50 Persen Aduan Fintech P2P Lending Terkait Perilaku Debt Collector
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih ada banyak keluhan dari masyarakat terkait perilaku penagih utang dalam layanan fintech P2P lending yang melanggar aturan yang berlaku.
Fintech
JAKARTA – Sekitar 50% aduan terkait fintech peer-to-peer (P2P) lending berhubungan dengan perilaku penagih utang (debt collector).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih ada banyak keluhan dari masyarakat terkait perilaku penagih utang dalam layanan fintech P2P lending yang melanggar aturan yang berlaku.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi, dari 6.000 keluhan yang diterima hingga 30 April, lebih dari 50% di antaranya berkaitan dengan perilaku penagih utang, yaitu sebanyak 3.300 keluhan.
- Pinjaman Fintech P2P Lending Tumbuh Lebih Tinggi Dibanding Multifinance dan Perbankan
- Cuan Banyak, BUMN China Raup Pendapatan Rp44.014 triliun Selama Kuartal 1 2024
- FWD Insurance Berikan Penghargaan Agen Asuransi Terbaik
“Perilaku petugas penagihan lebih dari 50%, 3.300 dari 6.000 aduan,” kata Friderica dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Senin, 13 Mei 2024.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.000 keluhan berasal dari sektor fintech terkait pelanggaran dalam penagihan utang.
OJK telah mengeluarkan aturan terbaru dalam peta jalan Lembaga Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPPBBTI), yang mengatur beberapa ketentuan yang harus dipatuhi oleh penagih utang saat melakukan penagihan.
Salah satu ketentuan tersebut melarang penggunaan ancaman, intimidasi, atau unsur negatif lainnya, termasuk unsur SARA, dalam proses penagihan.
Baca Juga: Pinjaman Fintech P2P Lending Tumbuh Lebih Tinggi Dibanding Multifinance dan Perbankan
Selain itu, waktu penagihan kepada debitur juga diatur oleh OJK, dengan batas maksimal hingga pukul 20.00 waktu setempat, tidak boleh melewati waktu tersebut.
Frederica menjelaskan bahwa OJK telah menginstruksikan penyelesaian atas keluhan masyarakat terkait perilaku penagih utang yang melanggar aturan.
Namun, ia juga mengakui bahwa ada debitur yang memang tidak memenuhi kewajibannya. Meskipun demikian, hal ini tidak membenarkan perilaku penagih utang yang melanggar aturan.
OJK telah memberikan peringatan dan sanksi kepada oknum penagih utang yang terbukti melakukan pelanggaran. Selain itu, upaya preventif yang dilakukan oleh OJK adalah dengan mengedukasi masyarakat tentang karakteristik jasa keuangan yang kredibel.
Frederica menekankan bahwa dalam melakukan penagihan, harus ada surat peringatan terlebih dahulu dan dapat melibatkan pihak lain yang bersertifikasi.
- 5 Sumber Energi Baru Terbarukan yang Melimpah di Indonesia
- Mengungkap 5 Alasan di Balik Kenaikan dan Penurunan Mata Uang
- Sejarah Uang Kertas, dari Dinasti Tang hingga Bank of Stockholm
Penagihan kredit harus dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku, tidak boleh menggunakan kekerasan atau mengganggu terus-menerus.
Ia menegaskan bahwa ketentuan aturan untuk penagih utang tidak bertujuan untuk melindungi konsumen yang tidak patuh, namun bertujuan untuk mengedukasi bahwa konsumen tidak hanya memiliki hak, tetapi juga memiliki kewajiban, seperti membaca dokumen dan membayar sesuai dengan yang dijanjikan.
Dalam konteks ini, OJK terus melakukan pengawasan dan memberikan edukasi kepada masyarakat serta menegakkan aturan untuk memastikan perlindungan konsumen dan keteraturan dalam industri fintech P2P lending.
Dengan adanya aturan yang jelas dan penegakan yang tegas, diharapkan perilaku penagih utang yang melanggar aturan dapat diminimalisir, sehingga industri ini dapat beroperasi dengan lebih transparan dan bertanggung jawab.