Wanita Pekerja Sering Dibuli soal Mengasuh Anak, Kenali Cirinya
- JAKARTA- Bekerja mencari nafkah merupakan hal yang wajib dilakukan saat ini. Tak hanya dilakukan kaum lelaki, perempuan pun kini telah banyak yang bekerja untuk
Gaya Hidup
JAKARTA- Bekerja mencari nafkah merupakan hal yang wajib dilakukan saat ini. Tak hanya dilakukan kaum lelaki, perempuan pun kini telah banyak yang bekerja untuk mencari nafkah.
Bagi perempuan, menyandang status sebagai karyawan sekaligus seorang ibu bukanlah hal baru. Sayangnya, status ini masih banyak menerima perundungan, bahkan oleh sesama wanita.
Dalam buku Empower me yang ditulis oleh Puty Puar, Perundungan yang kemudian dikenal dengan istilah working-mom shaming ini merupakan sikap menghakimi atau mengkritik seorang ibu secara berlebihan atas keputusan yang dipilih.
Parahnya lagi, perundungan model ini tak hanya terjadi di dunia maya. Tapi hingga terbawa di dunia nyata. Lebih ironis lagi, pelakunya kebanyakan adalah wanita yang notabene sesama ibu-ibu.
Biasanya, perundungan para working-mom dipengaruhi oleh budaya patriaki yang masih sangat kuat di masyarakat. Alhasil, persepsi bahwa pencari nafkah adalah pria dan sosok ibu sebagai pengatur rumah tangga masih sangat kental.
Perlu diketahui, berikut adalah poin yang sering dijadikan bahan perundungan bagi para working-mom yang kerap dilakukan di tengah masyarakat. Lebih lengkap, begini ulasannya
1. Dianggap Egois
Banyak kaum ibu yang kini memutuskan untuk memutuskan anak sembari bekerja. Keputusan ini biasanya diambil untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Sayangnya, tak semua orang suka pada keputusan ini.
Sebagian masyarakat menganggap bahwa ibu pekerja adalah orang yang egois dan tak peduli dengan anaknya. Bahkan untuk melakukan perundungan, tak jarang masyarakat membandingkan anak dengan barang berharga seperti emas dan berlian yang dititipkan pada orang lain.
Padahal pada dasarnya, anak dan benda tersebut bukanlah objek yang bisa disamakan. Meski anak tak diasuh secara langsung oleh orang tua, ikatan antara ibu dan anak akan tetap terjalin jika kualitas pertemuan tinggi.
2. Dianggap tak beri gizi maksimal pada Anak
Ibu pekerja biasanya memberikan ASI perah agar gizi anak tercukupi dan buah hati tetap sehat. Jika pun tidak, para ibu pekerja memberikan susu berkualitas tinggi bagi anaknya.
Sayangnya, pemberian ASI perah ini banyak dikritik oleh para masyarakat konservatif. Hal itu terjadi karena di masyarakat, ASI telah dianggap sebagai 'standar emas' untuk bayi, banyak yang menganggap bahwa ASI langsung dari payudara ibu adalah yang terbaik.
Padahal faktanya, ada ibu tidak bisa melakukan hal tersebut karena sejumlah alasan, di antaranya adalah alasan medis dan keterbatasan waktu akibat bekerja.
3. Dianggap tak memperhatikan anak
Cara memperlakukan dan mengasuh anak para ibu pekerja biasanya dikritik sebagai cara yang kurang memperhatikan anak.
Karena sibuk bekerja, working-mom biasanya menitipkan si kecil ke tempat penitipan anak. Hal inilah yang kemudian dijadikan bahan gunjingan.
Pada masyarakat, 'standar' yang ditetapkan oleh masyarakat terkait membesarkan anak adalah pengasuhan intensif.