Ilustrasi pekerja lembur
Gaya Hidup

Workaholic Berujung Maut, Kenali Karoshi Fenomena Kerja Berlebihan di Jepang

  • kebiasaan bekerja yang tak kenal waktu ini juga membuat mereka melupakan kesehatan hingga menyebabkan kematian.
Gaya Hidup
Rumpi Rahayu

Rumpi Rahayu

Author

JAKARTA - Negara Jepang terkenal dengan etos kerja penduduknya yang tinggi. Selain disiplin pekerjanya yang tinggi, watak tak mudah menyerah dan suka bekerja tak kenal waktu juga melekat pada pekerja-pekerja di Jepang.

Tak berhenti sampai di situ, kebiasaan bekerja yang tak kenal waktu ini juga membuat mereka melupakan kesehatan hingga menyebabkan kematian.

Jepang bahkan memiliki nama sendiri untuk fenomena ini yaitu Karoshi. Karoshi adalah sebutan untuk fenomena dimana pekerja di Jepang mengalami kondisi kelelahan bekerja hingga menyebabkan kematian.

Fenomena Karoshi berawal pada saat masa perang dunia ke II tepatnya di tahun 1950-an. Waktu itu, perdana menteri Jepang yang bernama Shigeru Yoshida memiliki misi utama untuk memperkuat sektor ekonomi di dalam negeri.

Hal inilah yang membuat para pekerja di Jepang bekerja dengan sangat keras demi memenuhi misi negara.

Pada tahun 1969, seorang pria berusia 29 tahun yang bekerja di departemen pengiriman surat terbesar di Jepang meninggal dunia karena terkena serangan jantung di kantornya. Waktu itu Biro Kompensasi Pekerja Kementrian Tenaga Keja Jepang menganggap bahwa pola bekerja yang tidak kenal waktu dan berlebihanlah yang menjadi penyebab utama kematian pekerja tersebut. Atas kejadian inilah akhirnya istilah Karoshi mulai disebut. 

Beberapa faktor yang menyebabkan pekerja Jepang mengalami fenomena Karoshi diantaranya adalah kematian mendadak akibat serangan jantung, stroke, stres hingga bunuh diri.

Pekerja-pekerja di Jepang dituntut untuk mengorbankan diri mereka dengan bekerja sangat keras. Mereka juga tidak memiliki pilihan lain, karena jika mereka memilih untuk keluar mereka tidak bisa mendapatkan pemasukan untuk membiayai hidup sehari-hari.

Banyaknya kasus Karoshi di Jepang akhirnya membuat pemerintah negara Jepang mengeluarkan beragam kebijakan salah satunya adalah Premium Friday. Premium Friday menuntut perusahaan untuk memulangkan para pekerjanya pada pukul 3 sore pada hari Jum'at terakhir di setiap bulan.

Selain itu, pekerja juga diberi hak cuti selama 20 hari setiap tahunnya meski pada kenyataannya hampir 35% pekerja belum memanfaatkan hak cuti tersebut. Strategi ini dinilai mampu menurunkan angka fenomena Karoshi di Jepang.