Banyak Perusahaan Merugi, Kemenkeu Pangkas Tarif PPh Badan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berencana menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 22% menjadi 20% pada 2022. Bendahara negara menilai banyaknya perusahaan yang merugi membuatnya merasa harus menurunkan beban pajak bagi Wajib Pajak (WP) badan tersebut.
Industri
JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berencana menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 22% menjadi 20% pada 2022. Bendahara negara menilai banyaknya perusahaan yang merugi membuatnya merasa harus menurunkan beban pajak bagi Wajib Pajak (WP) badan tersebut.
“WP Badan yang melaporkan merugi kepada kami ini terus meningkat dari 8% pada 2012 menjadi 11% pada 2019, hal ini yang menjadi perhatian kami di Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dikutip Selasa, 29 Juni 2021.
- Modernland Realty Raup Marketing Sales Rp341 Miliar pada Kuartal I-2021
- Waskita Karya Raih Kontrak Pembangunan Jalan Perbatasan RI-Malaysia Rp225 Miliar
- Pengelola Hypermart (MPPA) Berpotensi Meraih Rp670,85 Miliar Lewat Private Placement
Jumlah WP badan yang merugi itu tumbuh dari 5.199 perusahaan pada 2012-2016 menjadi 9.496 perusahaan pada 2015-2019.
Penurunan tarif PPh badan ini langsung berimplikasi terhadap target penerimaan komponen pajak tersebut. Sri Mulyani mematok penerimaan PPh badan pada 2021 sebesar Rp215,09 triliun atau lebih rendah 4,21% dari target PPh 2020 yang sebesar Rp224,54 triliun.
Di sisi lain, Mantan Direktur Pelaksana itu menangkap sinyal adanya upaya penghindaran pajak oleh WP badan. Dirinya mengakui Indonesia belum punya skema mitigatif penghindaran pajak yang komprehensif.
“Kita ingin melakukan compliance yang adil, banyak WP Badan menggunakan skema penghindaran pajak. Di sisi lain Indonesia belum punya penghindaran pajak yang komprehensif,” kata Ani, sapaan akrab Sri Mulyani.
WP badan yang dirujuk Sri Mulyani itu salah satunya adalah perusahaan multinasional raksasa yang sudah mendirikan cabang di Indonesia. Menurutnya, terdapat nilai transaksi dari perusahaan multinasional yang tidak kena pajak mencapai 37-42% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Maka dari itu, Sri Mulyani memastikan bakal mengeruk potensi pajak dari transaksi perusahaan multinasional yang potensinya mencapai US$100 miliar-US$240 miliar per tahun.
Apalagi, Indonesia bisa mengacu pada regulasi yang dibuat oleh Group of Seven (G7) soal pajak korporasi global minimum 15%. Hal ini bakal menjadi senjata baru Sri Mulyani memburu WP badan demi mengisi kantong negara.
Bendahara Negara juga mengabarkan kondisi penerimaan pajak Indonesia mulai pulih. Kemenkeu mencatat penerimaan pajak untuk pertama kalinya dalam tahun ini tumbuh positif 3,4% year on year (yoy) pada Mei lalu. Penerimaan pajak pada Mei 2021 naik menjadi Rp459,6 triliun dari sebelumnya Rp444,6 triliun pada Mei 2020.
Selama empat bulan sebelumnya, tulang punggung penerimaan negara ini mencatatkan kontraksi. Penerimaan pajak pada Januari tercatat 15,3% yoy, Februari dengan minus 4,8%, Maret di zona minus 5,6%, dan April menyentuh minus 0,4% yoy.
Secara keseluruhan tahun (full year) 2021, Sri Mulyani menargetkan penerimaan pajak bakal menyentuh Rp1.743,6 triliun. Target itu tumbuh 6,7% jika dibandingkan realisasi pajak 2020 yang sebesar Rp1.070 triliun. (RCS)