan memberikan THR kepada pekerja atau buruh paling lambat tujuh hari sebelum momentum hari raya Idulfitri. Adapun untuk besarannya, Kemnaker meminta agar perusahaan memberikan THR sebesar satu bulan gaji bagi pekerja yang telah memasuki masa kerja lebih dari 12 bulan, sementara bagi yang belum besaran tersebut dihitung secara prorata.
Menanggapi keputusan tersebut, Ketua Umum Asosiasi Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang meminta agar para pengusaha dapat diberikan ruang kepada pekerja untuk berdiskusi terkait kewajiban pemberian THR, khususnya bagi mereka yang tidak sanggup untuk membayarkan kewajiban tunjangan tersebut ditengah masa pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
"Dalam proses pemulihan ekopnomi saat ini arus kas pengusaha belum semuanya memiliki kemampuan. Seperti sektor hiburan, aneka jasa seperti EO (Event Orginizer) dan usaha penunjangnya, restoran, cafe, hotel, kontraktor kecil menengah, UKM dan lain lain," terang Sarman kepada trenasia Senin, 11 April 2022.
- Progres Jalan Tol Kuala Tanjung - Parapat Capai 68 Persen, Seksi 1 dan 2 Ditargetkan Rampung 2022
- IHSG Berpotensi Tembus 7.600 Tahun Ini, Simak 4 Sektor yang Patut Dicermati
- Sejarah Landak Ceko, Teknologi Tahun 1930an ini Masih Bisa Merepotkan Tank Canggih
Sarman menyebut bahwa beberapa di antaranya mungkin dapat membayarkan THR kepada para pekerja, tapi tidak penuh, bahkan ada yang tidak mampu. Oleh karenanya pihaknya meminta agar bagi mereka yang tidak mampu memberikan THR tetap dapat diberikan ruang untuk dilakukan dialog guna menemukan keputusan yang adil baik bagi pekerja maupun pengusaha.
"Jangan sampai pengusaha yang memang benar-benar tidak memiliki kemampuan membayar THR diberikan sanksi, ini sesuatu yang tidak adil bagi pengusaha. Keterbukaan dan transparansi menjadi dasar untuk menyelesaikan hubungan industrial yang berkaitan dengan permasalahan THR," ungkap Sarman.
Sementara itu, Pengamat Hukum Ketenagakerjaan asal Universitas Airlangga Hadi Subhan mengatakan bahwa secara norma keringanan pembayaran THR tidak diatur dalam perundang-undangan, dirinya menyarankan agar para pengusaha dan pekerja dapat melakukan dialog lebih lanjut untuk mencari jalan tengah dari permasalahan tersebut.
"Namun demikian, jika perusahaan benar-benar dalam kondisi kesulitan yang luar biasa akibat pandemi, sebaiknya perusahaan bermusyawarah dengan pekerja," terang Hadi kepada trenasia.com Senin, 11 April 2022.
Adapun Sarman berharap agar pandemi COVID-19 kedepannya dapat semakin terkendali, sehingga sejumlah aturan yang mengikat mengenai pembatasan aktivitas masyarakat yang telah mengekang dunia usaha sebelumnya dapat ditiadakan, hal itu diharapkan dapat memberikan efek yang positif bagi cash flow perusahaan.
"Dengan begitu proses pemulihan ekonomi kita lebih cepat tercapai, pertumbuhan ekonomi mencapai target, daya beli masyarakat semakin bertumbuh, lapangan pekerjaan semakin tersedia sehingga tahun 2023 semua sektor usaha akan mampu memenuhi kewajibannya membayar THR secara penuh dan tepat waktu sesuai harapan Pemerintah," tutup Sarman.