Wamenperin Peringatkan Rancangan Kemasan Rokok Polos jadi Beban Pemerintah Baru
- Aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek hingga pembatasan penjualan dan iklan rokok diyakini akan membunuh sektor pertembakauan.
Nasional
JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) turut bersuara menanggapi polemik akibat wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagai aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek hingga pembatasan penjualan dan iklan rokok diyakini akan membunuh sektor pertembakauan yang berujung pada penurunan penyerapan hasil tembakau hingga ancaman PHK.
Laporan Kemenperin menunjukkan bahwa industri hasil tembakau telah menyerap lapangan kerja bagi hampir enam juta jiwa, serta menghidupi jutaan petani di berbagai wilayah Indonesia. Industri hasil tembakau pun telah berkontribusi lebih dari Rp213 triliun terhadap penerimaan cukai negara dan mencetak nilai ekspor lebih dari US$ 1 miliar di 2023.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas lahan tembakau nasional pada 2023 mencapai 229.123 ha dengan hasil produksi tembakau kering sebanyak 285.348 ton.
Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menyatakan komitmennya untuk mendorong harmonisasi bersama kementerian dan lembaga terkait untuk mengawal isu tersebut yang berpotensi mendorong PHK di sektor industri hasil tembakau. Ia mendorong agar seluruh pemangku kepentingan melakukan diskusi bersama untuk saling menyampaikan kekhawatiran masing-masing dalam melakukan pertimbangan.
Menurutnya, diskusi menyeluruh perlu dilakukan untuk mencari jalan tengah dan mendapat keseimbangan antar kebutuhan, termasuk dari sisi ekonomi. Wacana kebijakan inisiatif Kementerian Kesehatan itu dinilai akan membawa para buruh dan pekerja tembakau pada jurang PHK.
“Tentunya concern kita ingin industri hasil tembakau ini bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi dari sekarang,” ujar Faisol kepada media.
Mantan Ketua Komisi VI DPR RI tersebut juga menegaskan bahwa Rancangan Permenkes bertentangan dengan upaya pemerintah dalam mendorong peningkatan ekonomi nasional. Keterbukaan lapangan kerja yang lebih luas dengan target 19 juta lapangan pekerjaan menjadi perhatian utama Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk mendorong tercapainya target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
Selain potensi yang besar dalam mendukung penyerapan tenaga kerja, industri hasil tembakau juga memiliki kinerja yang baik dalam hal hilirisasi industri yang terlihat dari kinerja industri pengolahan tembakau dari sisi penyerapan tembakau dan cengkeh dalam negeri serta ekspor dengan mayoritas produk jadi bernilai tambah ke manca negara.
Untuk itu, Faisol berharap tidak ada regulasi yang justru menekan target-target dari pemerintahan baru, termasuk tekanan terhadap Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pengolahan tembakau yang masih mengalami kontraksi, keberlangsungan industri dari hulu hingga hilir, serta ancaman PHK. “Presiden Prabowo menaruh perhatian kepada situasi ekonomi yang berat hari ini untuk tetap menyiapkan lapangan pekerjaan buat masyarakat, bukan menutup atau mengurangi pekerja di semua sektor,” paparnya.
Terakhir, Faisol mendukung adanya harmonisasi yang baik antar Kementerian/Lembaga terhadap Rancangan Permenkes dan berharap segala kekhawatiran yang dihadapkan oleh industri hasil tembakau serta ekosistem di dalamnya dapat disampaikan dan diakomodir.