Yield UST 10 Tahun Koreksi, Ekonom: Ada Perbedaan Perspektif Antara the Fed dan Pelaku Pasar
- Perbedaan perspektif antara pelaku pasar dan Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed) dinilai menciptakan ketidakpastian dan potensi volatilitas ke depan dan berisiko memengaruhi kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
Nasional
JAKARTA – Perbedaan perspektif antara pelaku pasar dan Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed) dinilai menciptakan ketidakpastian dan potensi volatilitas ke depan dan berisiko memengaruhi kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
Ekonom Mirae Asset Sekuritas Indonesia Arya Wisnubroto mengatakan, kebijakan the Fed untuk menahan suku bunga bersebrangan dengan imbal hasil US Treasury 10 tahun yang turun 2,8 bps menjadi 3,79% kemarin. Sedangkan imbal hasil untuk UST tenor 2 tahun naik tipis 2,0 basis poin menjadi 5,22%.
“Menariknya, ekspektasi pasar terhadap pergerakan FFR ke depan menunjukkan kenaikan sebesar 25 bps di bulan Juli, dan akan tetap dipertahankan pada kisaran 5,25 – 5,5 persen sampai dengan akhir tahun,” ujarnya dalam riset yang diterima Jumat, 16 Juni 2023.
Menurut dia, kondisi ini akan memberikan risiko volatilitas ke depan, dan berimplikasi kepada keputusan kebijakan moneter BI. “Kejelasan arah kebijakan suku bunga AS ke depan memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan BI mengenai arah kebijakan moneternya.”
- Profil Andika Perkasa, Sosok yang Sempat Dirumorkan jadi Komut PTBA
- Kekayaan Andika Perkasa, Mantan Panglima TNI yang Punya Tabungan Rp131 Miliar
- Sektor Riil Nasional Bakal Kecipratan Berkah Kebijakan the Fed
Meskipun BI berkeinginan melonggarkan kebijakan moneter karena potensi perlambatan domestik, lanjut Rully, sinyal dari the Fed mengenai dua kenaikan lagi di masa depan menimbulkan risiko.
Sesuai ekspektasi, The Fed memutuskan dengan suara bulat untuk mempertahankan suku bunga kebijakannya pada kisaran 5 - 5,25%. “Hal ini memberi ruang kepada The Fed untuk mengevaluasi lag impact dari kenaikan 500 bps yang dilakukan sepanjang Maret 2022 dan Mei 2023.”
Namun demikian, Rully menilai the Fed terlihat lebih hawkish daripada yang diperkirakan dan membuka peluang untuk dua kali lagi kenaikan FFR sebanyak 25 bps sampai akhir tahun 2023, seperti yang ditunjukkan oleh "dot plot".
Komitmen the Fed di Tengah Inflasi
Meskipun inflasi AS mengalami perlambatan, The Fed tetap berkomitmen untuk mengembalikan inflasi ke tingkat sasaran sebesar 2,0%.
Indeks harga konsumen AS menunjukkan pertumbuhan yang melambat menjadi 4,0% pada Mei 2023, dibandingkan dengan puncaknya sebesar 9,1% pada Juni 2022. Untuk mengendalikan inflasi, The Fed telah mengambil tindakan pengetatan moneter yang agresif dengan meningkatkan suku bunga dana federal sebesar 500 basis poin secara akumulatif.
- Pelindo Petikemas Setor Dividen Rp1,36 Triliun
- Injourney Ajukan PMN, Ingin Sehatkan Keuangan Hingga Hapus Event WSBK dari Mandalika
- Industri Unggas RI Masih Diselimuti Awan Hitam
Selain itu, FOMC juga mengumumkan peningkatan proyeksi suku bunga dana federal untuk tahun 2023. Sebelumnya, proyeksi suku bunga tersebut sebesar 5,1%pada bulan Maret, namun kini dinaikkan menjadi 5,6%. Hal ini menunjukkan bahwa The Fed masih berpotensi melanjutkan kenaikan suku bunganya.
The Fed juga menaikkan proyeksi inflasi pengeluaran konsumsi pribadi inti untuk tahun 2023 menjadi 3,9% dari sebelumnya 3,6 % pada Maret. Selain itu, proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil tahun 2023 juga mengalami kenaikan menjadi 1,0% dari perkiraan sebelumnya sebesar 0,4%.
Sementara itu, proyeksi tingkat pengangguran pada tahun 2023 turun menjadi 4,1% dari 4,5%pada Maret.