<p>Pewarta mengamati layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Jum&#8217;at, 20 November 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Window Dressing Dorong IHSG ke Level 6.000, Saham-Saham BUMN dan Big Caps Ini Bakal Moncer

  • Secara harfiah, window dressing diartikan sebagai momen saat banyak emiten atau perusahaan mulai beramai-ramai melakukan aksi korporasi demi mempercantik laporan keuangannya sebelum akhir tahun.

Industri
Fajar Yusuf Rasdianto

Fajar Yusuf Rasdianto

Author

JAKARTA – Beberapa hari lagi, pasar modal Indonesia bakal memasuki masa window dressing. Secara harfiah, window dressing adalah momen saat banyak emiten atau perusahaan mulai beramai-ramai melakukan aksi korporasi demi mempercantik laporan keuangannya sebelum akhir tahun.

Biasanya, dalam waktu-waktu ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak menguat dan berada pada performa terbaiknya. Sebab itu, penting bagi investor untuk mulai memilah-milah saham mana yang akan menjadi tujuan investasinya demi meraup cuan lebih besar di akhir tahun.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyebut, aksi window dressing tahun ini kemungkinan bakal membawa IHSG kembali ke level 6.000. Dengan level sekarang 5.701,02, kata dia, maka IHSG masih punya potensi penguatan 100 hingga 200 poin lagi sampai akhir tahun.

“Kemungkinan saham-saham yang menguat lebih banyak BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan big caps,” ucap Hans saat dihubungi TrenAsia.com, Selasa, 24 November 2020.

Hans memperkirakan, saham-saham BUMN dan big caps di sektor infrastruktur, perbankan, dan konstruksi memiliki potensi penguatan cukup tinggi. Salah satu emiten infrastruktur yang direkomendasikan Hans adalah PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).

Pasalnya, saham TLKM saat ini masih berada di posisi Rp3.350 per lembar. Nilai ini terpaut 14,32% dibandingkan dengan posisi saham TLKM pada awal tahun yang menyentuh level Rp3.910 per lembar.

Kantor Bank BNI cabang Bursa Efek, Jakarta,. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Perbankan dan Infrastruktur

Dari sektor perbankan, Hans merekomendasikan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI). Belajar dari pengalaman, kata dia, kedua saham Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) ini selalu mengalami penguatan di akhir tahun.

Selain itu, harga kedua saham bank pelat merah ini juga masih terbilang murah. BBNI misalnya, pada penutupan perdagangan Selasa, 24 November 2020 hanya di Rp5.950 per lembar. Padahal pada awal tahun, harga saham BBNI sempat berada di posisi Rp7.775 per lembar.

Lalu, saham BMRI yang pada awal tahun berada di posisi Rp7.750 per lembar. Sedangkan sekarang, harganya masih di level Rp6.425 per lembar.

“PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) bisa juga. Tapi naiknya sudah cukup banyak dibandingkan dengan yang lain,” terang Hans. Saham BBRI pada awal tahun berada di level Rp4.410 per lembar. Sekarang harganya sudah berada di level Rp4.200 per lembar.

Lalu untuk sektor konstruksi, Hans merekomendasikan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) yang kini harga sahamnya masih berada di level Rp4.520 per lembar. Terpaut 12,65% dibandingkan harga awal tahun yang sempat bertengger di level Rp5.175 per lembar.

Sementara untuk saham big caps di luar BUMN, Hans merekomendasikan PT Astra International Tbk (ASII). Saham ASII pada awal tahun sempat berada di posisi Rp6.875 per lembar. Sedangkan harga pada Selasa, 24 November 2020 hanya Rp5.800 per lembar atau terpaut 15,63% dibandingkan level awal tahun.

“Harganya masih murah, (ASII) punya peluang menguat,” pungkas Hans. (SKO)