logo
<p>Ilustrasi perdagangan saham di bursa Wall Street Amerika Serikat / Reuters</p>
Bursa Saham

Wall Street Anjlok! Nasdaq Masuk Bearish, Dampak Tarif Trump Bikin Panik Pasar

  • Bursa saham AS kembali tertekan selama dua hari berturut-turut hingga Jumat, 4 April 2025. Nasdaq resmi masuk wilayah bearish akibat memanasnya perang dagang global imbas tarif tinggi yang diberlakukan Presiden Donald Trump.

Bursa Saham

Alvin Bagaskara

JAKARTA - Bursa saham Amerika Serikat kembali mengalami tekanan hebat selama dua hari berturut-turut pada Jumat, 4 April 2025. Indeks Nasdaq Composite resmi memasuki wilayah bearish, dipicu meningkatnya ketegangan perang dagang global akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump.

Mengutip Reuters pada Sabtu, 5 April 2025, Nasdaq anjlok sebesar 962,82 poin atau 5,82% ke posisi 15.587,79, jatuh lebih dari 20% dari rekor tertingginya di 20.173,89 yang tercapai pada 16 Desember 2024. 

Sementara itu, Dow Jones turut melemah tajam sebesar 2.231,07 poin atau 5,50% ke level 38.314,86, mengonfirmasi koreksi dari level tertingginya. S&P 500 juga terperosok 322,44 poin atau 5,97% dan menutup pekan di 5.074,08, ini adalah level terendah dalam 11 bulan terakhir.

Ketiga indeks utama ini mencatatkan penurunan dua hari terbesar sejak krisis pasar akibat pandemi COVID-19 pada awal masa pemerintahan Trump. Dalam dua hari terakhir, Dow merosot 9,3%, S&P 500 turun 10,5%, dan Nasdaq terkoreksi 11,4%. Secara mingguan, Nasdaq memimpin pelemahan dengan penurunan 10%, diikuti oleh S&P 500 (9,1%) dan Dow (7,9%).

Pasar terguncang oleh langkah Trump yang menaikkan tarif impor ke tingkat tertinggi dalam lebih dari satu abad. Kebijakan ini memicu kekhawatiran akan resesi global dan menghapus nilai triliunan dolar dari pasar modal AS. Indeks Volatilitas CBOE, indikator utama kepanikan investor, melonjak ke titik tertinggi sejak April 2020.

Volume perdagangan saham di AS memecahkan rekor, mencapai 26,79 miliar saham pada hari Jumat—melebihi rekor sebelumnya pada Januari 2021. Investor ramai-ramai melepas aset berisiko menyusul pengumuman tarif baru yang diumumkan pada malam Rabu, 2 April 2025.

Menurut Steve Sosnick, Kepala Analis di Interactive Brokers, arah pasar selanjutnya sangat bergantung pada seberapa teguh pemerintahan Trump mempertahankan kebijakan tarif ini. “Pasar jelas tidak memberikan restu,” ujarnya.

Respon dari berbagai negara mulai bermunculan. China langsung membalas dengan memberlakukan tarif tambahan sebesar 34% terhadap seluruh produk AS mulai 10 April 2025. Sementara itu, pemimpin Inggris, Australia, dan Italia segera melakukan komunikasi untuk merespons langkah Trump. “Kita sedang memasuki wilayah tak bertuan dalam perang dagang ini,” kata Mariam Adams, Direktur UBS Wealth Management.

Sebelumnya, Ketua Bank Sentral AS, The Fed, Jerome Powell, memperingatkan bahwa kenaikan tarif berisiko memicu inflasi tinggi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi menjadi tantangan berat bagi kebijakan moneter.

Kepanikan pasar mendorong investor memburu obligasi pemerintah AS, menekan imbal hasil obligasi 10 tahun ke bawah 4%. Sektor perbankan ikut tertekan karena potensi pemangkasan suku bunga dan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi. 

Indeks sektor perbankan S&P merosot 7,3%, sementara seluruh 11 sektor dalam indeks S&P mencatatkan penurunan lebih dari 4,5%. Sektor energi kembali menjadi penekan utama setelah harga minyak mentah AS turun 7,3%.

Saham perusahaan China yang terdaftar di AS seperti JD.com, Alibaba, dan Baidu juga mengalami pelemahan signifikan—masing-masing anjlok lebih dari 7,7%. Raksasa teknologi dengan eksposur besar ke China seperti Apple juga terdampak, turun 7,3%. Saham produsen chip jatuh 7,6% setelah sehari sebelumnya merosot hampir 10%.