Potret anak berangkat sekolah
Nasional

Wapres Minta Dihapus, Ini Sejarah Sistem Zonasi dalam PPDB

  • Kemdikdasmen telah membentuk tim kajian untuk memetakan kebijakan pendidikan di sekolah untuk periode ajaran 2025/2026.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka mengaku telah meminta kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, untuk menghapuskan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).

“Kalau kita bicara generasi emas, Indonesia 2045 ini kuncinya ada di pendidikan, kuncinya ini ada di anak-anak muda. Makanya kemarin pas rakor dengan para kepala dinas pendidikan saya sampaikan secara tegas ke Pak Menteri Pendidikan, system zonasi harus dihilangkan,” kata Gibran dalam pidatonya di Pembukaan Tanwir I PP Pemuda Muhammadiyah, Jakarta, Kamis, 21 November 2024.

Sebelumnya, Gibran juga pernah meminta kepada kepala dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk meninjau kembali sistem zonasi. Gibran mengakui tujuan dari zonasi PPDB sebenarnya baik, namun ia berpendapat tidak semua wilayah cocok dengan sistem tersebut.

Sementara, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan pihaknya masih melakukan kajian terhadap sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tahun 2025. Pihaknya belum bisa memastikan penghapusan sistem seleksi tersebut.

Kemdikdasmen telah membentuk tim kajian untuk memetakan kebijakan pendidikan di sekolah untuk periode ajaran 2025/2026. Terkait sistem zonasi, Mu’ti masih menunggu data secara lengkap sebelum mengambil keputusan.

“Saya masih menunggu masukan dari tim kajian yang kami bentuk yang delapan itu, nanti pada waktunya kamii akan putuskan bagaimana PPDB,” tegas Mu’ti.

Terkait dengan sistem zonasi, sebenarnya kapn awal mula sistem itu dilakukan?

Sejarah Diberlakukan Sistem Zonasi

Sejak 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerapkan kebijakan zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Muhadjir Effendy menjelaskan zonasi bertujuan untuk melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh. Menurutnya, zonasi merupakan salah satu strategi mempercepat pemerataan pendidikan berkualitas.

Mendikbud menjelaskan, kebijakan zonasi diambil sebagai tanggapan atas munculnya sistem “kasta” dalam pendidikan, yang selama ini terbentuk akibat adanya seleksi kualitas calon peserta didik dalam proses penerimaan peserta didik baru.

Dilansir dari Indonesiabaik, Muhadjir Effendy menegaskan sistem zonasi dilakukan untuk mencapai pemerataan pendidikan di Indonesia. Peraturan zonasi mengharuskan sekolah menerima siswa baru yang berdomisili di radius terdekat dengan sekolah, yang ditentukan berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum periode PPDB.

Peraturan zonasi ini berlaku untuk sekolah jenjang TK, SD, SMP, dan SMA, sementara untuk SMK, dibebaskan untuk peraturan zonasi.

Menurut Pasal 12 mengenai sistem seleksi PPDB, untuk jenjang Taman Kanak-kanak (TK) dan SD, seleksi mempertimbangkan usia anak. Untuk SD, ada syarat tambahan berupa penentuan berdasarkan jarak rumah, pendaftaran lebih awal, dan larangan untuk melakukan tes membaca, menulis, atau berhitung. 

Untuk seleksi SMP, syarat tambahan meliputi nilai ujian SD serta prestasi akademik dan non-akademik yang diakui oleh sekolah. Sedangkan untuk SMA, syarat tambahan mencakup nilai sertifikat hasil ujian nasional.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Pendidikan, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad mengatakan, sistem zonasi mulai diterapkan secara bertahap sejak 2016, dimulai dengan penggunaannya zonasi untuk penyelenggaraan ujian nasional.

Mendikbud menjelaskan beberapa tujuan dari sistem zonasi antara lain untuk memastikan pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa, mendekatkan sekolah dengan lingkungan keluarga, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah, terutama di sekolah negeri, serta membantu analisis kebutuhan dan distribusi guru.

Sistem zonasi juga diharapkan dapat mendorong kreativitas pendidik dalam pembelajaran dengan kondisi siswa yang heterogen, serta membantu pemerintah daerah dalam memberikan bantuan atau afirmasi yang lebih tepat sasaran, baik dalam hal sarana prasarana sekolah maupun peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan.

