<p>Kendaraan terjebak kemacetan di ruas Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan, Selasa 2 Juni 2020. Kemacetan jalanan ibukota kembali tampak jelang pemberlakuan Kenormalan Baru atau New Normal. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

World Bank Prediksi Ekonomi RI Tidak Tumbuh Akibat COVID-19

  • Bank Dunia (World Bank) memprediksi perekonomian Indonesia tidak akan tumbuh pada tahun ini akibat wabah virus corona (COVID-19).

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

Bank Dunia (World Bank) memprediksi perekonomian Indonesia tidak akan tumbuh pada tahun ini akibat wabah virus corona (COVID-19).

Senior Economist The World Bank Ralph Van Doorn memprediksikan pertumbuhan perekonomian Indonesia akan melambat ke level 0% atau tidak tumbuh untuk tahun ini akibat dampak pandemi COVID-19.

“Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat ke nol persen. Asumsi ini berdasarkan dua bulan implementasi dari PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang efektif mulai April hingga Mei bahkan sampai Juni,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa, 2 Juni 2020.

Ralph mengatakan prediksi tersebut juga merupakan imbas dari perekonomian global yang melambat baik di negara maju maupun berkembang sehingga berpengaruh pada harga-harga komoditas.

“Konsumsi akan melambat karena terjadinya PHK dihasilkan dari penurunan kegiatan ekonomi dan menurunnya kepercayaan konsumen,” ujarnya.

Selanjutnya Ralph memperkirakan pertumbuhan investasi turut melambat akibat ketidakpastian berakhirnya wabah COVID-19 serta penanganannya, harga komoditas rendah, dan perlemahan ekonomi global.

“Lalu impor jatuh lebih cepat daripada ekspor sehingga tercermin dalam neraca pembayaran karena kami melihat peningkatan defisit transaksi berjalan,” katanya.

Kemudian ia memprediksikan utang RI berada di level 37% dari PDB yang didorong oleh defisit lebih tinggi, pertumbuhan lebih lambat, depresiasi nilai tukar rupiah, guncangan suku bunga, serta banyaknya pinjaman untuk membiayai paket stimulus.

Oleh sebab itu Ralph menyatakan berdasarkan berbagai pertimbangan dan prediksi tersebut, maka Bank Dunia telah menyiapkan skenario terburuk yaitu perekonomian Indonesia akan terkontraksi hingga 3,5% dari PDB.

“Jika terjadi PSBB diimplementasikan selama empat bulan maka akan menyebabkan kontraksi ekonomi sebesar 3,5% dari PDB,” tegasnya.

Di sisi lain ia menyatakan mulai membaiknya situasi dan menurunnya kasus COVID-19 di China serta beberapa negara di Eropa merupakan sinyal positif bagi dunia maupun Indonesia.

“Meskipun datanya belum pasti tapi terdapat indikasi bahwa produksi industri dan PMI di China telah bottomed out dan akan pulih kembali,“ katanya.

Sementara itu Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Hidayat Amir optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap berada dalam skenario pemerintah yaitu 2,3% hingga minus 0,4%.

“Kalau tadi World Bank menaruh situasi skenarionya pertumbuhan Indonesia full year nol persen tapi kami di pemerintah Kemenkeu memprediksikan akan tetap tumbuh di kisaran 2,3% sampai minus 0,4%,” katanya dalam kesempatan yang sama.

Penduduk Miskin Melonjak

Sementara itu, World Bank memproyeksikan penduduk miskin Indonesia akan meningkat 2,1% sampai 3,6% atau bertambah 5,6 juta hingga 9,6 juta orang pada tahun ini akibat dampak pandemi COVID-19.

“Kami perkirakan perlambatan ekonomi menyebabkan tingkat kemiskinan naik sekitar 2,1%-3,6% atau 5,6 juta-9,6 juta orang miskin baru relatif pada skenario jika pada 2020 tidak terjadi pandemi,” kata Ralph.

Ralph mengatakan potensi tersebut seiring dengan prediksi Bank Dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada tahun ini berada di level 0% sampai terkontraksi 3,5% terhadap PDB.

“Jika terjadi PSBB diimplementasikan selama empat bulan maka akan menyebabkan kontraksi ekonomi sebesar 3,5% dari PDB,” ujarnya.

Ralph menuturkan pemerintah perlu mendukung penduduk miskin dan rentan miskin seperti melalui penyiapan jaring pengaman sosial yang memadai serta dukungan terhadap industri dan kesehatan.

“Kami kira ada beberapa inisiatif yang bagus tetapi kami khawatir nilai dari dukungan paket tersebut terhadap setiap rumah tangga tidak mencukupi untuk menanggulangi dampak ekonomi dari wabah ini,” katanya.

Ia menyatakan paket stimulus fiskal yang telah dikeluarkan oleh pemerintah menunjukkan adanya pergeseran belanja seperti dari infrastruktur menuju jaring pengaman sosial dan dukungan industri.

“Kami setuju ini merupakan langkah yang perlu diambil, namun mungkin tidak cukup. Masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan pada 2020 ini untuk bersiap dalam pemulihan,” ujarnya.

Ralph mengingatkan pemerintah Indonesia masih memiliki banyak tugas dalam rangka mengupayakan pemulihan kondisi sosial dan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Oleh sebab itu ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus dalam perbaikan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penguatan sektor keuangan dan perekonomian.

“Itu adalah sebuah strategi yang didasarkan pada langkah-langkah kredibel untuk membangkitkan kembali peningkatan pendapatan,” ujarnya. (SKO)