<p>Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan ribuan entitas Fintech Lending Ilegal / Istimewa</p>

Waspada, Fintech Bodong Lebih Banyak daripada yang Resmi

  • Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (SWI OJK) mencatat sebanyak 151 perusahaan teknologi finansial atau financial technology (fintech) legal telah menyalurkan pinjaman kepada hampir 24 juta orang dengan outstanding kredit sebesar hampir Rp15 triliun sejak 2017 hingga saat ini. Di samping pinjaman yang tersalurkan dengan baik, sepanjang periode tersebut SWI OJK menyatakan telah menemukan sebanyak 2.500 […]

Khoirul Anam

Khoirul Anam

Author

Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (SWI OJK) mencatat sebanyak 151 perusahaan teknologi finansial atau financial technology (fintech) legal telah menyalurkan pinjaman kepada hampir 24 juta orang dengan outstanding kredit sebesar hampir Rp15 triliun sejak 2017 hingga saat ini.

Di samping pinjaman yang tersalurkan dengan baik, sepanjang periode tersebut SWI OJK menyatakan telah menemukan sebanyak 2.500 perusahaan fintech ilegal alias tidak berizin yang beroperasi dan memberikan pinjaman dana kepada masyarakat.

Ketua SWI OJK Tongam L. Tobing mengungkapkan, pelaku perusahaan fintech illegal menangkap peluang dari masyarakat yang gagal mengajukan pinjaman kepada fintech-fintech yang sudah terdaftar di OJK.

“Kalau di fintech pinjaman legal itu ada scoring. Jadi, yang mendapatkan pinjaman hanya yang eligible dan layak. (Yang tidak layak) ini menjadi peluang untuk fintech ilegal,” ujar Tongan di Jakarta pada Kamis, 28 Mei 2020.

Dia menambahkan bahwa rata-rata kelompok orang yang menjadi korban fintech ilegal ini adalah masyarakat yang membutuhkan uang untuk konsumtif sehingga menyebabkan masyarakat terjebak ke pinjaman online ilegal.

Adapun SWI sudah berupaya memberantas fintech ilegal dengan cara bekerja sama dengan Kemenkominfo untuk memblokir situs web dan aplikasi agar masyarakat tidak dapat mengakses layanan pinjaman online tersebut. Namun, Tongan menyayangkan, pelaku sangat mudah untuk kembali beroperasi dengan cara mengganti nama aplikasi atau fintech-nya.

“Makanya, yang harus kita pengaruhi adalah edukasi kepada masyarakat, untuk lebih waspada. Ciri fintech ilegal ini melakukan penagihan dengan tidak beretika, memaksa kita mengizinkan akses kontak, ada juga pelecehan yang dialami masyarakat,” kata dia.

Diketahui, perkembangan fintech bodong melesat sejak Maret lalu, yakni sebanyak 140 dari 125 pada Desember lalu. Sebelumnya, Tongan mengungkapkan bahwa fintech ilegal sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di masa pandemi COVID-19.

Sementara itu, Tongam meminta masyarakat berhati-hati terhadap maraknya penawaran pinjaman dari fintech lending tidak berizin serta penawaran investasi ilegal yang banyak bermunculan di tengah kondisi ekonomi yang sedang melemah.

Menurut Tongam, penawaran pinjaman dari fintech yang tidak berizin akan mengenakan bunga yang sangat tinggi dan jangka waktu pinjaman pendek. Selain itu, mereka akan meminta akses semua data kontak di ponsel.