Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Bank Kian Aktif Salurkan Kredit di Fintech Lending, Outstanding Melejit 47,9 Persen

  • Lender yang berasal dari bank dalam negeri mencatat outstanding pinjaman di fintech lending sebesar Rp33,67 triliun, menunjukkan peningkatan sebesar 47,90% yoy per April 2024.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Perbankan semakin aktif menyalurkan kredit melalui fintechpeer-to-peer (P2P) lending yang menyediakan layanan pinjaman online (pinjol). 

Fenomena ini terlihat dari pertumbuhan outstanding pinjaman fintech lending yang berasal dari bank, yang masih mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 47,90%.

Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), outstanding pinjaman dari fintech lending sendiri mengalami pertumbuhan sebesar 22,94% year on year (yoy), mencapai Rp62,74 triliun pada April 2024. 

Lebih dari separuh total pinjaman tersebut atau sekitar 56,27%, dengan nominal Rp35,31 triliun, berasal dari portofolio pemberi dana (lender) yang merupakan perbankan, baik domestik maupun internasional.

Secara spesifik, lender yang berasal dari bank dalam negeri mencatat outstanding pinjaman di fintech lending sebesar Rp33,67 triliun, menunjukkan peningkatan sebesar 47,90% yoy per April 2024. 

Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan posisi pada Desember 2023 yang mencatat pertumbuhan sebesar 45,57%.

Jika diperinci lebih lanjut, sektor bank umum mendominasi dengan nilai outstanding pinjaman di fintechlending sebesar Rp31,31 triliun. 

Penyaluran kredit ini dilakukan melalui 7.438 rekening lender. Nilai pinjaman dari bank umum melalui fintechlending ini meningkat sebesar 47,81%, dengan jumlah rekening yang juga meningkat sebesar 12,37%.

Peningkatan yang sangat signifikan terjadi pada segmen Bank Pembangunan Daerah (BPD). BPD yang berperan sebagai lender mencatatkan 6.190 jumlah rekening pada April 2024, meningkat pesat dibandingkan hanya 11 rekening setahun sebelumnya. 

Seiring dengan peningkatan jumlah rekening tersebut, outstanding pinjaman yang disalurkan oleh BPD juga tumbuh sebesar 108,18% menjadi Rp1,32 triliun.

Sementara itu, lender yang berasal dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mencatat outstanding pinjaman di fintech lending sebesar Rp1,04 triliun per April 2024. 

Pertumbuhan ini merupakan yang paling rendah di antara kategori bank lain, yaitu sebesar 9,84%. BPR mencatatkan 329 rekening lender, meningkat dari 277 rekening pada tahun sebelumnya.

Baca Juga: Pertumbuhan Outstanding Fintech Lending Kalahkan Perbankan, Kredit Macet Terus Menyusut

Risiko di Balik Channeling Bank ke Fintech Lending

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae mengungkap sejumlah risiko yang mengintai dalam skema kemitraan antara bank dan fintech P2P lending melalui skema channeling

Dian menjelaskan bahwa risiko dari skema tersebut umumnya berasal dari faktor internal dan eksternal. Sisi internal berkaitan dengan penguatan kapabilitas skor kredit.

"Diperlukan penguatan untuk terus mempertajam kapabilitas credit scoring yang dimiliki," papar Dian melalui jawaban tertulis beberapa waktu lalu. 

Sementara itu, dari sisi eksternal, Dian menyoroti dampak ekonomi global yang masih tidak stabil serta fenomena suku bunga tinggi yang berlangsung lebih lama (higher for longer), yang memiliki implikasi signifikan terhadap penurunan nilai aset keuangan.

Dian menekankan bahwa untuk mengantisipasi risiko dalam skema channeling bersama fintech lending, bank harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang proses bisnis mitra, memilih mitra yang tepat, mematuhi regulasi yang ada, serta menerapkan skema mitigasi risiko yang efektif. 

Dari sisi regulator, OJK mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi potensi risiko yang meningkat dari kemitraan antara perbankan dan fintech lending. 

Langkah-langkah ini termasuk menerapkan regulasi yang fleksibel agar dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi, menggunakan regulatory sandbox dan innovation office untuk memantau dan menguji inovasi dengan aman, serta membangun keterampilan dan kapabilitas baru dalam manajemen risiko dan pengawasan.

Selain itu, penyesuaian regulasi perlindungan konsumen dan koordinasi antara regulator nasional dan internasional juga penting untuk memastikan bahwa fintech lending beroperasi dalam kerangka yang aman dan adil bagi semua pihak yang terlibat. 

 “Kondisi ini menuntut perbankan yang bermitra dengan perusahaan fintech untuk mempertimbangkan kebijakan manajemen risiko yang lebih ketat dan inovasi dalam teknologi untuk tingkatkan keamanan dan efisiensi,” ujar Dian. 

OJK Akan Tindak Tegas Bank yang Salurkan Kredit ke Fintech dalam Kondisi Ini

OJK akan menindak tegas bank yang menyalurkan kredit ke sektor fintech peer-to-peer P2P lending dalam suatu kondisi tertentu. 

Dian menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk mengambil tindakan tegas apabila suatu bank memiliki konsentrasi eksposur channeling yang tinggi, namun tidak bersifat prudent.

Oleh karena itulah OJK secara proaktif mengawasi tren di industri Fintech P2P Lending, terutama terkait dengan pembiayaan melalui skema channeling bank. 

“Tindakan tegas akan diambil terhadap bank yang memiliki konsentrasi eksposur bisnis fintech yang tinggi namun tidak prudent antara lain penghentian kerjasama dan aktivitas bank terkait serta meminta dilakukannya evaluasi terhadap bisnis proses dimaksud,” kata Dian. 

Untuk diketahui, skema channeling dari bank ke Fintech Lending tentunya mengandung risiko, terutama terkait dengan gagal bayar. 

Beberapa fintech telah mengalami kesulitan dan bank, terutama bank digital, yang menjadi lender fintech melalui skema channelling. Oleh karena itulah OJK terus mengawasi secara ketat tren penyaluran kredit via channeling ini. 

Fokus utama pengawasan ini adalah pada analisis risiko dan evaluasi eksposur bank, dengan tujuan memastikan praktik manajemen risiko yang baik dan kecukupan pencadangan.

Hal ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa bank memiliki kontrol dan strategi yang tepat untuk mengelola risiko yang terkait dengan keterlibatannya dalam pembiayaan fintech.

Sebagai langkah preventif, OJK mendorong bank untuk terus melakukan diversifikasi dan peningkatan kualitas portofolio kredit mereka. 

Diversifikasi portofolio menjadi strategi yang efektif dalam mengurangi risiko konsentrasi pada satu sektor, termasuk fintech. Dengan demikian, bank dapat lebih tangguh menghadapi potensi risiko gagal bayar yang mungkin muncul dari industri fintech.

Dian menyebutkan bahwa pihaknya mendorong bank untuk meningkatkan transparansi dan komunikasi dengan nasabah serta pihak terkait lainnya.