Seorang Pekerja Memegang Sampel Uang Kertas Yen Jepang
Dunia

Yen Makin Hancur, Ekonomi Jepang Mulai Bergejolak

  • Dolar diperdagangkan pada level 160,86 yen, kondisi tersebut mencetak rekor baru sejak pelemahan terburuk pada bulan desember 1986.
Dunia
Muhammad Imam Hatami

Muhammad Imam Hatami

Author

TOKYO - Mata uang Yen Jepang terus mengalami pelemahan. Pada Kamis 27 Juni 2024 untuk pertama kalinya nilainya melewati level 161 per dolar AS .

Pelemahan ini terus terjadi di tengah upaya pemerintah dan Bank of Japan mengambil serangkaian kebijakan untuk mendukung mata uang tersebut.

Dilasnir Asia Nikkei, pada Kamis pagi, dolar diperdagangkan pada level 160,86 yen. Kondisi tersebut mencetak rekor baru sejak pelemahan terburuk pada bulan desember 1986. 

Selain itu, yen juga jatuh ke level 171,79 terhadap euro, nilai tersebut juga mencetak rekor terendah sejak mata uang tunggal Eropa tersebut diadopsi pada tahun 1999. 

Kondisi ini menjadi indikator tekanan yang signifikan pada yen, yang disebabkan oleh berbagai faktor ekonomi global dan domestik, termasuk kebijakan moneter yang berbeda antara Jepang dan negara-negara Barat, serta dinamika perdagangan internasional. 

Kejatuhan yen ini tidak hanya mempengaruhi pasar valuta asing tetapi juga berpotensi berdampak pada ekonomi Jepang yang sangat bergantung pada ekspor.

Inflasi Meroket

Tingkat inflasi di Jepang mencatat kenaikan untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir. Kenaikan biaya listrik menjadi salah satu pendorong utama inflasi.

Data pemerintah Jepang, menunjukkan bahwa inflasi tetap berada di atas target Bank of Japan sebesar 2%, menandakan tekanan harga yang berkelanjutan dalam perekonomian negara tersebut.

Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, Indeks Harga Konsumen (IHK) inti, yang tidak termasuk harga makanan segar, naik sebesar 2,5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 

Angka ini menunjukkan peningkatan dari kenaikan 2,2% yang tercatat pada bulan April. 

Ekonomi Menyusut 2 Persen

Perekonomian Jepang juga mengalami penyusutan sebesar 2% secara tahunan pada periode Januari-Maret dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya. 

Kontraksi ini menandai penurunan pertama dalam dua kuartal terakhir, di tengah lesunya konsumsi domestik yang menjadi pendorong utama ekonomi negara tersebut.

Angka terbaru menunjukkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil yang lebih buruk dari perkiraan median para ekonom yang disurvei oleh berbagai lembaga, yang memprediksi penurunan sebesar 1,5%. 

Penurunan konsumsi, mencakup pengeluaran rumah tangga, menjadi faktor utama penyebab kontraksi ini.

Konsumsi domestik yang lemah dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kenaikan harga energi dan ketidakpastian ekonomi global yang mengurangi daya beli dan kepercayaan konsumen