Yustinus Prastowo Sebut Bea Cukai Bukan Keranjang Sampah
- Beberapa kasus menyangkut Bea Cukai terjadi lantaran ketidaktahuan publik mengenai teknis importasi.
Makroekonomi
JAKARTA – Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, mengatakan Bea Cukai bukan keranjang sampah yang patut disalahkan terus menerus. Menurutnya, tidak semua masalah dapat ditimpakan ke Bea Cukai, sebab ada beberapa hal yang bukan kewenangannya.
Hal ini terkait keluhan impor barang dari luar negeri yang menjadi perbincangan di media sosial belakangan ini.
Prastowo mengaku meniru Hakim Saldi Isra yang menyebut Mahkamah Konstitusi bukan keranjang sampah yang terus menerus disalahkan.
- Penganut FIRE, Pertimbangkan 5 Hal Ini Sebelum Memutuskan Pensiun Dini!
- Amerika Beli 81 Pesawat Rongsokan dari Kazahkstan
- IHSG Potensi Menguat, Saham ESSA, SIDO dan BFIN Menarik Disimak
Hal ini disampaikannya dalam media briefing terkait kewenangan Bea Cukai dalam proses impor barang kiriman di Gedung DHL Express Service Point, Jakarta Distribution Centre, Tangerang, pada Senin, 29 April 2024.
“Kalau saya meminjam (ucapan) yang mulia Pak Saldi Isra (cek) waktu sidang Mahkamah Konstitusi (MK) itu, MK itu bukan keranjang sampah. Saya juga ingin mengatakan Bea Cukai itu bukan keranjang sampah, yang seolah semua hal masalah bisa ditimpakan ke Bea Cukai begitu saja,” papar Prastoeo.
Menurutnya, beberapa kasus menyangkut Bea Cukai terjadi lantaran ketidaktahuan publik mengenai teknis importasi. Maka dari itu, ia menekankan perlunya peningkatan sosialisasi kepada publik mengenai hal tersebut.
“Kami paham, ini semata-semata karena ketidaktahuan publik yang perlu terus kita edukasi. Maka kita butuh bantuan rekan-rekan untuk terus menerus mari kita bersama-sama mengedukasi publik supaya lebih paham supaya tidak terulang di masa-masa mendatang,” jelasnya.
Tanggung Jawab PJT
Sejauh ini, masalah yang berkaitan dengan kiriman barang dari luar negeri seharusnya menjadi tanggung jawab Perusahaan Jasa Titipan (PJT) seperti DHL, bukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ia juga menyatakan, kesalahan publik yang sering menyalahkan Bea Cukai perlu diluruskan.
“Tadi sudah jelas bahkan atas barang-barang itu yang disampaikan yang formal informal dibedakan. Teman-teman Bea Cukai hanya sangat selektif yang dilihat fisiknya. Sebagian besar itu tidak perlu dilihat fisiknya, kita hanya melihat dokumen dan dasar dokumen itu lah yang kita proses,” jelasnya.
Selain itu, menurutnya, permasalahan kepabeanan juga banyak menyangkut perusahaan jasa titipan (PJT).
“Jadi Anda punya bayangan, dan selama ini sebenarnya urusan ada di PJT, ada di sini. Sekaligus ini kan meluruskan kita sama-sama meluruskan kepada masyarakat,” terang Prastowo.
Bea Cukai sempat menjadi sorotan setelah seorang warganet mengaku mendapati barangnya dari luar negeri sampai dalam keadaan rusak, dan mengeluhkan hal tersebut kepada petugas Bea Cukai, padahal hal tersebut merupakan wewenang PJT.
- PP Perpanjangan Kontrak Freeport Hampir Rampung, Siap Nambang hingga 2061
- Rupiah Berpeluang Menguat ke Level Psikologis Rp16.000 per Dolar AS
- Penyebab Laba Petrosea (PTRO) Kuartal I-2024 Anjlok 94 Persen
Selain itu, Bea Cukai juga menghadapi masalah terhambatnya kiriman dari sebuah perusahaan di Korea untuk Sekolah Luar Biasa (SLB)-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta sejak akhir tahun 2022.
Setelah melakukan penyelidikan, Bea Cukai menyadari adanya kesalahpahaman dalam kategorisasi antara barang hibah dan barang kiriman, sehingga sempat dikenakan bea masuk dan biaya gudang.