<p>Layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 22 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Yield Obligasi AS Melambung, Pasar Modal RI Jadi Limbung

  • Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 1991-1996, Hasan Zein Mahmud menyatakan bahwa yield treasuries di AS merupakan persoalan krusial bagi kebijakan moneter dan fiskal Indonesia.

Pasar Modal
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Peningkatan imbal hasil (yield) obligasi 10 tahun Amerika Serikat (AS) telah meresahkan pelaku pasar modal Indonesia sejak beberapa waktu terakhir. Hal ini dinilai dapat mengganggu kinerja indeks saham di bursa dalam negeri.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 1991-1996, Hasan Zein Mahmud menyatakan bahwa yield treasuries di AS merupakan persoalan krusial bagi kebijakan moneter dan fiskal Indonesia.

Pasalnya, kenaikan yield treasury ini dinilai akan memukul pasar modal Indonesia dari dua arah, yakni aksi jual bersih (net sell) asing yang berkepanjangan serta tekanan terhadap kinerja emiten penggerak indeks komposit.

“Kenaikan yield yang tajam akan mengerek imbal hasil surat berharga negara dan surat utang swasta, meningkatkan biaya dana dan memicu capital outflows (keluarnya dana investasi asing),” ujarnya melalui sebuah pesan singkat yang diterima TrenAsia.com, Rabu 21 April 2021.

Tak sampai di situ, Hasan menilai capital outflows pada gilirannya akan menekan nilai tukar rupiah sekaligus menekan kinerja bank-bank papan atas. Di sisi lain, kinerja saham perbankan papan atas masih menjadi motor penggerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Ia menambahkan, beberapa indikator ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai ekspor yang meningkat cukup tinggi dan pengeluaran pemerintah yang meningkat.

Di samping itu, lanjutnya, indeks PMI (Purchasing Manager Index) memperlihatkan optimisme para pengusaha terhadap kegiatan ekonomi ke depan. Ia menilai saat ini belanja ritel mulai pulih, namun konsumsi rumah tangga justru dalam posisi stagnan.

Padahal, konsumsi rumah tangga Indonesia memberikan kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB). Sementara, katanya, sekitar 70% porsi belanja rumah tangga mengalir ke sektor ritel.

“Nampaknya ada korelasi yang erat antara mobilitas orang dan aktivitas belanja,” tandas Hasan. (SKO)