Kemudian pada 2017, sistem zonasi pertama kali diterapkan dalam PPDB, dan pada 2018 disempurnakan melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, yang menggantikan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB.

Ia menambahkan, Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 diterbitkan untuk mengatasi berbagai keluhan yang muncul terkait Permendikbud sebelumnya, seperti masalah jumlah rombongan belajar (rombel) dan jumlah siswa.

Pada penerapan zonasi tahun 2018, dilakukan penyesuaian jumlah rombel dan jumlah siswa dalam rombel sehingga dapat dicari solusi untuk permasalahan yang terjadi dalam implementasi zonasi pada PPDB tahun lalu. Terkait penyesuaian jumlah rombel dan jumlah siswa itu, Muhadjir Effendy mengatakan, zonasi mempermudah pemetaan kebutuhan siswa di daerah.

Dilansir dari egsa.geo.ugm.ac.id, menjadi Warga Negara Indonesia berarti memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik.

Berdasarkan Pasal 31 Ayat 3 UUD 1945, pemerintah berupaya untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang dapat meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penerapan sistem zonasi bertujuan untuk meratakan akses pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan demikian, setiap siswa berhak untuk belajar di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya tanpa khawatir tersingkir karena nilai akademik yang dianggap belum cukup.

Sistem zonasi memberikan beberapa dampak positif. Sistem ini dapat membantu mengurangi polusi dengan menurunnya penggunaan kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua, karena siswa lebih memilih untuk berjalan kaki atau bersepeda karena jarak rumah yang dekat dengan sekolah.

Hal ini juga secara tidak langsung dapat mengurangi kemacetan yang terjadi pada jam berangkat atau pulang sekolah dan pekerja (rush hour). Selain itu, zonasi dapat menghilangkan label sekolah favorit dan tidak favorit, yang pada gilirannya mendukung pemerataan kualitas pendidikan sebagai bagian dari upaya negara untuk menjamin hak pendidikan dasar bagi setiap warga negara. 

Sistem zonasi pada dasarnya memiliki tujuan yang baik dan mulia, namun ketidaksiapan infrastruktur, terutama di daerah tertinggal membuat pemerataan fasilitas dan kualitas pendidikan semakin sulit dicapai.

Jika sarana dan prasarana yang mendukung pemerataan pendidikan belum memadai, maka tujuan utama sistem zonasi hanya omong kosong belaka. Berbagai kecurangan dalam penerapan sistem zonasi menunjukkan masih ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk masuk ke sekolah-sekolah yang sebelumnya dianggap favorit.

Penerapan sistem zonasi tanpa disadari dapat mengurangi minat belajar siswa karena hilangnya label sekolah favorit. Padahal, saat mendaftar ke perguruan tinggi, banyak universitas masih mempertimbangkan track record dan akreditasi SMA dari calon pendaftar.

Hal ini menunjukkan penghapusan sekolah favorit akibat sistem zonasi yang tidak ampuh. Selain itu, dari sisi tenaga pendidik, beberapa guru mengeluhkan bahwa siswa yang diterima melalui sistem zonasi cenderung memiliki kemampuan akademik yang tidak sesuai dengan standar yang sebelumnya diterapkan di sekolah tersebut.

Sistem zonasi ini memicu berbagai pro dan kontra. Tanpa adanya sistem zonasi, siswa dengan nilai akademik tinggi hanya akan ditempatkan di sekolah-sekolah favorit, sementara siswa dengan nilai lebih rendah akan ditempatkan di sekolah yang dianggap tidak favorit. Hal ini tentunya menghambat tercapainya pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.

Meskipun ada pihak yang merasa dirugikan, seperti siswa dengan akademik tinggi yang tidak dapat masuk ke sekolah favorit karena jarak rumah yang terlalu jauh, lebih banyak lagi siswa dengan akademik rendah yang dirugikan karena tidak mendapatkan fasilitas yang layak.

Oleh karena itu, pemangku kebijakan perlu melakukan peninjauan terhadap sistem zonasi agar dapat memastikan setiap sekolah mendapatkan fasilitas dan kualitas pendidikan yang layak.