Waspada Gelombang Kedua Virus Corona di Indonesia
Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga meminta pemerintah mengantisipasi gelombang kedua COVID-19 dengan fokus menghadapi ancaman krisis pangan dengan membentuk Badan Kedaulatan Pangan Nasional.
Nasional & Dunia
Meski belum ada tanda-tanda penurunan kasus baru, pemerintah harus mewaspadai gelombang kedua wabah virus corona (COVID-19).
Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga meminta pemerintah mengantisipasi gelombang kedua COVID-19 dengan fokus menghadapi ancaman krisis pangan dengan membentuk Badan Kedaulatan Pangan Nasional.
Pasalnya, merujuk pada data Kementerian Sosial ada sekitar 20 juta kepala keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang membutuhkan bantuan langsung. Hal ini seiring dengan menurunnya daya beli masyarakat akibat krisis ekonomi dan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diprediksi akan tinggi.
“Dalam skenario yang paling berat kita baru bisa berjalan normal di akhir tahun 2020 ini. Ini pentingnya peran pemerintah dalam mengantisipasi, caranya dengan membentuk Badan Kedaulatan Pangan Nasional,” kata Eriko saat dihubungi melalui telepon dari Jakarta, Rabu, 29 April 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja per 20 April 2020, ada 2,08 juta pekerja dari 116.370 perusahaan yang telah dirumahkan dan di-PHK. Hilangnya mata pencarian ini akan menghambat daya beli kebutuhan dasar yang didominasi oleh kebutuhan pangan, seperti beras sebagai komoditas utama rumah tangga.
Selanjutanya, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan merekomendasikan pemerintah untuk menjadikan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai Badan Kedaulatan Pangan Nasional atau membentuk lembaga baru mewujudkan keamanan dan kedaulatan pangan terutama sekali dalam menghadapi skenario terburuk akibat pandemik ini
Dia juga menyebut agar pemerintah memberikan stimulus yang tepat sasaran atau bersifat langsung tanpa melalui pihak ketiga. Contohnya, subsidi listrik 450 VA dan 900 VA yang terbukti efektif dirasakan oleh masyarakat kecil. Selain itu, gagasan ini juga menyasar pada penyerapan produksi pangan dari petani lokal.
“Untuk subsidi ini bisa langsung membeli dari masyarakat petani kita. Berdasarkan peninjauan di lapangan harga beras di petani kita bervariasi antara Rp5.000–Rp7.000 per kilogram tetapi harga jual di pasar lebih dari Rp10.000 per kilogram. Artinya apa? ada selisih Rp3.000 dan itu besar sekali,” sambung dia.
Dia juga optimistis Badan Kedaulatan Pangan Nasional ini dapat mengantispasi krisis pangan jika terjadi gelombang kedua COVID-19. Pemerintah dapat meminimalisasi kegelisahan masyarakat dengan kepastian pasokan pangan sampai pandemi ini selesai dan perekonomian kembali normal. (SKO)